66 - The Curiousity

885 95 13
                                    

Zara Naulia

"Oi, Ra! Kenapa melamun?"

Aku tidak terkejut karena suara nyaring Abel, tidak sedikit pun. Karena aku tidak sedang melamun, hanya sedang memandang monitor tanpa ada semangat untuk melakukan apa-apa. Sebenarnya tugasku belum selesai, tetapi aku sudah cukup lelah memandangi data yang harus kuverifikasi. Jadi, aku berhenti sebentar untuk istirahat.

"Apa?" tanyaku dengan malas dan dihadiahi Abel dengan kedua bola mata yang berputar.

"Nih, kopi." Abel meletakkan kaleng kopi dingin di samping tanganku. "Aku mau tahu apa yang ada di kepalamu. Sebelum itu, rumornya Dimas udah move on."

"Terus untuk apa aku tahu soal itu?"

Abel mencondongkan kepalanya ke arahku, dan aku spontan memundurkan kepala.

"Dekatnya sama Daria," bisiknya.

"Serius?" Informasi itu sangat baru dan terdengar mustahil bagiku. Padahal baru tiga hari yang lalu ia ikut liburan dengan keluarga El, sekarang ia sudah dekat dengan Dimas. Yang kupertanyakan adalah, kapan mereka bisa saling mengenal sampai tersebar rumor seperti itu.

"Tadi sok-sokan nggak mau tahu, sekarang malah penasaran," sindir Abel.

Sebenarnya aku pun tidak ingin peduli pada apa pun terkait Daria seandainya ia tidak pernah memiliki hubungan apa-apa dengan El maupun keluarganya. Terlebih lagi Tante Rena yang masih belum bisa melepas Daria. Aku jadi harus berusaha keras agar beliau mau menerimaku.

Sekarang aku jadi memikirkannya lagi, tentang apa yang ingin dikatakan oleh Tante Rena pada El kemarin. Andai tidak membawa-bawa nama Daria, mungkin aku tidak akan sepenasaran ini. Aku sudah bertanya pada El, tetapi ia hanya bilang bahwa itu bukan masalah besar, jadi aku tidak perlu memikirkannya. Aku ingin protes, tetapi aku tidak ingin berdebat dengannya selama perjalanan pulang, jadi aku diamkan saja.

Masalahnya, sekarang rasa ingin tahuku tiba-tiba memuncak.

"Kamu tahu dari mana?"

"Kemarin ada yang liat Dimas boncengin Daria. Ya ... itu biasa aja, sih, tapi untuk ukuran seorang karyawan baru seperti Daria, agaknya nggak mungkin kalau dia bisa dekat dengan Dimas dari divisi sebelah." Abel mengatakan itu sambil berpikir. Kursi berodanya berputar ke kanan dan kiri dalam tempo ringan, menunjukkan bahwa ia sudah tenggelam dalam pemikirannya sendiri. Aku cukup ingat kebiasaannya yang satu itu.

"Kemungkinan kayak gitu selalu ada," ujarku sebelum meminum kopi yang diberikan Abel tadi. "Kamu nggak akan pernah tahu apa yang akan terjadi pada mereka suatu saat nanti."

Kupikir obrolan tentang Daria akan berakhir begitu waktu istirahat habis, tetapi Abel masih membicarakannya. Bahkan ketika tiba waktunya pulang dan kami sedang berjalan keluar gedung kantor kami.

"Aku merasa ada yang aneh dengannya. Seperti sengaja menghindarimu, mungkin?"

"Gimana kamu bisa tahu kalau dia menghindariku?" Aku balik bertanya seraya menekan tombol panah ke bawah pada elevator.

"Selama beberapa hari ini dia nggak bicara ke kamu sama sekali, 'kan?"

Aku tidak tahu apa yang membuat Abel begitu antusias membicarakan tentang Daria, tetapi itu berhasil memancingku untuk mengingat bahwa Daria sudah bersikap seperti itu sejak di vila. Aku tidak tahu apa penyebabnya, tetapi kupikir ada kaitannya dengan hubunganku dan El. 

"Aku nggak sadar saking banyaknya kerjaan yang tertumpuk karena cuti." Lebih tepatnya melupakan, tetapi tidak mungkin aku mengatakan itu pada Abel.

Abel mendesah bersamaan dengan suara elevator yang berdenting ketika sudah mencapai lantai satu dan pintu keluar sudah beberapa meter di depan kami.

Intertwined [✔]Where stories live. Discover now