Limerence : Chapter 62

44 8 0
                                    

Gilang segera menggendong Nanda ke mobil nya, mengambil kunci mobil di laci kamar, tak lupa dia memasang alat vital yang sudah dia pasang di tubuh Nanda. Dengan cepat dia menghidupkan mesin, mengendarai mobil keluar dari pekarangan rumah nya tanpa berniat menutup pagar nya terlebih dahulu. Mata nya sesekali melihat ke belakang dari kaca spion, menatap layar monitor, memantau keadaan Nanda.

Dia menekan klakson kasar saat mobil di depan nya berhenti terlalu lama di lampu merah. Mata nya memerah. Menggeram, Gilang memilih jalan di samping. Melaju cepat melewati sekumpulan polisi yang mengatur jalan nya lalu lintas. Masa bodoh dengan pelanggaran. Nyawa Nanda lebih utama sekarang. Gilang tetap mengemudikan mobil nya cepat, tidak peduli meskipun satu mobil dengan suara sirine khas polisi membuntuti nya dari belakang. Berkali-kali polisi itu menyebut plat nomor mobil nya menggunakan pengeras suara, meminta nya untuk berhenti. Gilang tidak peduli. Dia malah semakin menambah kecepatan saat sampai di tikungan terakhir menuju rumah sakit.

Gilang memarkirkan mobil nya asal. Dia keluar mobil, menutup nya kasar lalu berhenti saat mobil polisi menghalangi jalan nya. Salah satu polisi keluar dengan wajah kesal. "Pak, anda bisa saya beri denda berat karena berani melanggar lalu lintas dan mengabaikan peringatan polisi."

Melemparkan kunci mobil nya kesal, Gilang melompati kap mobil polisi, berjalan cepat menuju sisi lain mobil nya. Gilang membuka pintu mobil, melepas alat yang terpasang di dada Nanda, lalu menggendong nya memasuki rumah sakit. Kedua polisi yang tadi mengejar nya ikut masuk ke rumah sakit, masih tidak terima dengan perlakuan Gilang pada mereka.

Rian dan Vira yang sedang bertugas menjaga UGD terkejut dengan kedatangan Gilang, belum lagi dengan Nanda yang ada di gendongan Gilang. Tidak ada dokter pelatihan, mungkin mereka sedang istirahat. Rian mendekat, membantu Gilang yang memasang alat di tubuh Nanda. "Ada apa?"

"Kelelahan. Dia liburin pembantu gue, bersih-bersih rumah sendiri, nyuci mobil gue, ngurus pekarangan rumah, gue sampai tadi dia malah ngecat pagar rumah." Rian berhenti bergerak. Dia mendongak menatap Gilang yang sibuk memasang alat nya sendiri. "Kelelahan terus keluar darah kayak gini?"

Gilang mengangguk tanpa melihat Rian. "Gejala pertama setelah bertahun-tahun jantung nya menurut. Gue nggak tau mana yang salah. Jadi, bisa lo bantu gue?"

Kaki Rian terulur. Menggeser besi yang menghentikan roda ranjang untuk bergerak. "Yang satu nya juga." Gilang menurut. Dia menendang keras besi di sisi roda. Tangan nya membawa alat tanda vital Nanda, ikut mendorong saat Rian menuntun ranjang Nanda memasuki rumah sakit lebih dalam. "Mau gimana?"

"Echo."

"Nggak ada masalah buat bagian itu."

"Gue cuman mastiin." Rian menatap Gilang, menenangkan teman nya itu lewat sorot mata nya. "Cuman mastiin nggak ada hal buruk yang terjadi sama istri lo. Gue harus ngelakuin segala hal yang bisa buat kita tau dimana kesalahan jantung nya. Gue punya hutang sama lo, Lang! Biarin gue bales hutang gue sekarang."

"Pak! Bapak masih ada urusan sama saya loh." Polisi yang berdiri di belakang mereka berujar sewot. Gilang mendelik, membiarkan Rian membawa Nanda untuk pemeriksaan lebih lanjut. Dia berbalik, menatap polisi dengan perut buncit di depan nya. "Bapak nggak liat saya sibuk?"

"Kamu sendiri yang bilang kalau dia cuman kelelahan." Gilang menghela napas. Dia mengepalkan tangan nya. Berbalik, berjalan cepat menghampiri polisi itu, Gilang memberikan tinju nya ke pipi polisi yang sedari tadi merecoki nya. Mengibaskan tangan nya santai, Gilang menyeringai. "Pembalasan. Udah kesel gue."

Mengambaikan polisi yang sudah mencak-mencak di belakang nya, Gilang mengikuti Rian. Berjalan cepat dengan gigi gemeletuk, dia menunggu di luar lab. Menunggu hasil. Setelah satu jam berlalu, Rian keluar. "Hasil nya udah keluar. Masuk, lo liat sendiri."

Limerene : After You (END)Where stories live. Discover now