Limerence : Chapter 56

51 11 0
                                    

Nanda bersikap seperti biasa nya. berangkat bekerja lebih pagi dari biasa nya, pulang selalu menunggu Gilang dan membantu senior lain di ruang UGD. Nanda selalu tersenyum pada pasien, tetap bersabar saat ada wali yang membentak nya, dia melakukan pekerjaan nya dengan baik.

Tanpa tangisan. Tanpa air mata.

Dan itu yang Gilang khawatirkan.

Kehilangan pasien di depan mata nya sendiri bukan nya suatu hal yang bisa di anggap remeh. Apalagi Nanda mengalami nya saat dia baru memulai karir nya sebagai dokter, tekanan mental yang dia alami seharus nya lebih besar, terlebih ini pertama kali dalam hidup nya. Perasaan terus menyalahkan diri karena tidak bisa menyelamatkan seseorang itu akan terus menghantui bertahun tahun lama nya. Gilang tau itu. Pertama kali Gilang kehilangan nyawa pasien di UGD, dia tidak bekerja lebih dari sebulan.

Gilang menatap Nanda dari kejauhan, memperhatikan bagaimana senyuman palsu yang Nanda berikan kepada pasien. Samar samar Gilang mendengar Nanda tertawa canggung, menanggapi candaan yang wali lontarkan pada nya.

Ini sudah jam 5 sore, waktu dimana para koas dan perawat pelatihan sudah pulang ke rumah mereka. Tapi apa yang Nanda lakukan disana? Menunggu Gilang? Suami nya itu sudah bilang untuk bersenang senang dengan teman nya, atau paling tidak harus mengistirahatkan tubuh nya. Gilang melirik jam dinding. Operasi terakhir nya sudah selesai sekitar dua jam yang lalu dan dia sudah berdiri di sana kurang lebih 15 menit. Nanda tidak menyadari nya, entah apa yang dia pikirkan. Merasa membuang buang waktu, Gilang berjalan mendekat. Meraih tangan Nanda setelah menyapa ketua penanggung jawab UGD. Kaget, Nanda menyentak tangan Gilang. "Ada apa?"

"Nggak pulang kamu?" Nanda menyerngit. "Ini baru jam 3, aku pulang nya jam 4. Kamu ngapain disini? Operasi nya udah selesai?"

Gilang meraih tangan kanan Nanda. Memperhatikan jam tangan Nanda yang terus berdetik di angka yang sama. Gilang berdecak. "Jam kamu rusak. Ini sudah jam 5 lebih, operasi aku udah selesai dari tadi. Sekarang kita pulang."

"Pasien yang ini belum aku tangani, kamu tunggu dulu ya, aku selesai in dulu."

Gilang mencekal tangan Nanda sebelum istri nya itu kembali berkutat dengan luka terbuka pasien. "Banyak dokter disini, mereka yang bakalan gantiin kamu. Sekarang kita bisa pulang."

"Nggak bisa! Aku nggak mau abaiin pasien aku, aku yang nanganin dia, jadi harus aku selesai in. Ini tanggung jawab aku."

Nanda melepaskan rasa frustasi nya dengan mengambil alih semua pasien yang dia mampu, mengobati mereka sebisa mungkin, memberikan pelayanan dan kenyamanan pada pasien, selalu melakukan yang terbaik sebagai bentuk pertanggung jawaban nya.

"Rian bisa gantiin kamu."

Nanda menggeleng. "Kan aku bilang ini tanggung jawab aku."

Gilang menggenggam kedua tangan Nanda, mengecup punggung tangan nya sayang. "Kita pulang ya?"

Luluh. Nanda mengangguk, berpamitan kepada ketua UGD dan menghampiri Gilang yang menunggu nya di parkiran.

"Aku abis beli bola basket kemarin, mau main?" Gilang memulai pembicaraan, mata nya menatap khawatir Nanda yang terus terusan menatap keluar jendela. Tatapan mata nya kosong, jelas sekali jika dia sedang melamun.

"Sayang?" Gilang memanggil. Tak ada respon, Gilang menyentuh tangan Nanda. Membuat di pemilik terlonjak kaget, lalu membiarkan Gilang menggenggam tangan nya. Merasa nyaman dengan usapan ibu jari Gilang di tangan nya, Nanda memejamkan mata. "Kenapa?"

Gilang tersenyum, memaklumi. Mental Nanda tidak dalam kondisi baik sekarang. "Mau main basket?"

"Kamu tau aku nggak bisa main nya."

Limerene : After You (END)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt