"PERGI!!!"

Kenan menajamkan pendengarannya, itu seperti suara Arsya.

"PERGI!!!"

Benar, itu suara Arsya. Apa dia sudah melewati masa kritisnya? Tapi kenapa berteriak-teriak seperti itu?

Kenan dapat melihat, ada 2 wanita dewasa yang menangis disana. Dia juga melihat Nana ada di sini. Kenan benar-benar bingung. Haruskah dia ke sana, atau pulang saja? Kenan rasa, waktunya untuk memperjuangkan Arsya belum tepat. Ia membalikkan tubuhnya, dan ingin melangkahkan kakinya, sebelum suara Nana memanggil namanya.

"Kak Kenan!"

Nana menghampiri Kenan, yang sudah berbalik menatap dirinya. "Kenapa putar balik?"

"Arsya kenapa?"

Nana terdiam sebentar. Apa Kenan bisa membantu dirinya, menenangkan Arsya? Tapi Kenan pasti akan tau kondisi Arsya. Demi kebaikan Arsya, Nana harus meminta tolong Kenan. Biarlah urusan berhasil atau tidaknya dipikir nanti.

"Kak Kenan ikut gue!"

Nana menggeret tangan Kenan mendekati keluarga Arsya. "Om, tante, maaf sebelumnya. Ini Kak Kenan, pacar Arsya. Nana mohon izin, untuk Kak Kenan menenangkan Arsya, boleh?"

Kenan menatap Nana terkejut. Begitu juga dengan yang lain. Pacar darimana? Nana memang tukang ngawur!

"Pacar?" tanya Surya menatap Nana dan Kenan bergantian.

"Iya om, mereka sudah lama pacaran. Tapi Kak Kenan baru bisa ke sini, karna kemarin ada pekerjaan diluar kota."

Kebohongan apa lagi ini? Ya Allah, bagaimana bisa Arsya punya teman tukang bohong seperti Nana. Malangnya nasibmu, Arsya.

"Tolong ya, Nak Kenan. Tenangkan Arsya."

Kenan mengangguk kaku. Tangannya kembali digeret oleh Nana. Selain tukang bohong, Nana juga menjelma menjadi tukang geret.

Nana berdiskusi sebentar dengan dokter dipojok ruangan Arsya. Ditengah sana, ada Arsya yang dikelilingi oleh suster. Mereka mengikat tangan dan kaki Arsya diranjangnya.

"Kak, gue udah ngomong sama dokternya. Kalau Arsya berontak, dan ingin mencelakai lo, lo menjauh ya. Nanti gue jelasin semuanya, setelah lo berhasil nenangin Arsya. Gue mohon bantuan lo, kak. Karna kami semua gak ada yang bisa tenangin dia."

Kenan menganggukkan kepalanya sekali. Beberapa menit kemudian dokter, suster, dan Nana keluar dari ruangan Arsya. Meninggalkan Kenan yang diam dipojokan, dan Arsya yang berteriak-teriak di atas ranjangnya.

Kenan melirik Nana, dan keluarga Arsya yang berdiri didepan pintu, melihat dirinya. Nana menggerakkan bibirnya, mengucap kata 'Semangat' kepada dirinya. Kenan mendekati Arsya, dan duduk dikursi samping ranjang Arsya. Parcel buah yang dibawanya tadi, sudah ia letakkan di atas meja nakas dekat ranjang Arsya.

"Arsya ..."

Arsya bergerak-gerak mencoba melepaskan tangan dan kakinya. "AKU GAK GILA!"

Kenan berdiri dan menahan tubuh Arsya yang bergerak-gerak. "Arsya, hey, tenang! Ini aku, Kenan."

Arsya menghentikan pergerakan tubuhnya. Dia menatap Kenan dengan mengerutkan keningnya. "Kamu siapa? Kamu pasti orang gila, ya?"

Hati Kenan mencelos. Sekarang dia tau, apa yang terjadi dengan Arsya. Ya Allah ...

"Arsya ini Kenan. Ini Kak Kenan. Kamu lupa sama aku?"

"Kamu penjual cilok? Aku mau cilok!" seru Arsya dengan mata berbinar.

REGRET [END]Where stories live. Discover now