Ending

667 41 7
                                    

Tempat ini begitu gelap.

Abu bertebaran di mana-mana.

Menutupi setiap dedaunan.

Membuatnya hitam kelam.

Aku berdiri di sini.

Di antara pepohonan.

Tanpa senjata dan lengan yang dipenuhi cairan hitam.

"Danny! Jangan Danny! Aku mohon! Aku mohon jangan tinggalkan aku!" bisik gadis itu sesaat setelah dia berlari memelukku dari belakang.

Dia menangis.

"Tapi, ini adalah cara satu-satunya ...," kataku pelan.

"Kau egois!"

Aku lepaskan pelukannya.

Berbalik memandang wajahnya.

Air mata mengucur pelan dari sudut-sudut matanya. Membasahi helaian rambut merah yang menempel di pipinya.

Kupandangi wajahnya yang terus menunduk sembari mengibaskan rambut yang menutupi wajahnya.

Dia sedih dan ketakutan. Takut akan kehilangan diriku. Tapi, ini adalah jalan terbaik untuk semuanya.

Aku harus pergi.

Lalu, sesosok lengan lain melingkar di perutku. Lengan legam kurus kering berbalut kain hitam compang camping.

Makhluk hitam yang berada di belakangku memeluk erat tubuhku. Dan perlahan, aku dibawa melayang mundur olehnya.

Semakin dan semakin jauh dari gadis itu.

Bisa kurasakan hangat tubuh makhluk itu membuat jiwaku tenang.

Tapi, benarkah ini?

Apa aku egois?

Egoiskah jika aku mengorbankan nyawaku, kebahagiaanku, kehidupanku demi menyelamatkan jiwa-jiwa yang telah mati?

Egoiskah aku jika aku menyia-nyiakan perjuangan saudara-saudaraku yang telah berusaha sampai mati untuk menyelamatkanku tapi aku malah menyerahkan jiwaku dengan mudahnya pada makhluk itu?

Tapi, seegois apa pun itu, tak lebih egois daripada aku mementingkan diriku sendiri. Setidaknya, di saat-saat terakhir ini, aku bisa membalas kebaikan mereka semua terhadapku selama ini.

Mata biru Sandekala menatapku nyalang, meski tampak tenang dan bersahabat saat aku mendongak melihat wajahnya.

Gadis itu berlari mengejar kami—mengejarku dan Sandekala yang membawaku. Sembari berurai air mata, gadis itu terus berteriak memanggil namaku. Dengan menggenggam sebilah pedang patah di tangan kirinya, dia terus berlari untuk meraih tanganku.

Kejadiannya sama seperti mimpiku. Mimpi yang membawaku sampai di sini.

Sekarang, aku tahu siapa gadis berambut merah itu.

Dia bukan ibunya.

Dia bukanlah Shentya.

Dia adalah dia.

Dia adalah Shanty. Gadis yang aku cintai.

Kini aku tahu apa alasan aku tak mau meraih lengannya. Ini adalah langkah terbaik untuk semua. Jika aku mati, mereka akan hidup kembali. Sandekala itu sudah berjanji untuk mengembalikan nyawa-nyawa saudaraku.

Semakin jauh aku dibawa melayang mundur olehnya. Sebuah jalan setapak menuju ujung dari Cliffe hampir berakhir.

Shanty masih mengejarku. Walau dia terjatuh, dia bangkit dan bangkit lagi berusaha untuk meraihku.

Kie Light #1: Sandekala (TAMAT)Where stories live. Discover now