Bab 23

10 6 2
                                    

Kebersamaan yang dimulai dari awal, enggak ada artinya kalau akhirnya kayak gini.

___

Istirahat kali ini, ia memilih untuk membisu di Wargan. Teman-temannya yang senantiasa mengeluarkan berbagai candaan tidak dihiraukan oleh Ilham. Pikirannya sekarang terasa sangat kalut.

"Kenapa lo? Abis pulang dari kelas doi kok jadi gini?" tanya Beni dengan menepuk pelan bahu Ilham dan langsung dijawab gelengan oleh Ilham. "Cerita aja Ham. Gak papa kok," sambung Beni serta duduk dikursi yang kosong.

"Tentang ucapan Dirga kan?" tebak Brandon yang baru saja bergabung. Ilham pun menghela napasnya pelan, ia bisa membohongi keluarganya, tetapi tidak untuk teman-temannya. Mereka tahu, apa yang Ilham rasakan, mereka tahu Ilham sedang dilanda masalah, mereka semua tahu apa yang dialami Ilham meski Ilham belum berbicara apapun.

"Cerita aja. Kita dengerin," sambung Brandon dengan tenang.

Ilham menatap teman-temannya yang duduk lesehan dihadapannya. Ia tersenyum kecil dan menceritakan apa yang sebenarnya mengganggu pikirannya. Mengeluarkan semua pertanyaan yang hinggap dalam pikirannya.

"Kenapa Dirga bawa – bawa gue," ujar Brandon dengan tenang. Ia terlihat tidak emosi, namun terlihat senyuman kecilnya. Ilham menganggukan kepalanya. "Nah, itu yang gue pikirin," ujar Ilham.

"Hmmm, di lihat dari ucapan dan gestur Lusi, kayaknya si bener Ham," ujar salah satu teman Ilham yang berada di Wargan. Ilham menatap sosok yang tadi menyuarakan pendapatnya.

"Menurut gue mah gak deh. Bisa jadi ucapan si Dirga itu bullshit," ujar salah satu teman Ilham juga. Ilham menatap temannya itu dengan raut tanya. "Kan si Dirga mantannya si Lusi, yang mungkin dia gak rela diputusin sama si Lusi dan buat pernyataan itu," sambungnya lagi.

Ilham pun menganggukan kepalanya paham. "Tapi, gue dukung pernyataan yang pertama," celetuk Brandon yang langsung mendapatkan tatapan aneh dari Ilham.

"Kenapa lo berfikir gitu?" tanya Ilham.

"Feeling aja," ujar Brandon.

Ilham menyeritkan dahinya bingung, ia bingung dengan tingkah Brandon. Dia selalu memberikan perkiraan yang negatif setiap pembahasan tentang Lusi, padahal dari pembahasan-pembahasan lain ia selalu memberikan respon yang positif. "Gue mau tanya sama lo. Lo lagi deket 'kan sama Lusi? Dan pernyataan Dirga tentang lo itu benar?" tanya Ilham pada Brandon.

"Atas dasar apa lo nuduh gitu?" tanya Brandon balik. Semua orang yang berada di Wargan menatap Brandon dengan sangat serius.

Ilham menghela napasnya lelah. "Udahlah Bro. Kalau benar juga gak papa. Biar gue langsung mundur, tanpa tarik ulur perasaan gue," ujar Ilham dengan menggebu – gebu.

Brandon tersenyum kecil. "Lo terlalu mudah tertipu Ham," ujar Brandon dengan tenang.

Keesokan harinya, wajah Ilham masih cerah seperti biasanya menampilkan senyuman khasnya sebagai tanda persapaan. Ia menunduk, menatap ponselnya dengan sesekali senyumnya terbit.

"Loh? Kok ada lo?" ucap Lusi dengan kaget. Keberadaan Ilham saat ini ada di rumah Lusi guna mengajak Lusi berangkat bareng, tanpa memberitahu terlebih dahulu kepada Lusi. "Kejutan!" balas Ilham serta melengkungkan bibir. Lusi membalas senyuman Ilham, ia sangat senang atas perilaku Ilham yang ini.

"Yuk berangkat," ajak Ilham serta menggenggam tangan Lusi.

"Dia berangkat bareng gue," ujar seseorang yang baru saja mengeluarkan motornya dari halaman rumah Lusi. Ilham menatap kaget ketika mengetahui siapa sosok yang baru saja berucap itu.

"Naik!" perintah laki-laki itu kepada Lusi. Lusi menatap Ilham dengan senyum manisnya, tidak ada rasa iba pada wajah Lusi, ia terlihat biasa saja. Dan malah mengikuti perintah laki-laki itu.

Ilham tersenyum miris melihat kedua objek yang berada jauh di depannya."Kebersamaan yang dimulai dari awal, enggak ada artinya kalau akhirnya kayakgini."

(I)Lusi (Selesai)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu