59. To Love or Be Loved

4.6K 673 20
                                    

"Kalian putus!?!"

Pekikan itu hampir bergaung di seluruh ruangan kantor sekretaris Mahkota Grup. Bahkan Alex yang berada di ruangan sebelah pun bisa mendengarnya.

Bergegas Alex berdiri dan tatapannya tertuju pada Leni yang juga melihat ke arahnya. Leni mengucapkan kata tanpa suara pada Alex. Love. Ekspresi 'aha!' dan anggukan kecil Alex membuat Leni kembali fokus pada teleponnya.

"Ada apa sebenarnya, Lov?" tanya Leni lembut.

Di ujung telepon yang lain. Terdengar helaan napas panjang. "Mbak, mendingan mana dicintai apa mencintai?"

"Tumben kamu nanya ginian?"

"Yeah, just asking."

"Tentu saja dicintai."

"Kenapa?" tanya Love setengah berbisik.

"Karena dicintai akan membuat kita akan mendapatkan cinta dari seseorang. Kalau dicintai dengan tulus, pasti kitapun bisa belajar mencintainya. Hati kan terbuat dari darah dan daging. Bukan batu. Mencintai beda... Kalau yang kita cintai itu gak bales cinta kita, pasti akan sangat melelahkan." Leni terdiam sejenak. Keningnya berkerut. "Tapi... Apa hubungannya dengan hubunganmu dengan Pak Mike? Kalian itu sudah saling mencintai loh. Siapapun bisa lihat itu, Lov!"

"Hfffh... Entahlah, Mbak. Love gak yakin. Love hanya tahu, sekarang itu Love lelah ngejar-ngejar cinta Mas Mike. Love lelah memahami jalan pikirannya yang... Love juga gak ngerti sampai sekarang. Mungkin inilah yang dulu dikuatirkan Mas Mike, kalau Love emang gak cocok sama dia."

"No no... kalian sangat cocok, Love. Kamu anaknya periang, Pak Mike justru orang yang diem. Tapi kalian justru bisa saling mengisi. Pak Mike bahkan bisa tertawa lepas itu hanya di depanmu, Lov."

"Really? Itu mah karena dia aja yang emang butuh seseorang untuk refreshing sejenak, Mbak. Karena semua orang menganggapnya bos, makanya gak ada yang berani ngajakin becanda seperti teman biasa. Beda sama Love."

"Tapi Lov... tak semudah itu juga. Orang seperti Pak Mike, tidak akan mudah bergeming kalau bukan karena dia sayang kamu," kata Leni berusaha meyakinkan.

"Mbak... Mbak inget sudah berapa lama Love mendekati Mas Mike? Lalu alasan kami akhirnya pacaran tiba-tiba? Masih inget kan? Tapi apa pernah Mas Mike datang ke sekolah Love? Atau kapan inisiatif kencan datang darinya? Mbak gak lupa kan betapa ribetnya kita mengatur jadwal kencan pertama kami dulu? Sampe-sampe Mbak ribut sama Mas Alex?" cecar Love memberi alasan.

Leni menjilat bibirnya. Ia menoleh sedikit pada Alex yang kini duduk di depannya. Membalas tatapan Leni, Alex memberi isyarat tanya melalui tatapan. Ada apa?

"Ve, itu karena Pak Mike benar-benar sibuk. Dia juga bukan tipe cowok yang mulai duluan. Dia... mungkin malu."

"Malu? Lalu selama ini, Mbak tahu apa yang Love rasakan tiap kali berdiri di depan Mas Mike? Love gak tahu apapun tentang dirinya, Mbak. Asal Mbak tahu aja, hampir setiap saat yang ada dalam pikiran Mas Mike itu hanya memberitahu Love kalau kami itu tidak cocok. Ituuu terus. Siapapun pasti lelah juga."

Leni mulai kehabisan akal. "Love, jangan seperti itu! Kamu gak boleh nyerah. Pak Mike dan kamu kan akhir-akhir ini begitu bahagia. Keputusan kamu ini bener-bener gak bisa kupercaya. Ada masalah lain lagi kan, Ve?"

"Gak ada, Mbak. Hanya itu. Kami. Tidak. Cocok."

"Please, Lov! Kamu tahu gak Pak Mike udah dua hari ini kerja kayak orang gila. Aku dan Alex sampai kelabakan."

