Limerence : Chapter 66

46 10 0
                                    

Nanda berbaring di ranjang, bibir nya yang pucat dia paksa kan melengkung membentuk senyuman. Mata nya menatap Gilang sayu, mengelus jemari Gilang menenangkan. Memberitau jika dia sudah merasa lebih baik. Alat bantu pernapasan sudah berkurang setelah Nanda melewati kondisi kritis seminggu yang lalu. Semua sekeluarga menjaga Nanda bergantian. Bahkan nenek Gilang yang cerewet nya kayak ngajak orang nikah itu mau menjaga Nanda tanpa banyak bicara.

Nenek duduk di sisi kanan ranjang Nanda, bersebrangan dengan Gilang. Dia memangku semangkuk mangga setengah matang, sesekali memakan nya lamat-lamat dengan mata menatap Nanda. Terlihat sengaja melakukan nya. Gilang yang melihat nya menahan tawa. Sedangkan Nanda sudah meneguk air liur berkali kali. Mendoktrin di pikiran nya jika itu bukan lah makanan yang sehat. Tapi saat nenek sekali lagi memakan satu potong mangga dengan erangan nikmat, Nanda merengek. Menoleh pada Gilang dengan mata berkaca-kaca. "Aku mau..."

Nenek tertawa terbahak. Menyodorkan sepotong mangga di depan mulut Nanda. Dia sudah membuka mulut nya, siap menerima potongan mangga, toh yang dia pikir hanya sepotong, tidak terlalu berpengaruh, tidak ada dokter yang akan memarahi nya nanti. Tapi niatan nya terhalang saat Gilang sudah maju memakan mangga nya, dia kembali duduk, tersenyum menatap Nanda yang melototi nya. "Kamu nggak boleh makan yang ada rasa nya. Inget?"

Nanda lupa kalau suami nya itu dokter. Nanda berdecak pelan, mencubit tangan Gilang. Nenek yang melihat kelakuan Gilang melotot, dia menepuk bahu Gilang keras. "Cucu aku ngidam loh ini! Kalau nggak di turutin nanti anak kamu ngeces-an, mau punya anak yang kayak gitu?"

Nggak peduli. Gilang ingin sekali mengatakan itu. Karena kelalaian nya dalam membuat keputusan, Gilang sudah tidak peduli dengan bayi nya. masa bodoh dengan tidak memiliki anak seumur hidup nya nanti, Gilang bisa mengadopsi anak di panti asuhan. Ada banyak cara untuk mendapatkan anak. Jadi, sekalipun anak nya mati, Gilang tidak terlalu mengambil pusing.

Gilang tersenyum. Tidak mungkin dia mengatakan nya langsung di depan Nanda. Kesehatan Nanda sudah sedikit membaik, Gilang tidak ingin memperburuk nya dengan memberitau dia tidak peduli. Menoleh pada nenek, Gilang berucap dengan nada bergurau. "Enggak lah, nek. Lagian yang kayak gitu kan cuman mitos doang. Kalau beneran anak aku ngeces-an, itu berarti memang ada yang salah sama tubuh nya."

Nenek melempar garpu di tubuh Gilang. "Kamu itu! Dibilangin orang tua nggak nurut malah ngebantah! Nggak semua hal yang aneh itu berhubungan sama penyakit! Lihat ibu kamu itu, dari kecil sering sakit-sakitan, giliran di periksa cuman masuk angin doang. Eh pas nama ibu kamu di ganti, sampai sekarang udah nggak pernah sakit lagi!"

Gilang melirik ibu nya yang tertunduk malu di sofa. "Itu cuman kebetulan aja."

"Nggak ada yang nama nya kebetulan." Nanda suara nenek menjadi datar, dia tidak berekspresi saat menatap Gilang tajam. "Mitos terkadang benar. Kepercayaan orang tua itu yang terbaik. Sama kayak Nanda, dia kayak gini karena ada hal yang harus dia lakuin. Nggak ada penyakit tanpa alasan yang jelas, percaya sama orang yang lebih tua. Nanda itu-"

"Nek." Gilang memanggil. "Sama kayak apa yang nenek bilang, semua penyakit ada alasan nya. Dan alasan Nanda kayak gini itu karena kecelakaan yang dulu. Berhenti menyangkut-pautkan suatu penyakit sama hal yang nggak semua orang tau itu ada atau enggak."

"Gilang, kamu harus percaya sama keputusan yang udah kamu buat. Jangan menyesali keputusan kamu padahal kamu tau itu yang terbaik." Nenek melirik Nanda melalui ekor mata nya, lalu kembali memusatkan pandangan nya pada Gilang. "Aku tau apa yang kamu pikirin. Sebagai orang yang lebih tua, nenek cuman bisa ngasih saran dan dukungan."

Wajah Gilang menjadi pias. Kening nya berkerut. Gilang menatap sekitar, enggan bertatapan langsung dengan nenek nya. Nenek tersenyum. "Jadi, apapun yang terjadi, itu sudah yang terbaik."

Limerene : After You (END)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora