Mozaik 8

684 74 4
                                    

Ayah, Ibu, dan Ronny bergegas memasukkan barang-barang yang sudah dibeli beberapa hari yang lalu ke dalam mobil. Akad dan resepsi pernikahan kakakku dilaksanakan di hari yang sama sehingga hari ini begitu sibuk.

Akad nikahnya akan dilaksanakan pukul 07.00 sehingga dari jam 03.00 kami sudah harus bersiap-siap berangkat ke rumah Teny.

"Ya ampun, Danny. Cepat ganti bajumu! Kita akan segera berangkat!" sahut Ibu saat merapikan selendang batik yang dia kalungkan.

"Memang yang lain juga mau berangkat pagi buta begini?" tanyaku.

"Maksudmu tante Ecka? Kita sekalian menjemputnya. Siman juga ikut. Sementara yang lainnya nanti menyusul."

Aku memakai kemeja panjang kotak-kotak bermotif zebra dilapisi jaket hitam favoritku. Bila aku memakai jas formal seperti Ronny rasanya terlalu ribet.

"Danny! Cepatlah! Kita bisa terlambat!" sahut Ronny di ambang pintu seraya membetulkan dasi dan jas hitam yang dipakainya.

"Ya, aku siap! Aku siap! Tunggu!" segera aku berlari menuju mereka yang telah berdiri di luar rumah.

Kami langsung berangkat menuju rumah tante Ecka untuk menjemputnya.

"Ron, maafkan aku! Aku tidak bisa datang saat akad nikahmu! Bosku tidak kasih izin cuti. Nantilah sepulang kerja aku langsung ke sana, oke!" kata Ian sambil tersenyum ceria.

"Ya, tidak apa-apa. Tapi nanti kau datang!" pinta Ronny.

"Pasti!"

"Danny, mana alamat desa Nekala yang terakhir itu?" bisik Ian. "Berikan padaku, biar nanti aku cari sendiri dulu. Siapa tahu desa itu terletak di jalur yang menuju rumah Teny. Bila sudah pasti ada gadis itu di sana, aku akan langsung menjemputmu. Takutnya kita tidak akan punya cukup waktu untuk menemukannya sebelum senja musim panas terakhir ini berakhir."

Aku langsung memberikan secarik kertas padanya. Aku lihat Ronny mendengar pembicaraan kami dan dia kelihatannya terheran-heran.

"Ron! Dane! Cepat naik ke mobil!" panggil ibu kami.

***

Dari ujung jalan, sudah terlihat beberapa tenda biru yang didirikan di lapangan sepak bola. Kursi-kursi berderet rapi di bawahnya. Semua hidangan sudah tersaji di setiap tenda-tenda. Tepat di tengah-tengah, terdapat panggung yang cukup luas tapi tak terlalu tinggi. Panggung bagi pemain orkestra yang akan tampil nanti.

Suasananya begitu romantis karena resepsi pernikahan itu diadakan di alam terbuka dengan latar perkebunan teh dan hutan pinus.

Dari balik sebuah kamar yang dihiasi oleh bunga-bunga plastik indah berwarna-warni, muncul sesosok makhluk indah yang sangat dicintai kakakku. Rambutnya sengaja dibuat bergelombang dengan untaian bunga melati yang tergantung di samping kepalanya. Gaun putih yang dipakainya bertabur pernak-pernik manik-manik yang bersinar saat dia melangkah menuju Ronny.

"Kau cantik sekali, Teny," ucap Ronny sambil mencium lengannya.

Waktu menunjukkan pukul 06.15.

Karena bosan aku putuskan untuk melihat ke tenda-tenda itu.

"Danny, kau mau ke mana?" tanya Siman.

"Aku mau lihat-lihat," jawabku.

"Aku ikut."

Kami berdua berjalan-jalan di sekitar rumah Teny. Aku susuri jalan setapak menuju tenda-tenda yang sudah terpasang di lapangan. Bisa kulihat dari jalan, pohon beringin yang membuatku ketakutan setengah mati. Pohon itu masih menjulang tinggi di tengah-tengah ladang sayuran yang melandai. Dan di belakangnya, tampak jelas hamparan hutan hujan tropis.

Kie Light #1: Sandekala (TAMAT)Where stories live. Discover now