"Me too, Mbak. Tapi itu karena kami belum terbiasa aja. I am so sorry, tapi please understand me!"

"Tapi, Lov..."

"Sampaikan maaf Love juga buat Mas Alex ya, Mbak! Love gak bisa datang untuk pamitan, tapi besok Love akan ke Bogor untuk persiapan kuliah. Makasih banyak ya, Mbak."

Masih banyak yang ingin dikatakan Leni. Tapi ia tahu hal itu tidak mungkin dilakukannya sekarang. Akhirnya ia hanya bisa menghela napas. "Baiklah, lancar semua urusan persiapannya ya Lov. Semoga kamu juga cepat lulus dan telepon aku kalo kamu pas di Jakarta, kita ketemuan lagi. Ok?"

"Oke. Dah Mbak Leni."

Saat Leni menurunkan ponsel dari telinganya, Alex segera bertanya, "Mereka benar-benar putus?"

Leni mengangguk. "Sepertinya serius, Lex. Tapi aku gak ngerti deh. Masalah mereka itu apa sih? Kan sampai malam pesta itu semuanya baik-baik saja."

Alex mengangkat bahu. Sama-sama tercenung. "Gue juga gak ngerti, Len. Mike juga gak ada ngomong apapun sama aku. Gue malah dipelototin. His eyes like a gun now. Too scary to ask him something private like that."

[... Matanya seperti senjata sekarang. Terlalu menakutkan bertanya padanya sesuatu yang pribadi]

Keduanya kompak menghela napas.

"By the way, I love you," ucap Alex tiba-tiba.

Leni mengangkat wajahnya, tertegun. Mereka saling bertatapan untuk beberapa detik. Tapi tak lama, tangan Leni bergerak. Ia mengambil selembar kertas, mencengkeramnya membentuk bola sebelum melemparkannya ke arah Alex. Namun, tangan Alex refleks menangkap bola kertas itu.

"Ini bukan saatnya bercanda, Lex!" pekik Leni kesal.

"I am not joking, Len! I love you. I really love you!"

"Sssh! Dasar bule! Eh, gue gak mempan rayuan gitu ya!"

"Tapi tadi kamu bilang kamu ingin dicintai... dan gue mencintaimu, Len. It's true. I'll prove it!"

Leni menutup matanya, sambil berusaha menarik napas pelan-pelan. Menenangkan diri. "Mas Alex, itu omongan untuk Love. Not for you! Ngerti gak sih bahasa Indonesia?"

"I know. Tapi bukankah kamu bilang kamu ingin dicintai. Makanya gue bilang gue mencintaimu. Aku... Cinta... Kamu. So? Mau jadi pacar gue kan sekarang?"

"No! Never! Tidak! Terima kasih! Adios! Sayonara! Selamat tinggal, Tuan Alex!"

Lalu tanpa menunggu respon Alex, Leni berdiri meninggalkan ruang kerja. Ia tak punya tujuan. Ia hanya ingin melarikan diri dari tatapan penuh harap Alex. Ia perlu udara segar untuk mengeluarkan isi dadanya yang mendadak terasa penuh.

Alex pasti hanya bercanda. Sama seperti biasa. Pria setengah bule itu terlalu terbiasa dengan kehidupan playboy-nya di London. Pasti itulah alasannya kenapa tanpa malu-malu Alex menyatakan cinta padanya. Leni tidak ingin terpancing. Ia tak ingin terjebak dalam rayuan Alex.

Alex menatap Leni yang keluar dengan langkah cepat. Memandangi tak mengerti.

"Tadi dia bilang ingin dicintai supaya bisa mencintai. Kok sekarang malah nolak? Paling enggak kalo dicintai, dia akan belajar mencintai. Kok... arrrgh! Perempuan... I don't understand you!!!" keluh Alex putus asa bercampur kesal sembari mengacak-acak rambutnya.

Di dalam lift yang mulai turun, Leni memegangi dadanya yang masih berdebar kencang tak beraturan.

Hampir saja. Hampir saja ia mempercayai pria setengah bule jadi-jadian itu. Tidak boleh! Dia harus tetap waras. Alex adalah jenis pria yang harus ia hindari.

Tapi kemudian ketika ia mulai tenang. Ada senyuman penuh arti tersungging di wajah Leni.

******



CLBK (Cinta Love Bikin Kesal)  TAMATWhere stories live. Discover now