"Kak..."

"Hmm."

"Berjanjilah padaku, kalau kakak akan tetap melanjutkan kehidupan kakak, setelah aku pergi nanti."

Gerakan tangan Kenan yang membalikkan sosis, terhenti. Ia menatap Arsya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Kakak akan menikah, memiliki anak, dan keluarga kecil yang bahagia. Kakak juga harus mengikhlaskan aku."

"Kenapa?" Kenan menatap Arsya dengan sendu.

"Aku ingin kakak bahagia."

"Meskipun tidak bersama kamu?"

Nafas Arsya tercekat. Kalau saja dia memiliki pilihan, dia akan memilih hidup lebih lama lagi. Tapi, dia hanyalah manusia biasa. Dia adalah tokoh dalam skenario Pencipta.

"Aku akan bahagia, kalau kakak bahagia. Aku akan selalu melihat kakak dari sana." tunjuk Arsya pada langit malam yang penuh bintang.

"Janji, kak?"

Kenan terdiam sebentar, lalu mengangguk. "Sampai kapan pun, kamu akan memiliki ruang dihati aku."

Arsya memeluk Kenan erat, dan menghirup aroma khas pria itu yang pastinya akan ia rindukan.

***

"Paa."

"Apa, sayang?"

"Ikhlaskan aku ya."

Gerakan tangan Surya yang mengusap punggung Arsya terhenti.

"Akhir-akhir ini aku selalu bermimpi aneh. Aku rasa ... waktuku hampir tiba."

"Semalam aku mimpi berada di tempat yang sangat indah. Aku berjalan di taman yang banyak bunganya. Aku tersenyum dan melambaikan tangan pada kalian. Kalian juga membalas lambaian tanganku dengan tersenyum."

"Kalau memang hari ini adalah hari terakhirku, aku ingin menghembuskan nafas terakhirku dipelukan papa. Aku sayang banget sama papa. Aku akan bahagia kalau papa juga bahagia." Arsya mengusap air matanya. 

Surya memeluk Arsya dengan isakkan yang memilukan. Mereka saling berpelukan, sampai tertidur.

Allah, apapun yang Engkau rencanakan, aku yakin itu adalah jalan yang terbaik.

***

Matahari kembali terbit dari timur, menerangi bumi menjadi terang benderang. Suara burung yang berkicau, seolah meenunjukkan kalau mereka sedang bahagia untuk menyambut hari ini.

Surya membuka matanya perlahan, kala sinar matahari menembus dari celah gorden kamar Arsya. Ia menatap putrinya yang sedang tertidur dipelukannya. Wajah damai Arsya adalah obat untuk Surya.

"Arsya, bangun sayang."

Surya kembali menepuk pipi Arsya. Tapi, tidak ada respon yang diberikan oleh putrinya itu. Perasaan takut mulai menyelinap dihati Surya. Perlahan dengan pasti, ia mulai mengecek deru nafas putrinya.

Berhenti.

Tidak. Surya tidak boleh menyimpulkan sembarangan. Ia keluar dari kamar Arsya, dan memanggil Beny. Semalam, mereka memutuskan untuk menginap di rumah Reno.

"Beny!!"

"BENY!!

Beny datang dari halaman belakang dengan sedikit berlari. "Kenapa om?"

"Ikut om sebentar!"

Surya menggeret Beny dan kembali memasuki kamar Arsya. "Tolong kamu cek Arsya. Dia lagi bercanda, ya?"

Perasaan Beny mulai tak enak. Ia mendekati Arsya, dan memeriksa denyut nadi gadis itu. Beny meneguk ludahnya. Ia kembali memeriksa nafas Arsya.

Berhenti.

"Om..."

"Kenapa?"

Beny menatap Surya dengan kosong. "Arsya sudah meninggal."

Surya menatap Beny tak percaya. "Jangan bercanda Beny!!" Teriak Surya mencengkram kaos Beny.

"ARSYA! ENGGAK! ARSYA JANGAN TINGGALIN PAPA!" Surya menangis dan memeluk tubuh Arsya dengan erat.

Setetes air bening jatuh dari sudut mata Beny.

"ARSYA BANGUN! ARSYA JANGAN TINGGALIN PAPA!"

"Arsya ... sayang, bangun."

Beny mengalihkan pandangannya ke arah pintu kamar Arsya, dimana mereka semua datang dengan tergesa-gesa.

Nana berlari mendekati Beny yang terdiam. "Abang, Arsya kenapa?"

Beny diam tak menjawab.

"ABANG!"

"A-arsya ... meninggal."

Nana jatuh tak sadarkan diri di pelukan Beny.

Sela menghampiri Surya, dan memeluk pria itu dari belakang. "Ikhlaskan kakak, pa."

Reno membawa Ratih yang pingsan, ke kamar mereka.

Safia memeluk Reyhan dengan erat. Mereka menangis bersama dalam dekapan itu.

Bela dan Kenan masih diam tak bergerak. Satria mendekati Kenan, dan mendudukkan pria itu di sofa kamar Arsya.

Vita mendekati Bela, dan menarik gadis itu ke dalam pelukannya. "Mbak Arsya gak mungkin ninggalin kita kan, mbak?"

Vita mengusap punggung Bela. "Ikhlaskan Arsya, Bel." bisiknya.

Bela menangis meraung-raung di dalam dekapan Vita.

Sekarang kamu tidak perlu lagi merasakan kesakitan dan kepedihan dalam hidup ini.

Kebahagiaan yang abadi, telah membawamu bersamanya.

Selamat jalan Arsya...
Surga menantimu...

***

Serius, gak bohong. Aku nangis waktu ngetik ini.

Semoga feelnya dapet, ya. Biar kalian merasakan apa yang aku rasakan, sampai nangis bombay.

Jangan lupa vote dan comment.

Mon maap kalo ada typo.

See you next part ❤

Semarang, 8 Maret 2021
Salam Indah♡

REGRET [END]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant