🌼Dua🌼

57K 7.7K 340
                                    

SELAMAT MEMBACA

"Bi Arum.., Sekar pengen main keluar boleh yah?" Pinta sekar dengan memasang wajah seimut mungkin.

Bi Arum yang gemas dengan Sekar langsung menyetujuinya. "Silahkan nona, tapi ingat jangan main manjat-manjatan lagi yah" ucap bi Arum sambil mengelus surai berwarna putih milik Sekar.

"Baik bibi" jawab Sekar dengan girang. Kaki kecilnya melangkah dengan riang ke taman.

Sudah hampir tiga bulan Stefani berada didalam tubuh Sekar. Dalam tiga bulan ini juga Stefani bahkan sudah mengetahui seluk beluk rumah panggung yang ia tempati saat ini.

Walaupun tempat yang ia tinggali saat ini adalah bekas rumah pelayan, tapi tetap saja rumah ini sangat luas. Didalam rumah ini hanya ada lima orang saja.

Tentu saja ke empatnya adalah pelayan yang menjaga dan melayani Sekar. Walaupun diasingkan, kebutuhan Sekar selalu terpenuhi setiap harinya. Bahkan pakaiannya pun terlihat mewah dan makannya pun enak-enak.

"Ahh aku rindu suasana perang, yaah walaupun hal itu juga yang membuatku kehilangan nyawa untuk pertama kalinya" Stefani bersandar dikursi kayu yang berada di taman.

"Bagaimana kedua orang tuaku saat tau putri satu-satunya telah meninggal mengenaskan dilingkungan perang? Ah pasti mamah sangat sedih"

Stefani adalah anak kedua dari pasangan dokter, ayah dan ibunya juga seorang dokter. Bahkan kakak laki-laki Stefani juga seorang dokter. Jadi mereka sekeluarga adalah dokter. Tapi Stefani orang yang berjiwa bebas, ia ingin membantu orang banyak dengan jasanya. Dia bahkan awalnya bertentangan dengan kedua orang tuanya ketika memutuskan menjadi seorang relawan.

Orang tuanya takut kalau putrinya terluka ketika menjalankan tugas. Tapi Stefani orang yang keras kepala, dan karena keras kepalanya juga akhirnya ia tewas oleh peluru yang menembus jantungnya.

"Ahh bagaimana caranya aku keluar dari tembok sialan ini! Aku tidak suka terkurung seperti ini hingga seumur hidup" Sekar bersedekap dada, bibirnya kini manyun dan terlihat menggemaskan.

Walaupun jiwanya adalah orang dewasa tapi tetap saja badannya adalah anak kecil berusia lima tahun.

Disaat sedang merengut, mata Sekar membola kala mendapati pintu gerbang menuju rumah pelayan terbuka lebar. Ini dikarenakan baru saja seorang pelayan laki-laki masuk membawa gerobak berisi bahan makanan.

Dengan mata berbinar Sekar berlari keluar gerbang. Mencoba bersembunyi agar tidak ada yang melihat.

"Waaahhh rumahnya besar sekali" mata dan mulut Sekar membulat kala melihat bangunan didepannya.

Bangunan yang diyakini sekar adalah rumah utama yang bi Arum maksudkan. Rumah yang seluruhnya terbuat dari kayu berkualitas, begitu juga dengan ukiran-ukiran yang terlihat disetiap papan kayu yang menempel di dinding.

"Bahkan rumahku dahulu tidak sampai seluas ini walaupun kami adalah orang yang berada" Sekar memegang dagunya dengan tangan. "Bisa aku tebak kalau besar rumah ini hampir seluas lapangan sepak bola"

Kaki kecilnya melangkah menusuri taman yang terbentang luas disisi kanan rumah besar itu. Disini tidak ada penjaga, karena kata bi Arum kediaman Biduar bukanlah sebuah kerajaan. Keluarga Biduar hanya seorang menteri dipemerintahan negara ini.

"Kalau rumah seorang mentri saja sebesar ini bagaimana halnya dengan presiden yah?" Gumam Sekar sambil berdecak.

Disaat sedang mengagumi rumah besar dari kejauhan, Sekar tidak memperhatikan sekeliling.

Brukk

Ia terjatuh karena menabrak sesuatu yang besar.

"Aduuhh sakitnya..." ringis Sekar. Ia kemudian menatap orang yang ia tabrak, seketika badan Sekar membeku.

SEKAR Where stories live. Discover now