Bab 12

19 7 0
                                    

Senyumannya sudah milik Dirga.

___

Pagi ini Ilham berangkat sekolah dengan menggunakan motor kakaknya yang menurutnya terlalu mewah. Trail. Ya, Ilham menggunakan motor itu, meskipun dia sebenarnya tidak mau, tapi bagaimana lagi ketika kakaknya meminta ia harus menurutinya. Meskipun menolak, ia tetap akan dipaksa dan berakhir harus mengalah.

Ilham sedikit bersenandung guna menghilangkan rasa bosan yang menghantui setiap dia naik motor. Lengkungan bibirnya masih naik ke atas, ingatannya masih sama dengan yang kemarin. Objek semangatnya pagi ini pun masih sama yakni Lusi. Ilham menghela napasnya tanpa ingin menghilangkan senyumannya. "Kenapa selalu wajah lo yang menguasai pikiran gue?" monolog Ilham.

"Gila. Setelah ngedate bareng doi, langsung ganti motor ya," ungkap seseorang dengan tepukan dibahu Ilham. Ilham yang sedang meletakkan helm itu, berbalik dan mendapati Brandon dan Beni yang sedang menyengir kuda. "Ada apa nih?" tanya Ilham.

"Traktirannya ditunggu," jawab Beni serta meninggalkan Ilham seorang yang terbengong di tempat.

"Traktiran apaan sih?" monolog Ilham serta berjalan meninggalkan parkiran.

"Hai!" sapa seseorang serta menepuk pundak Ilham yang membuat si empu memutarkan badannya.

"Hai juga," sapa balik Ilham. Lusi tersenyum kala Ilham menyapanya balik.

"Bareng yuk," ajak Lusi dan langsung dijawab anggukan mantap oleh Ilham. Mereka pun berjalan beriringan dengan ditemani gurauan-gurauan yang dilontarkan oleh keduanya. Lusi itu asik, jadi tak memberatkan Ilham untuk mencari topik pembicaan. Ilham yang pendiam dan Lusi yang ramah, membuat mereka terasa klop.

"Gue masuk duluan ya Ham," ucap Lusi kala sudah berada di depan kelasnya. Ilham tersenyum dan menganggukan kepalanya sebagai jawaban.

"ILHAM! JANGAN KABUR DULU LO!" teriak seseorang yang berada di dalam kelas Lusi. Ilham hendak berjalan pun menghentikan langkahnya dan mengerutkan keningnya, bingung. "Heh! Mana janji lo?" tanyanya serta mengulurkan tangannya, seolah meminta.

"Janji apa Desi," ucap Ilham yang melihat cewek imut yang beberapa hari yang lalu tidak terlihat oleh matanya. Atau mungkin Ilham terlalu fokus terhadap Lusi hingga lupa bahwasannya ada banyak cewek disekitarnya.

"Puisi. Mana puisi buat gue?" ujar Desi serta mengangkat alisnya. Lusi menatap Desi dan Ilham dengan bingung, pasalnya Desi tidak pernah cerita bahwasannya dia mengenali sosok Ilham. Desi dan Lusi mereka berteman sejak masuk masa abu – abu. Bahkan mereka selalu bersama – sama kemanapun. Dimana ada Desi disitu pula ada Lusi, begitu pun sebaliknya.

"Lo kenal dia Des?" tanya Lusi pada Desi dan Desi menoleh pada Lusi dan tersenyum. "Kenal darimana lo? Kok gak cerita sama gue?" tanya Lusi lagi dan Desi menghela napasnya. "Entar gue ceritain," ucap Desi kemudian kembali menatap Ilham dan menengadahkan tangannya lagi.

Dengan entengnya, Ilham pun menampar telapak tangan Desi dengan pelan. "Nih. Puisi," ujar Ilham serta menatap Desi dengan senyum khasnya.

"Gue bilangin Beni ya? Lo gak nempatin janji," ujar Desi dengan mengembungkan pipinya. Hal itu membuat Ilham gemas dengan pipi Desi, dengan wajah polosnya Ilham mencubit pipi Desi sehingga sang empu meringis kesakitan. "Sakittt," rengek Desi membuat Ilha terkekeh geli.

"Makanya sabar. Nanti juga dikasih," jawab Ilham

"Awas aja, kalau lupa. Gue gibeng lo," ujar Desi dan Ilham pun menganggukan kepalanya. "Oke, sana pergi," sambung Desi dan kembali dijawab anggukan oleh Ilham.

"Lus, gue ke kelas dulu ya," pamit Ilham. Lusi menganggukan kepalanya dan tersenyum. Tanpa sadar Ilham pun ikut tersenyum serta melenggang pergi.

"Benar kata lo Ham, senyummu membuat candu," monolog Lusi serta menatap punggung Ilham yang berjalan jauh. Seseorang menatap Lusi dari samping. Lo salah menyukai orang lain Ham, batin orang itu.

"Tau lah yang udah ngedate mah beda," ujar Brandon kala Ilham baru saja duduk dikursinya. Beni yang berada disebelah Ilham menganggukan kepalanya. "Heem, mana langsung dikasih kata-kata manis lagi. Beuh, bakal klepek-klepek si Lusi."

"Apaan sih kalian," ujar Ilham dengan kesal sebab ia terus-terusan diledek.

"Gak mau tahu, pokonya istirahat pertama traktir kita di Wargan," ujar Beni dengan santai dan diangguki oleh Brandon. Ilham menganggukan kepalanya sebagai jawaban.

"Lo pada tahu gue ngasih puisi darimana?" tanya Ilham pada Beni dan Brandon. Mereka berdua saling tatap. "Lo gak liat IGSnya Lusi?," tanya Beni serta menatap Ilham dengan bingung.

Dengan terburu-buru, ia membuka ponsel dan mencari aplikasi yang bernamakan instagram. Ia pun menuliskan nama Lusi dikolom pencariannya. "Gue belum follow ternyata," ujar Ilham.

"Lah, bener-bener baru pemula lo ya ngedeketin anak orang," ujar Brandon serta menggelengkan kepalanya. Ilham terkekeh sebagai jawaban dari ucapan Brandon. Ilham pun langsung menekan tombol follow.

"Terus gimana rasanya jalan bareng gebetan Ham? plus ngasih puisi langsung," tanya Beni dengan raut wajah penasaran. Ilham berfikir sejenak, mengulang kisah semalam yang selalu tersampir dipikirannya, setiap detik. "Biasa aja," jawab Ilham yang membuat Beni kurang puas.

"Terus pas dikasih puisi, jawaban si Lusinya gimana?" tanya Beni lagi.

"Bagus," jawab Ilham.

"Jawaban lo kurang memuaskan," ujar Beni dan kembali memainkan ponselnya.

Bel istirahat pun berbunyi, bertanda pelajaran akan diberhentikan sementara. Banyak orang-orang langsung berhamburan keluar kelas guna mencari makanan yang dapat mengeyangkan perut.

"Jangan lupa traktir di Wargan," ucap Beni untuk kesekian kalinya pada Ilham. Ilham mendengkus kesal. "Iya – iya. Gue tahu." Beni terkekeh melihat raut wajah Ilham yang kesal. "Semoga lo cepet-cepet jadian deh sama doi," ujar Beni serta menepuk-nepuk pundak Ilham.

"Iya. Amiin," jawab Ilham. Mereka pun berjalan keluar kelas guna menuju Wargan—tempat nongkrong ternyaman bagi mereka.

"Ada apaan sih ini?" ujar Brandon kala melihat koridor teramat ramai serta menatap ke arah lapangan.

"Paling juga cowok-cowok lagi maen basket," jawab Beni.

"Tapi kayaknya beda ini mah. Masa seluruh koridornya penuh?" ucap Brandon bingung.

"Yaudah liat aja sih apa susahnya," ucap Ilham dan diangguki oleh Brandon dan Beni.

Mereka pun mencari celah untuk melihat apa yang sedang terjadi dilapangan. Ketika celah itu sudah dapat dan mata mereka langsung terpaku pada dua manusia dengan yang satu memegang sebuket bunga plus berjongkok dihadapan si perempuan.

"Baru aja dido'ain semoga cepet-cepet. Eh, malah kecepetan," ujar Beni serta menatap Ilham yang terlihat datar serta menatap ke arah Lusi.

Ya. Kedua orang itu atau lebih tepat perempuannya ialah Lusi dan menurut pengetahuan Ilham si laki-lakinya ialah seorang ketua basket yang bernama Dirga. Ilham menatap Lusi dengan datar. Benar kata Beni, ia sudah kecepetan. Gadisnya akan menjadi milik orang lain. Perjalan kemarin merupakan awal dan akhir dari kisahnya. Ilham dan Lusi.

"Terima! Terima! Terima!" Teriakan itu membuat Ilham tersadar dari lamunannya. Ia menghela nafasnya, meyakinkan hatinya untuk baik-baik saja.

"Wargan Lah," ujar Ilham dan pergi meninggalkan Beni dan Brandon yang masih nyaman melihat kedua orang yang berada dilapangan itu.

Seseorang yang berada tidak jauh dari keberadaan Ilham tersenyum sendu. "Semoga lo baik – baik aja Ham," ujarnya kala melihat Ilham berjalan menghindari kerumunan dan pergi ke arah Wargan.

"Lesu amat muka lo. Kenapa?" tanya seseorang teman Ilham yang selalu berada di Wargan. Ilham tak bersuara, ia hanya tersenyum tipis dan mendudukan dirinya di kursi plastik.

"Dia tuh galau. Doinya udah ada yang nembak duluan," jawab seseorang yang baru saja masuk.

"Yah. Untuk pertama kali jatuh hati eh pertama kali juga sakithati," ujar Brandon serta menyusul Ilham yang terlihat melamun."Sabar sob."

(I)Lusi (Selesai)On viuen les histories. Descobreix ara