Bab 29

13 7 2
                                    

Terlihat selalu bersama, namun tidak bisa menyatu.

___

"Gimana suka gue enggak?" tanya Ilham serta menatap Desi yang sedang serius memakan arum manis. Mereka – Desi dan Ilham sedang berada di taman. Tempat pertama kali Ilham ngedate bersama perempuan. "Gimana ih? Gue butuh jawaban Des," ujar Ilham serta terkekeh geli ketika melihat raut wajah Desi yang menahan kesal dan malu.

"Enggak," balas Desi yang sangat muak dengan ucapan Ilham. Desi pun duduk di kursi yang biasa Ilham tempati di taman tersebut. Bibir Ilham melengkung ke atas, melihat sikap Desi yang terlihat salah tingkah.

Ilham menghela napasnya, berpura – pura sakit hati. "Yah, padahal gue udah suka," ujar Ilham dan langsung mendapatkan tatapan tidak percaya dari Desi. "Tapi bohong," lanjut Ilham dengan raut jahilnya.

Raut wajah Desi mengendur kembali. Rasa senangnya ia kubur kembali, namun sedetik kemudian ia langsung tersenyum, seolah ia baik – baik saja. "Terserah lo," ujar Desi dengan senyuman sendunya.

Desi menghela napasnya, lelah. Ia sudah muak dengan perasaan yang selalu ia pendam. Perasaan yang sudah tiga tahun membelenggu hatinya, bahkan sepertinya rasa ini akan menetap dalam hatinya. "Ham," sapa Desi dengan menatap langit sore yang menemani kebersamaan mereka. Ilham yang dipanggil pun menoleh.

"Lo tahu lagu Tulus yang judulnya sepatu?" tanya Desi pada Ilham dan dengan spontan Ilham menganggukan kepalanya. "Kenapa emangnya?" tanya Ilham bingung.

"Terlihat selalu bersama, namun tidak bisa menyatu. Itu kayak kita," ujar Desi dengan masih menatap langit sore. Ilham mengerutkan dahinya bingung. "Maksudnya?" tanya Ilham.

Desi menghela napasnya. Ilham ini sangat pandai merangkai kata dan memainkan diksi, namun kenapa soal memberi kode dia tidak paham, pikir Desi. "Gue suka sama lo udah tiga tahun," ucap Desi dengan satu tarikan napas.

Ilham yang sedari tadi menyimak apa yang diucapkan Desi menggelengkan kepalanya tidak percaya. "Hoax banget," ujar Ilham kemudian meminu minuman yang berada digenggamannya sedari tadi.

"Gue udah kenal lo dari kita kelas sepuluh. Lo yang selalu bareng – bareng sama Beni dan pelaku yang suka membuat puisi – puisi itu membuat gue penasaran dan seketika kagum. Setiap disekolah dengan diam – diam gue selalu merhatiin lo. Di luar sekolah gue selalu nanyain tentang lo ke Beni, Fadlan dan Brandon," ujar Desi dengan menatap mata Ilham yang terlihat sangat kaget.

"Waktu lo kesiangan dan tabrakan pada saat itu. Hati gue senang banget, bisa hadapan langsung sama seseorang yang dari lama gue idamkan. Gue kira, gue akan bisa berhasil mengambil hati lo, yang menurut Beni hati lo susah untuk dideketin cewek. Namun itu hanya sebatas kira. Setelah itu lo suka sama teman sebangku gue, Lusi. Dari sana gue perlahan mundur, namun kata Beni gue harus maju karena Lusi enggak baik buat lo," sambung Desi dengan masih menatap mata Ilham dengan seksama.

"Dan ini yang mungkin lo selalu bingung. Kenapa selalu ada gue ketika lo sedih. Karena dari awal gue selalu merhatiin lo diam – diam. Dan alhasil gue selalu ada ketika lo sedih. Bahkan gue juga ada ketika lo bersenang – senang dengan Lusi," ucap Desi dengan diakhiri senyuman tipisnya.

"Tapi Des Gue - ,"

"Gue tahu. Gue enggak meminta lo untuk membalas perasaan gue, hanya saja gue mau lo tahu dan ngehargai itu. Menghargai perasaan yang sudah tiga tahun membelenggu hati gue. Gue udah lelah mendam ini Ham," putus Desi dengan sigap Ilham langsung memeluk Desi dengan sangat erat.

"Sorry Des," ungkap Ilham dengan lirih. Desi terkekeh mendengar ungkapan maaf dari Ilham. "Enggak papa," ujar Desi serta melepaskan pelukan Ilham.

"Jangan jadikan perasaan gue sebagai beban Ham. Gue hanya mengungkapkan tanpa ingin dibalaskan. Tenang aja, bentar lagi gue bakal move on," papar Desi membuat Ilham mengerutkan dahinya bingung.

"Kenapa? Kenapa harus move on?" tanya Ilham. Desi tersenyum serta menatap Ilham dangan raut yang sangat tulus akan sebuah harapan. "Karena kita beda," ujar Desi.

"Beda apa?" tanya Ilham masih dengan raut bingungnya.

"Perasaan."

(I)Lusi (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang