Bela mendudukkan dirinya disamping Amel, dan meraih snack yang belum dibuka. Ia mengunyah, dan menelannya pelan.

"Pernikahan itu bukan ajang perlombaan, mas. Pernikahan adalah ibadah terpanjang dalam hidup. Ini bukan soal siapa cepat dia hebat. Tapi ini soal hati, kesiapan, dan masa depan. Saya gak terlalu mikirin soal ini, sih. Takdir itu udah ada yang ngatur. Kalaupun takdir saya belum menikah diusia segini, saya bisa apa?" jelas Bela santai.

"Setuju!" seru Reyhan.

"Wow, Kak Bela hebat!" cetus Safia memberikan dua ibu jari ke arah Bela.

Mereka semua terkagum-kagum dengan ucapan Bela.

"Sejak kapan lo jadi dewasa gini, Bel?" tanya Beny menatap Bela dengan bangga.

"Iya, aku aja yang lebih tua dari kamu gak pernah sampai kepikiran ngerangkai kalimat kayak begitu." ucap Vita menimpali.

"Iya, bahkan lo ngomongnya santai banget. Kalau gue, pasti udah marah-marah." ucap Nana.

Bela tersenyum bangga. Padahal dia hanya mengatakan apa yang terlintas dalam otaknya saja.

"Gak sia-sia Mbak Arsya nyekolahin saya sampai tinggi." ucap Bela tersenyum.

***

Malam ini, mereka menginap dirumah Reno seperti kebiasaan mereka dulu. Anak-anak mereka dibawa oleh oma opanya pulang.

Hanya mereka yang akan menginap di sini.

"Sudah 5 tahun sejak kepergian Mbak Arsya. Dan kita juga sudah menepati janji kita kepadanya, untuk selalu bahagia. Malam ini, Bela pengen kita ngomong sama Mbak Arsya, kalau semuanya berjalan sesuai dengan kemauannya." ucap Bela menatap langit malam yang penuh dengan bintang.

Malam ini, mereka akan menghabiskan waktu di halaman belakang rumah Reno.

Bela mengatur tempat untuk mereka tiduran, dengan beralaskan tikar.

"Reyhan tiduran diujung, nanti kamu yang mulai. Terus dilanjut Sisi, Safia, saya, Mbak Nana, Mas Sat, Mas Ben, Mbak Vita, Mas Kenan, dan yang terakhir Mbak Amel."

Mereka mulai memposisikan diri untuk tiduran menghadap langit.

"Kak Arsya, Reyhan sudah menepati janji untuk sekolah yang baik dan menjaga keluarga kita. Reyhan sayang kakak." ucap Reyhan dengan nada bergetar.

Kini giliran Sisi.

"Sisi gak punya janji sama Kak Aca. Kemarin kakak datang ke mimpi Sisi, kalau Sisi masih menangis, Kakak akan marah sama Sisi. Sisi janji kak, Sisi gak akan nangis malam-malam karna kangen kakak, lagi."

Reyhan menggenggam tangan adiknya, dan menghapus air matanya yang menetes.

"Safia sudah menepati janji, kak. Safia sekolah yang bener, dan bantuin Kak Bela. Tapi Kak Bela bikin stress Safia, kak. Masa Safia dikasih pekerjaan banyak sama dia. Marahin Kak Bela, kak!!"

Bela terkekeh mendengar ucapan Safia. Ia mengusap air matanya, lalu menghembuskan nafasnya pelan.

"Bela udah tepatin janji Mbak Arsya! Bela sekarang jadi bos yang banyak duit, terus Bela juga sekolahin adik-adik Bela sampai tinggi. Makasih Mbak Arsya, Bela kangen." ucap Bela dengan nada lirih diakhir kalimatnya.

Nana menggenggam tangan Bela, yang dibalas dengan erat oleh gadis itu. Mereka sama-sama saling menguatkan.

"Gue udah tepatin janji gue, Sya. Gue gak cengeng lagi. Lo liat gue sekarang, kan? Gue bahagia. Lo juga kan?"

Satria melirik Nana dengan tersenyum. Ia tau, istrinya itu sedang menahan tangis.

"Gue juga udah tepatin janji, Sya. Gue jaga sahabat lo ini dengan sangat baik. Tenang di sana ya, Sya."

Beny tersenyum menatap satu bintang yang paling terang diantara yang lain.

"Abang udah tepatin janji abang! Abang selalu jagain kakak kamu dengan sangat baik. Abang sayang banget sama Arsya!"

Vita terisak. Ia mencoba mengatur nafasnya yang terputus-putus.

"Kakak kangen kamu, Sya."

Hanya itu yang dapat Vita katakan. Beny menarik tubuh istrinya ke dalam pelukan hangat pria itu.

Kenan meneguk ludahnya pelan. "Aku udah tepatin kemauan kamu dan janji aku. Aku ikhlas. Aku juga udah menikah, memiliki anak, dan mempunyai keluarga kecil yang bahagia. Kamu senang kan?"

Amel menatap mata Kenan yang merah dan berkaca-kaca. Ia tidak merasa sakit hati atau cemburu sama sekali. Ia tau, betapa berartinya Arsya di dalam hidup Kenan. Dan ia juga percaya kalau dia dan Arsya memiliki tempat yang berbeda di hati Kenan.

"Saya Amel, istri Mas Kenan mbak. Saya selalu doain yang terbaik untuk mbak. Terimakasih sudah memberikan saya restu untuk menjadi pendamping hidup Mas Kenan. Semoga mbak bahagia di sana."

Kini, hanya terdengar helaan nafas lega juga isakkan kerinduan.

Rasa rindu yang paling besar adalah, saat kamu merindukan seseorang yang sudah pergi untuk selama-lamanya.

Kamu bisa merancang masa depan sesuai dengan keinginan kamu. Tapi, kamu juga harus memiliki kesiapan, kalau suatu saat nanti semua itu bukanlah menjadi jalan takdirmu.

Pada akhirnya, semua akan kembali ke skenario yang Allah buat. Hanya rencana Allah lah yang terbaik untuk hambanya.

Semua yang datang dari Allah, akan kembali lagi kepada Allah.

SELESAI

Di ceritaku ini, apa yang bisa kalian ambil dan dijadikan pelajaran?

Semarang, 8 Maret 2021
Salam Indah ♡

REGRET [END]Where stories live. Discover now