27. River Flows In You

7.6K 1.5K 326
                                    

"Oh iya, siapa tadi namamu, Anak Muda?" tanya nenek sekembalinya dari dapur sambil membawa sepiring penuh kue beras kesukaan Amaraya.

"Oh iya, siapa tadi namamu, Anak Muda?" tanya nenek sekembalinya dari dapur sambil membawa sepiring penuh kue beras kesukaan Amaraya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Na-namaku, Park Jeno."

Amaraya sudah senam jantung. Jelas-jelas di awal, nenek tahunya Huang Renjun, bukan Park Jeno.

"Oh, oke, Park Jeno. Maaf ya kalau nenek akan sulit mengingat nama. Maklum sudah tua."

Amaraya menghela napas lega. Entah harus senang atau susah dengan kepikunan sang nenek yang lupa kalau pernah mendengar nama Huang Renjun sehingga dia tidak bertanya sama sekali terkait perubahan nama.

"Makanlah, ini enak. Amaraya suka sekali dengan ini." Nenek menawarkan.

Jeno, sebut saja begitu, dia melirik ke arah Amaraya dengan pandangan bingung. Amaraya cuman bisa nyengir. Jeno pasti sangat bingung dengan pemandangan ini. Tapi kenapa Jeno datang, ya? Kenapa dia yang muncul di antara yang lain?

"Apa mau Nenek suap?" Nenek sudah ancang-ancang ingin menyuapi Jeno, tapi Jeno buur-buru mengambil kue beras itu dari tangan nenek.

"B-biar aku makan sendiri." Jeno pun lekas melahap kue beras itu. Ia mengunyahnya perlahan.

"Enak?" tanya Nenek.

Jeno mengangguk.

"Amaraya, Nenek benar-benar senang akhirnya kau pulang. Nenek sempat berpikir, kau sudah melupakan Nenekmu yang jelek dan tua ini." Nenek tertawa kecil sembari mengelus-elus rambut Amaraya yang tergerai indah.

"Nenek, bagaimana Amaraya bisa lupa pada Nenek. Nenek yang sudah merawatku hingga aku bisa dapat beasiswa di kota. Tanpa Nenek, aku tidak bisa sampai ke titik ini. Aku sangat menyayangi Nenek. Maafkan aku, aku terlalu egois sampai jarang pulang. Terlalu banyak yang harus aku kerjakan sampai meluangkan waktu untuk pulang kampung rasanya sulit sekali. Aku merasa bersalah..."

Nenek tersenyum hangat sambil memandangi kedua bola mata Amaraya.

"Tidak perlu merasa bersalah, Amaraya. Kau juga tidak perlu sering-sering pulang. Nenek mengerti, kau pasti sibuk. Nenek memang kangen padamu, tapi Nenek tidak mungkin tega kau bolak-balik dari kota ke kampung. Kau pasti capek." Nenek masih mengelus-elus rambut Amaraya penuh kasih sayang.

"Nenek tahu kau masih ingat pada Nenek di sela kesibukanmu saja Nenek sudah senang. Ternyata kau tidak pernah melupakan Nenek."

Amaraya pun memeluk erat neneknya tersebut. Adegan itu pun terhenti karena Jeno tersedak kue beras. Jeno batuk-batuk dan lekas menenggak habis air putih yang disuguhkan.

"Jeno, kau tidak apa-apa?" tanya Amaraya penuh selidik melihat bola mata Jeno berair efek tersedak.

"Ya, aku tidak apa-apa." Jeno berdeham.

"Kau mau lihat kamarmu?" tanya Nenek yang teringat belum memperlihatkan kamar yang akan dipakai Jeno.

Mereka bertiga pun berdiri. Nenek membawa mereka ke kamar yang sudah lama sekali tidak ditempati. Kamar yang tadinya bekas kamar Amaraya. Masih banyak foto terpajang. Masih ada kerajinan tangan Amaraya juga yang menjadi ornament di kamar tersebut. Kamar yang sudah lama tidak ditempati, tetapi masih rutin dibersihkan oleh Nenek.

UNIQUEVERSE | renjun |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang