01

4.3K 227 2
                                    

Rai's POV

Ikuti alurnya.

Entah sejak kapan, satu kalimat itu selalu berputar di kepalaku. Apa maksudnya, aku juga tidak tahu. Tapi meskipun aku tidak terlalu memahaminya, aku bisa sedikit mengerti. Mungkin itu artinya, aku harus mengikuti alur kehidupan ini, tidak peduli seaneh apapun jadinya, meskipun tidak logis, tidak masuk akal, meskipun aku sendiri muak dengan kehidupan itu.

Ikuti alurnya.

Entah sejak kapan, aku berdiri di sebuah ruangan. Di kelas lebih tepatnya. Kulihat ke sekitar, banyak orang yang menatapku. Kuusap kedua mata yang terasa penat, rasanya seperti bangun dari sebuah mimpi yang panjang. Mimpi yang kosong.

"Hatsune, apa kau baik-baik saja?" suara yang bulat, tegas, namun menyiratkan rasa khawatir.

Oh iya, namaku Hatsune ya? Hatsune Rai. Tapi hanya itu yang kutahu. Kenapa aku di tempat ini? Kenapa aku berdiri?

Ikuti alurnya.

Ikuti alurnya, apa maksudnya?

"Aku... mengikuti alurnya..." eh? Kenapa aku malah mengungkapkannya?

"Alur?" dapat terasa kekhawatiran semakin bertambah di dalam satu kata itu.

Dia guru ya? Sepertinya orang yang baik.

Dan orang-orang ini, yang sejak tadi memperhatikanku terus. Ada yang wajahnya menunjukkan kekhawatiran, ada yang penasaran, ada yang tidak suka, ada yang merasa terganggu.

"Agusa, tolong antarkan Hatsune ke UKS ya."

"Baik."

Perempuan bernama Agusa ini, meraih tanganku dan merangkulkannya ke bahunya. Oh, setidaknya dia tidak menunjukkan rasa tidak suka.

Dalam perjalanan, aku hanya dapat melamun. Inilah yang kupikirkan. Semuanya. Tidak jelas. Siapapun beritahu aku. Aku harus bertanya.

"Umm."

"Ada apa?"

"Bisa kau beritahu aku? Apa yang terjadi?" Agusa terdiam, ia nampak berpikir. "Sebelum aku berdiri seperti tadi, bagaimana sebelumnya?" pertanyaanku kuperjelas. Meskipun aku sendiri kurang yakin, apakah dia mengerti maksudku.

Agusa nampak ragu-ragu, namun pada akhirnya ia berbicara.

"Sebelumnya, guru memintamu untuk berdiri dan menjabarkan pendapatmu tentang materi yang sedang dibahas."

Hening. Bunyi sepatu mengisi keheningan itu. Aku berpikir lebih dalam.

"Mungkin ini agak aneh, tapi sebelumnya bagaimana sikapku?"

"Eh?"

Agusa mengerjap, menatapku kebingungan, senyuman yang bengkok terukir di wajahnya.

"Hatsune-san, kau... apa kau sakit?"

"Tidak...."

Hening.

Aku harus tahu.

"Ini memang aneh. Apa sebelumnya aku bukan seperti ini?" aku juga ikut bingung sendiri dengan pertanyaan yang kulontarkan. Namun kuharap ia memberikan jawaban yang cukup untuk....

"Hatsune-san, kau adalah orang yang baik. Selalu ceria, tersenyum, ramah dan membantu orang. Orang terpintar di kelas. Meskipun begitu, kau menolak untuk menjadi ketua kelas atau semacamnya" Agusa tersenyum.

"Bisa kau ceritakan lebih lanjut?" sungguh, aku tidak mengingat hal semacam itu sedikitpun.

Agusa nampak berpikir, "Kau berteman dengan semua orang di kelas, selalu menyapa. Tapi sepertinya tidak ingin berteman terlalu dekat. Aku melihatmu seperti menjaga batasan pertemanan, dengan perempuan dan laki-laki di kelas."

"Apa aku orang yang menyedihkan?" lebih seperti bertanya kepada diri sendiri, namun Agusa yang mendengar itu nampak sedikit terkejut, kedua matanya sedikit membesar lalu kembali normal setelah beberapa saat.

"Tidak. Hatsune-san, kau adalah orang yang ceria, ramah, baik hati, rasanya kau seperti seseorang yang sempurna."

Apa aku menanggung kehidupan yang penuh tanggung jawab? Tanpa kuingat sama sekali? Seseorang yang sempurna itu sangat... agak enggan kupikirkan untuk menjadi seperti itu.

"Kita sudah sampai."

Seusai mengantarkanku ke UKS, Agusa kembali ke kelas. Aku berbaring di kasur, akan diperiksa oleh penjaga UKS. Kedua mataku melirik ke meja yang ada di sebelah kasur. Ada kertas-kertas di atas sana, dengan tulisan... aku tidak yakin itu tulisan apa tapi aku merasa dapat mengerti dengan tulisan itu. Aku tidak tahu bahasa apa itu tapi aku dapat tahu apa artinya. Ada apa ini sebenarnya?

"Hatsune-san, aku akan mulai memeriksamu ya."

"Baik."

Saat pemeriksaan itu berlangsung, aku merasa seperti orang asing di tempat ini. Penjaga UKS itu berasumsi bahwa aku hilang ingatan, aku juga berpikir begitu, karena aku tidak mengingat apa-apa. Satu-satunya yang kuingat adalah namaku. Entah mengapa aku hanya mengingat itu.

Penjaga UKS itu sempat pergi sebentar, lalu kembali dengan sebuah kertas. Ia memberikannya kepadaku. Kertas itu kubaca dengan seksama.

Memories | Haikyuu!! X Reader (Named)Where stories live. Discover now