Chapter 9 : Persimpangan

101 41 15
                                    


.

.

Happy Reading :)

~~~

"Heh! Lu kalo ngomong jangan ngaco!" Nadanya kian meninggi.

Seluruh mata berpusat pada dua gadis yang tengah saling melempar kalimat-kalimat penuh emosi.

"Emang itu faktanya kan? Kalo Noura itu anak broken home? Makanya dia caper sama semua guru biar dianak emasin! Keluarganya aja berantakan apalagi masa depannya!"

Gadis itu bersumpah serapah. Tangannya menunjuk ke arah sembarangan.

"Lu kalo iri ya usaha. Lampauin tuh Noura pake prestasi. Bukan Cuma bacot doang!"

Keributan terdengar sampai ke luar kelas sepagi ini. Sialnya, topik perdebatan mereka adalah aku.

Telapak tangan melayang dan hampir mendarat ke pipi Alya. Untungnya aku datang tepat waktu. Aku genggam tangan kasar itu dan tak biarkan lepas.

"Lepasin!" berontaknya. Ku tatap matanya tajam. Aku buang tangan itu sembarangan.

"Gue emang anak broken home? Emang kenapa? Apa pernah gue gangguin lo sampe lo segitunya sama gue?"

Aku naik darah. Sudah sekian kali Karin mempermalukanku di kelas seperti ini. Tangannya menggenggam erat. Aku bersiap segala kemungkinan. Beberapa detik berlalu, dia balik punggung dan pergi.

"Woi kemana lu!"

"Udah, udah, Ya. Ga perlu dikejar. Buang-buang tenaga." Cegahku menarik tangan Alya.

"Dasar bocah kurang ajar. Mentang-mentang orang kaya, dimanja, jadi seenaknya sama orang!" kutuk Alya.

"Hmm."

"Lu gak papa, Ra?"

"Gak papa Ya."

"Kok muka lu kusut gitu?" Alya menerawang mataku. Nampaknya, ikatan batin antara kami berdua telah terjalin kuat. Kadang, kami memiliki bahasa sukma yang tak pernah diketahui makhluk bumi lainnya. Seolah, aku bisa tau jika Alya sedang ada masalah. Begitupun sebaliknya.

"Gak papa kok, Ya. Gue baik-baik aja," ujarku meyakinkannya.

"Lu jangan bohong. Keliatan banget dari mata lu," jawabnya tak percaya.

"Hmm."

"Kalo ada masalah tuh cerita Ra. Lu kan sahabat gue. Terus apa gunanya sahabat kalo ga saling berbagi suka dan duka?" Alya mencecarku.

Aku menatapnya. Dia balik menatapku meyakinkan.

"Ntar di kantin pas istirahat deh gue cerita. Traktir gue ya!" Aku menyeringai.=

"Dih, kebiasaan lu."

Aku meletakkan tasku di tempat dudukku. Alya duduk dan merebahkan punggungnya di kursi.

"Eh iya. Gue istirahat mau ngadep ke kepala sekolah Ya." Aku duduk di sampingnya.

"Haduh gak tau lagi deh gue sama lu Ra." Alya geleng-geleng kepala mendengar ucapanku. Yah, mungkin memang terdengar terlalu sibuk. Tapi jujur, aku sangat bersyukur dengan kesibukanku selama ini.

"Event terakhir nih Ya. Kudu maksimal.

"Terserah lu deh Ra." Alya mengeluarkan gawainya.

"By the way, kelas kita adem ayem aja mau bazar? Ga ada yang bahas bahas stand, menu makanan atau apa gitu?"

Ketika Bintang Kehilangan CahayanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang