\18\ Hadirnya cinta?

15.8K 1K 25
                                    

Selamat   membaca!💊


Arvin duduk ditepian kasurnya, dia menatap lurus kedepan dimana balkon berada. Dari sini, ia bisa melihat dengan jelas pancaran warna jingga yang masuk kedalam sela-sela kamarnya.

Arvin tersenyum kecil ketika mengingat bahwa kini ia dan Elina sudah menjadi teman.... ya hanya teman. Arvin sebenarnya berniat mengajak Elina untuk berkomitmen namun mulutnya malah menyebutkan kata 'teman' tapi ya sudahlah, mungkin dirinya akan pendekatan dulu dibalik status 'teman' diantara mereka.

Arvin membuka laci nakasnya, dia mengambil poto Elina disana. Ya, dia memotretnya secara diam-diam dan mencucinya untuk dipajang disini.

Arvin terkekeh ketika melihat wajah Elina, kenapa dirinya jadi sebucin ini? Namun beberapa saat senyumnya lenyap digantikan dengan wajah datar ketika ada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya.

"Masuk!" Teriak Arvin dari dalam.

"Permisi den, dipanggil kakek dikamarnya" ujar salah satu maid, Arvin mengangguk sebagai balasan, setelah itu pintu kamarnya tertutup kembali seiring dengan perginya maid tadi.

Arvin menyimpan kembali poto Elina dilaci nakas dan berlalu kekamar kakeknya. Saat sudah tiba disana ia lantas mengetuk pintu kamar kakeknya dan setelah mendengar sahutan dari dalam, barulah ia masuk.

"Kakek manggil Arvin? Ada apa?" Tanyanya bingung sambil duduk disofa kosong disana.

"Besok anak kolega bisnis kakek akan datang ke Indonesia, kamu jemput yah dia" pinta Wirawan sambil meminum teh hangatnya.

"Kok Arvin? Besok kan Arvin harus kekantor dan ke rumah sakit juga" tolaknya

"Ini penting Arvin, ayahnya nitipin dia sama kakek. Kamu jemput dia, nggak lama kok! Setelah itu baru kamu kekantor dan untuk kunjungan ke rumah sakti ditunda dulu" jawab Wirawan.

"Tapi kek-"

"Tidak ada penolakan Arvin. Hanya hari ini saja!"

Arvin menghembuskan nafasnya, gagal sudah rencananya untuk bertemu Elina. Tadinya ia akan mampir kerumah sakit dan menghabiskan waktu dengan Elina sebentar. Namun ia harus mengurungkan niatnya karena perintah sang kakek yang tidak terbantahkan.

"Baiklah" ujar Arvin akhirnya menyetujui.

"Nah begitu dong, besok jam 8 yah. Ajak dulu kemari untuk mampir, perjalanan Jerman-Indonesia tidak lah cepat. Ia pasti lelah"

Arvin lagi-lagi mengangguk tak kuasa menolak, setelah semuanya selesai barulah dia izin pamit keluar. Dia segera menyambar handuknya dan pergi mandi, karena tadi sepulangnya dari rumah sakit dia masih mengenakan jas formalnya yang membuat tubuhnya tak nyaman.

¤¤¤

Arvin bersandar dimobilnya, hari ini dirinya harus berdiri dipelataran bandara sesuai apa yang diperintahkan kakeknya.

Arvin menoleh pada jam tangan yang melingkar dipergelangan tangannya, sudah 20 menit dirinya berada dibandara dan belum ada tanda-tanda bodyguard yang disuruhnya menampakkan wujud.

Ya, Arvin lebih memilih menunggu diparkiran daripada berdesak-desakkan di bandara yang entah kebetulan darimana, bandaranya tengah ramai oleh orang-orang yang berlalu lalang.

Arvin menyeka keringat yang mengalir dipelipisnya, beruntung dia mengenakan kacamata hitam dan itu membuat matanya tidak terlalu silau jika terkena sinar matahari.

Orang-orang banyak yang menyapanya terutama para wanita, namun Arvin sedang tidak mood untuk meladeni mereka yang terbilang genit padanya. Terbukti dari nada yang para wanita itu ucapkan yang membuat Arvin jijik seketika.

Eh, bu Dokter (TAMAT)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon