20. Bloody Night

7.9K 1.9K 254
                                    

Amaraya sudah sangat gemetar waktu Jeffrey menariknya paksa meninggalkan apartemen. Berkali-kali Amaraya minta maaf, karena menurutnya itu satu-satunya yang harus ia upayakan supaya tidak mati di tangan Jeffrey. Sungguh, Amaraya setakut itu kalau dia diapa-apakan oleh diri Renjun yang satu ini.

"Kau kenapa? Tanganmu... Dingin sekali." tutur Jeffrey lantas melepaskan tangannya yang sedari tadi menggenggam tangan Amaraya.

"Aku belum mau mati aku bersungguh-sungguh." Amaraya merengek sambil jongkok. Bahkan menatap balik tatapan Jeffrey saja dia setakut itu.

Jeffrey pun menarik kerah baju bagian belakang Amaraya seperti induk kucing menggigit punuk anaknya.

"Memangnya kenapa aku harus membunuhmu? Kau melakukan kesalahan?" tanya Jeffrey yang membuat Amaraya turut memutar otak

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Memangnya kenapa aku harus membunuhmu? Kau melakukan kesalahan?" tanya Jeffrey yang membuat Amaraya turut memutar otak. "Aku hanya penasaran, sebenarnya kau ini siapa? Apa kau mata-mata?"

"M-mata mata apa?" Amaraya bingung sendiri dengan pertanyaan Jeffrey.

"Mata-mata keparat itu, Lee Seokgi." Jeffrey menyebutkan nama yang tidak diketahui Amaraya sama sekali.

"Siapa itu? Aku tidak kenal. Aku tidak tahu dia siapa..." jawab Amaraya apa adanya.

Jeffrey menatap Amaraya lekat-lekat, terutama bagian matanya. Ingin mendeteksi kalau Amaraya sedang berbohong atau tidak. Jeffrey memang memiliki insting yang tajam soal mendeteksi kebohongan.

"Baiklah, lalu kau siapa?" tanya Jeffrey kemudian.

"Aku..." Amaraya lupa apakah dia sudah pernah memperkenalkan diri atau belum pada Jeffrey. "Aku Am—" ucapan Amaraya tertahan karena dia baru saja mendengar suara keroncongan.

Tidak lain dari perut Jeffrey. Amaraya pikir akan terjadi adegan awkward di mana Jeffrey akan malu karena suara perutnya terdengar. Eh, ternyata waktu Amaraya cek wajahnya, masih sama seramnya. Tidak ada rasa malu sama sekali, masih cool banget. Cenderung menyeramkan. Jutek abis.

"Kau lapar?" tanya Amaraya kemudian yang belum menyelesaikan perkenalan dirinya.

"Namamu." Tagih Jeffrey.

"Ah, anu, aku Jung Amaraya."

"Nama apa itu." olok Jeffrey. Amaraya heran, biasanya orang akan kagum dengan namanya, banyak yang bilang bagus. Jeffrey malah mengatai namanya. Memang dasar....

"Ya nama, pemberian nenekku."

"Kenapa nenek yang memberimu nama? Memangnya di mana ayah dan ibumu?"

Amaraya diam sejenak, "Aku belum pernah bertemu dengan orangtuaku. Entahlah, selama ini aku dirawat oleh nenek."

Jeffrey terdiam. Sepertinya sedang iba dengan cerita Amaraya.

"Kau sepertinya lapar...." ucap Amaraya setelah mendengar seruan perut Jeffrey untuk kedua kalinya. "Ayo kita cari makan." tawar Amaraya.

Jeffrey diam di tempat. Tidak bergeming dengan ajakan Amaraya.

UNIQUEVERSE | renjun |Where stories live. Discover now