🌼Dua Puluh Tujuh🌼

22.4K 3K 94
                                    


Suasana pagi hari yang cerah dan segar selalu membuat suasana hati Sekar menghangat. Sepertinya selama hidup disini paru-parunya sangat sehat karena tidak pernah terkontaminasi dengan asap kendaraan ataupun asap rokok.

Sebelum memulai aktivitasnya sebagai pengajar, Sekar pergi berbelanja dengan bi Arum ke pasar. Rambutnya sekarang dipotong sebahu juga poni tipis didepannya.

Membuat penampilan Sekar makin manis dan makin fresh. Dari kejauhan orang-orang akan tahu kalau dia adalah Sekar.

Gaya pakaiannya yang khas, selalu menggunakan kemeja panjang ataupun pendek, lalu memakai celana baggy yang membuat ia selalu rapi setiap harinya. Belum lagi warna kulitnya yang sangat putih cukup mencolok di lingkungan yang ia tempati.

Angin sepoi-sepoi membuat rambut yang ia gerai mengikuti irama angin. Berkali-kali Sekar menyelipkan rambutnya kebelakang telinga agar tidak menutupi area wajahnya.

"Eh? Itu rombongan apa bi?" Tanya Sekar pada bi Arum.

"Mana non?"

"Itu.." tunjuknya pada jalanan yang masih lumayan jauh didepan mereka.

Disana sudah ada rombongan laki-laki penunggang kuda. Ada banyak juga warga yang menonton kedatangan mereka.

"Eh? Bibi juga gak tau non" bingungnya.

Sekar menyipitkan mata agar bisa lebih jelas melihat siapa orang yang menunggang kuda paling depan di hadapan mereka.

"Kayak kenal..." Sekar menggaruk kepalanya.

"Maaf nak, bibi mau tanya, itu yang di depan rombongan apa ya?" Tanya bi Arum pada salah satu anak muda yang berjalan melewati mereka.

"Bibi tidak tahu mereka?" Tanya anak muda itu tak percaya.

"Kalau bibi tahu ngapain ditanya sama kamu nak!" Geram bi Arum.

Sekar menahan tawanya melihat wanita paruh baya disampingnya yang sedang kesal.

"Itu rombongan tuan muda Langit bi. Mereka sudah kembali dari tugas yang diberikan pak presiden" setelah mengatakan itu dia kembali melanjutkan perjalanannya.

"Jadi selama ini tuan Langit gak ada di Farezta yah? Pantesan gak pernah kelihatan" gumam Sekar.

Sejak kejadian lima tahun lalu sewaktu ia tidak diperbolehkan keluar rumah, selama itu juga ia tidak pernah menemui atau melihat Langit lagi.

"Iya non. Bibi juga pernah dengar kabarnya sih, cuman bibi gak terlalu open" jawabnya.

"Ih si bibi udah bisa ngomong bahasa Barat" ucap Sekar dengan sedikit menggoda.

"Baru juga bisa bilang open non, berarti belum bisa dikatakan mampu itu"

"Hahahaha semangat bi. Nanti Sekar ajari yang lebih banyak deh"

Jarak antara Sekar dengan rombongan Langit sudah cukup dekat, hingga mereka bisa melihat wajah masing-masing dari jarak sedekat itu.

Langit menghentikan kudanya. Ia membeku ketika melihat Sekar tertawa dengan bibi yang mengurusnya.

Jantungnya berpacu dua kali lipat dari sebelumnya. Dia pikir tidak akan pernah bertemu dengan gadisnya lagi, tapi ternyata dialah orang pertama dari sekian orang yang akan ia temui setelah sampai di kota Farezta nanti.

Dimas menatap sang tuan yang tiba-tiba menghentikan kudanya. Lalu matanya ikut melihat arah pandang Langit.

"Astaga pantas saja dia diam begitu" Dimas geleng-geleng kepala. Geli melihat tuannya.

SEKAR Kde žijí příběhy. Začni objevovat