Chapter 4 : Auditorium Besar

146 50 11
                                    

Rendi :

Biar aku tebak. Pasti lagi belajar, kan?

Noura :

Dih, sotau.

Rendi :

Emang apa yang dilakuin Noura selain belajar?

Noura :

Ya masa 24/7 belajar doang? Kan ga mungkin, Ndi. Emang aku detective conan?

Rendi :

Ga nyambung, Ra

Noura :

Di sambung sambung in aja. Hehe.

Rendi :

Tapi ini lagi belajar kan?

Noura:

I-iya, sih.

Rendi :

Nah kan wkwk

Noura :

Minggu depan tau lombanya, harus serius. Ga boleh ngecewain sekolah, temen-temen dan semua orang yang udah percaya.

Rendi :

Siap bu! Semangat yaa

Noura :

Lah, kamu ga belajar? Kan ikut lomba juga? Astronomi lagi. Kan harus ngitungin bintang

Rendi :

Ga gitu juga ya, tolong 😭

Aku tertawa membalas pesan-pesan itu. Dia benar-benar menggemaskan. Untung saja dia tidak ada disampingku.

Aku dinyatakan lolos seleksi internal dan terpilih mewakili sekolahan untuk lomba sains dan bahasa Inggris cabang fisika yang diselenggarakan oleh universitas ternama di Indonesia. Rendi pun demikian, hanya saja dia di cabang astronomi.

Aku heran, kok bisa-bisanya dia masih santai. Atau mungkin, dia hanya memperlihatkan sisi-sisi malasnya agar dilihat pemalas, padahal dibalik itu dia belajar dengan rajin? Mungkin, ya. Yang jelas, selama aku mengenalnya, dia itu cerdas.

Di sekolah, kami para peserta diberikan jam khusus untuk bimbingan belajar bersama guru pembimbing sesuai mata pelajaran. Untung saja, guru pembimbingku bukan guru killer. Beliau begitu ramah dan menyenangkan. Seorang wanita muda yang baru saja selesai menempuh jenjang S2-nya di bidang fisika.

Ingin sekali aku mengikuti jejaknya, namun dengan mimpi yang lebih tinggi.

"Kak, bantuin tugas nggambar dong," seru Firman.

"Kakak lagi fokus buat lomba dek. Tiga hari lagi tau." Jawabku sedikit kesal.

"Bantuin adikmu sana Ra, bentar aja." Ibuku membela adikku.

"Tapi bu..."

"Jangan egois!"

Aku menundukkan kepalaku dalam-dalam. Terpaksa sekali harus beranjak dari meja belajarku saat sedang fokus-fokusnya. Rasa takutku kepada ibu lebih besar.

"Mana?"

"Ikhlas ngga kak?"

"Enggak lah."

"Harus ikhlas kak. Firman doain lombanya menang deh!" ucap Firman sambil nyengir.

"Untung adek gue. Kalo bukan..."

"Kalo bukan kenapa kak?"

"Kalo bukan, pasti udah kakak rebus, dikasih telor sama kuah!"

Aku mengambil alih tugas Firman. Kenapa harus aku? Padahal dengan seperti ini aku seperti halnya mengajarinya untuk tidak bertanggung jawab. Ini kan tugasnya, bukan tugasku. Apalagi, aku juga sedang fokus untuk lomba.

Ketika Bintang Kehilangan CahayanyaWhere stories live. Discover now