09. Gadis kecil di masa lalu

Mulai dari awal
                                    

Nafika mendadak kikuk. Bingung mencari alasan apa. Dia benar-benar payah dalam berbohong. Berakhir mengangguk setuju. "Iya, Ma. Fika ambil kotak P3K dulu," katanya lalu melenggang pergi.

Saga hanya bisa diam. Dia tahu apa alasan Nafika menolak mengobatinya. Tapi mau bagaimana lagi, tidak mungkin mereka memberitahu pada Aira jika mereka sedang perang dingin.

"Kamu dan Fika baik-baik saja, kan?" Aira tiba-tiba bertanya. Mereka sedang duduk di sofa sekarang.

"Iya." Saga menjawab pendek. Tidak berminat mengatakan hal itu lebih jauh.

Aira mengulurkan tangannya mengelus kepala Saga. "Jaga adikmu dengan baik, jangan sampai kalian bertengkar." Saga hanya menanggapi dengan anggukan kecil.

Sentuhan itu benar-benar hangat. Aira tidak pernah membeda-bedakan antara Saga dan Nafika. Kasih sayang Aira terbagi rata meski Saga bukan putra kandungnya.

"Mama mau kembali ke kamar dulu, badan Mama juga lelah." Aira berdiri, lantas pergi meninggalkan Saga sendiri. Biarlah Nafika dan Saga mendapat ruang untuk bicara, karena menurut instingnya sebagai seorang ibu, kedua anaknya sedang bertengkar.

Tak lama dari kepergian Aira, Nafika datang dengan membawa kotak P3K. Wajahnya datar, dia juga menghindari kontak mata dengan Saga yang baru saja menatapnya.

Nafika duduk di sebelah Saga. Membuka kotak P3k, mulai mengeluarkan obat dan kapas.

Saga melirik Nafika yang sedang sibuk mengeluarkan obat dari kotak P3K. Cewek itu juga terlihat kebingungan, dia tidak pernah mengobati seseorang.

Pilihan bagus saat Nafika memilih mengambil kapas, memberinya tetesan betadine. "Ini bakalan sedikit sakit, jadi tahan," ucap Nafika memperingatkan. Sebenarnya itu juga salah satu cara untuk menghilangkan kegugupannya. Tangan Nafika terangkat, hendak mengoleskan kapas dengan betadine pada luka Saga.

"Tunggu sebentar, Fika." Saga menahan tangan Nafika.

"Eh? Kenapa?" Nafika bertanya, menyeritkan dahi.

"Lo pernah mengobati orang lain?" balas Saga ikut bertanya. Mendengar itu Nafika tentu bingung, kenapa Saga bertanya hal itu kepadanya.

"Y-ya ... gue pernah mengobati Anna saat dia luka," katanya memberikan alibi gugup. Itu tidak sepenuhnya bohong, jika mengobati yang di maksud Saga adalah membantu memasangkan plaster, jelas Nafika pernah melakukannya.

Saga menghela napas, mengarahkan tangan Nafika ke bawah. "Lo jelas belum paham cara mengobati orang lain, Fika." Saga berdiri, berjalan menuju dapur. Kembali lagi dengan seember air hangat dengan pengompres. Nafika masih berada di posisi menatap Saga dengan seksama.

Saga kembali duduk, mengambil kain yang dipakai untuk mengompres, memasukkan kain itu ke dalam air hangat. Tidak lama, hanya beberapa detik Saga kembali mengeluarkan kain itu, membiarkan sisa air turun. Setelah pas, Saga menggapai tangan Nafika, meletakkan kain pengompres itu di telapak tangan. Saga membantu Nafika mengarahkan kain itu pada memar di wajah Saga.

Jika kalian bertanya bagaimana kondisi Nafika, maka dia tidak baik-baik saja. Ada dua alasan penyebab. Pertama, Nafika ketahuan berbohong pada Saga. Seharusnya sejak awal Nafika tahu bahwa dia tidak pandai berbohong, terlebih lagi yang dibohongi adalah Saga. Orang yang sangat mengenal dia. Kedua, dalam kondisi seperti ini, Saga memegang tangan Nafika lembut, mengarahkan Nafika dengan baik, seakan-akan sedang mengajari Nafika. Jika situasinya baik maka Nafika akan berteriak histeris karena senang.

Dear Nafika badbaby sist!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang