Bab 4

20 7 1
                                    

Hanya suka bukan cinta

___

"Wargan yuk?" ajak Beni serta menyeret tangan Brandon dan Ilham yang sedang menulis catatan. Membuat badan keduanya oleng beserta berjatuhannya alat-alat tulis berada di atas meja. "Kampret!" umpat Brandon kala dirinya akan terjatuh.

Brandon menghentakkan tangan yang digenggam oleh Beni dan berjalan menghiraukan Ilham dan Beni dengan raut bingung. "Kenapa dia?" tanya Beni pada Ilham dan dijawab gidikan bahu oleh Ilham. "Yuk. Kejar si Bra," ajak Beni dengan menggandeng tangan Ilham yang membuat sang empu meringis sakit, sebab tangan Beni mengapi dengan sangat erat.

Mereka berdua menelusuri koridor-koridor yang ramai dengan para manusia, pasalnya saat ini bertepatan dengan jam istirahat. Seperti biasa, kehadiran atau keberadaan Beni dan Ilham selalu menjadi atensi setiap orang, apalagi ditambah sesosok Brandon yang selalu masang wajah coolnya. Saking padatnya, tidak sedikit yang tersenggol badan Ilhan akibat seretan dari Beni.

"Ben, santai elah. Ini badan orang disenggol – senggol," ujar Ilham pada Beni yang sedari tadi tersenyum menyapa beberapa orang.

"Aduh!" pekik seseorang dihadapan Ilham. Seseorang itu jatuh terduduk akibat senggolan yang disebabkan oleh badan Ilham. "Lo! Kalau mau senggol – senggolan jangan disini," protes seseorang itu serta berdiri dari jatuhnya.

"Lo sih Ben," ujar Ilham serta melepaskan apitan tangan dari Beni. Beni mengerutkan dahinya, dan menoleh pada seseorang yang baru saja berdiri dihadapan Ilham. "Desi? Ngapain lo berdiri di situ? Ngalangin jalan orang," ujar Beni.

"Halah. Lo juga ngapain main senggol – senggolan," ujar Desi yang membuat Beni terkekeh serta menggaruk kepalanya. Desi memutarkan bola matanya, malas melihat kelakuan absrak Beni. "Lo juga bukannya minta maaf, malah diam kayak patung. Manusia lo?" tanya Desi pada Ilham yang sebenarnya belum sadar yang disebelah Beni itu siapa.

"Oke. Maaf," ujar Ilham. Seketika mata Desi menatap nyalang Ilham. "Ck. Kenapa harus lo yang nyenggol gue," ujar Desi kala menyadari siapa pelaku penyenggolannya. "Ilham," sambung Desi kala membaca name tag dibaju Ilham.

"Hallo Ben, Ham," sapa seseorang perempuan yang membuat Desi akan mengucap berhenti seketika. "Eh, hai," balas Beni dan Ilham hanya tersenyum menanggapinya. "Eum, Ham. Puisi yang di mading buatan lo kan?" tanya perempuan itu dan Ilham mengangguk sebagai jawaban. "Bagus banget. Kali-kali buatin buat gue ya," sambung perempuan itu.

Ilham terkekeh. "Thanks ya, entar kapan-kapan," balas Ilham dan perempuan itu berpamitan guna melanjutkan perjalanannya yang sempat tertunda.

Ya. Ilham penikmat puisi itu selalu memajang karya di papan mading. Sebenarnya, ia malu tetapi Beni dan Brandon terus mendesak Ilham agar memajang karya. Dan terpaksa Ilham pun menurutinya. Setelah itu, ketua OSIS yang bernama Dirga itu meminta Ilham untuk membuat puisi lebih banyak lagi, guna untuk konten madingnya.

Desi langsung terbengong ditempat. Ia baru saja menyadari satu hal. "Bener? Puisi yang di mading buatan lo?" tanya Desi pada Ilham dengan tampang syoknya. Ilham menganggukan kepalanya. "Gila! Gue kagak jadi benci lo deh," ujar Desi. "Ngomong – ngomong bikinin puisi buat gue ya, itung – itung permintaan maaf lo," sambung Desi serta mengambil tangan Ilham guna bersalaman. Setelah acara bersalaman itu, Desi pun melenggang pergi meninggalkan Ilham yang menatap aneh Desi.

"Dia kenapa Ben?" tanya Ilham serta tak lepas memandang punggung Desi. Beni menepuk pundak Ilham. "Dia emang begitu. Aneh," ujar Beni dengan kekehan.

"Ngomongin soal yang tadi, kata gue juga apa! Puisi lo itu bagus," celetuk Beni membuat Ilham terdiam. "Kan persepsi orang-orang beda Ben. Menurut lo bagus, belum tentu menurut si Fadlan bagus juga," balas Ilham. Beni berdecak kesal. "Lo itu," ujar Beni gemas dan Ilham hanya terkekeh geli.

Ilham tahu bahwasannya karyanya 'bagus', namun ia pikir masih ada yang lebih bagus darinya, serta seseorang itulah yang harusnya mendapatkan pujian bagus daripada dia yang masih banyak kekurangannya.

"Kenapa muka lo Ben?" tanya seseorang siswa yang berpenampilan urakan. Beni menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. "Mantap. Good boy kita datang juga," sambungnya kala matanya menangkap sosok Ilham.

Ilham tersenyum dan high five sebagai jawaban serta salam pembuka. Ia berjalan dan melakukan hal serupa kepada semua yang berada di Wargan. "Ada apa gerangan datang kemari?" tanya Fadlan kala Ilham duduk di hadapannya.

"Kenapa sih kalau gue datang ke sini, suka ditanya ada apa?" ujar Ilham yang sedikit kesal. "Kan siapa tahu ada masalah Ham atau butuh pertolongan kita-kita," ujar Fadlan dengan menyesap rokoknya.

"Ngomong-ngomong si Bro kemana?" tanya Ilham yang sedari tadi matanya tak menemukan sosok berwajah cool itu. Fadlan menunjuk seseorang yang sedang duduk dengan earphone terpasang ditelinga serta tangan yang sibuk menyuapkan mie ke dalam mulutnya.

"Gue mau nanya?" tanya Ilham pada Fadlan. Fadlan yang sempat melihat ponselnya pun langsung menatap mata Ilham dan mengangguk. "Lo kenal cewek yang namanya Lusi?" Pertanyaan Ilham membuat Fadlan melotot dengan raut terkejut.

", GUSY, GUSY. SI GOOD BOY KITA SUDAH BESAR TERNYATA!," teriak Fadlan yang langsung menjadi atensi semua orang di wargan dengan raut bingung. "Doi, nanyain cewek dong. Sesuatu yang berlian bukan?" sambungnya dengan masih antusias. Sedangkan sosok dihadapannya menunduk malu. Kalau gini jadinya, sumpah Ilham tak ingin curhat kepada Fadlan. "Fadlan kampret!" umpat Ilham.

"Alhamdulillah. Puji Tuhan. Do'a gue diijabah juga," ucap Beni dengan diakhiri sujud syukur.

"Sumpah kalian norak banget," ujar Ilham kala melihat raut wajah teman-temannya yang menurutnya sangat norak, ditambah perilaku si Beni.

"Nama ceweknya siapa Dlan?" tanya Brandon.

"Lusi," balas Fadlan dan membuat semua menyeritkan dahinya. Pasalnya disekolah nama Lusi sangat banyak.

"Ceritakan cepat!" ujar Brandon dan Beni bersamaan. Semua orang disana mengangguk dan duduk lesehan di lantai, sedangkan Ilham berada di kursi. Persis, seperti guru yang sedang bercerita dongeng pada anak-anaknya. "Cerita apaan anjir. Gue cuma nanya kenal Lusi apa enggak," ucap Ilham, berusaha mengelak.

"Ayolah! Kita ini ingin jadi saksi perjalan kisah cinta lo," ujar salah satu teman Ilham. Ilham tersenyum sebagai jawaban, dengan ragu-ragu ia pun mencoba bercerita. "Katanya nama dia Lusi, pengurus OSIS," ujar Ilham pendek. Membuat semua uang berada di wargan melongo, mereka kira Ilham akan bercerita panjang lebar, seperti mencari luas persegi panjang.

"Gitu?" tanya Beni dan dijawab anggukan oleh Ilham. "Gak seru!" sambungnya.

"Itu si Lusi temen sekelas gue," jawab Fadlan, "mau nomorponselnya gak?" tawar Fadlan, namun dijawab gelengan oleh Ilham. "Kayaknyatipe dia bukan yang kayak gue deh."

Tbc

Mau bikin hati orang seneng gak? Kalau mau, coba tambahkan cerita ini ke perpustakaan atau reading list kalian, terus klik bintang kalau bisa komennya juga. Yakin deh, hal itu membuat hati orang lain seneng bahkan sampe jingkrak-jingkrak. hehehe.

Terima kasih yang sudah membaca dan melakukan hal yang tadi disebutkan.

Sampai jumpa di part selanjutnya.

-me, titan

(I)Lusi (Selesai)Where stories live. Discover now