Mozaik 25

1.9K 101 5
                                    

Malam ini aku tidak bisa tidur sama sekali. Kuputuskan untuk naik ke atas genteng, memandang langit malam yang begitu cerah.

"Boleh aku menemanimu?" tanyanya dari tepi atap mengejutkanku yang sedang tiduran.

"Naik saja, Shan!" kataku.

Kami berdua tiduran di atas atap, berbantalkan lengan masing-masing.

"Danny, apa yang sedang kau pikirkan saat ini?" tanyanya selagi memejamkan mata.

"Apa maksudmu?"

Dia mengembuskan napas berat seraya membuka matanya.

"Wajahmu selalu memberitahukan padaku bahwa kau punya banyak masalah. Apa ini semua terlalu rumit untukmu?"

"Aku tidak tahu, Shan. Aku hanya menjalani semua ini. Melawan sesuatu yang tak seharusnya menjadi takdirku. Itu hal yang benar, kan?"

Dia mengangguk.

"Shanty, di matamu aku ini orang seperti apa?" tanyaku.

"Kau, begitu berbeda dengan yang lainnya. Bukan hanya secara fisik, tapi ...," dia menggeleng. "Intinya menurutku kau itu terlalu tertutup."

"Benarkah? Aku tidak merasa begitu."

"Mungkin aku salah. Mungkin itu karena wajahmu yang terlihat kalem dan polos," balasnya.

"Sejak kita pertama kali bertemu aku tidak melihatmu keheranan saat melihatku. Apa kau sudah terbiasa bertemu orang asing?" tanyaku penasaran.

"Aku bukanlah orang yang memperhatikan orang lain secara detail. Aku tidak peduli wajah dan gaya orang itu seperti apa. Aku lebih fokus pada orang yang bicara padaku. Bila orang itu berkata baik, aku juga akan membalas baik perkataannya," jelasnya.

"Tapi, sepertinya kau bukan orang seperti itu," kataku menyindir.

"Apa maksudmu?" tanyanya heran menautkan alis.

"Menurutku kau itu adalah gadis yang tak mengenal lelah, sedih, ataupun takut. Kau adalah gadis enerjik, sedikit tomboi, dan selalu ceria. Dari sifatmu itu sepertinya kau adalah orang yang sulit mengerti perasaan orang lain dan hanya tertarik pada orang-orang yang membicarakan hal yang menarik saja," kataku.

"Begitu menurutmu?"

"Ya. Dan aku selalu heran. Kau itu selalu ceria setiap saat. Kalaupun ada hal yang menyedihkan, kau selalu cepat bangkit dari keterpurukan dan kembali ceria. Bagaimana bisa?"

Aku memandang matanya untuk beberapa saat.

"Tak ada gunanya," katanya.

"Apa?"

"Apa gunanya kita terlarut dalam kesedihan terlalu lama. Tidak akan ada gunanya. Cerialah, itu akan membuat hidupmu lebih berarti."

Kami terdiam cukup lama, memperhatikan satu per satu bintang-bintang di angkasa. Mencoba berimajinasi menghubungkan titik-titik bintang tersebut menjadi sebuah objek.

"Kau sudah menelepon nenekmu?" tanyaku.

Setelah selesai makan malam tadi aku menyuruhnya untuk menghubungi Sindia.

Menyuruhnya mengatakan bahwa kami tidak akan latihan besok.

Kami akan mengadakan rapat keluarga di rumah orangtuaku, membicarakan latihan Kie Light selama seminggu tersebut.

"Ya, sudah. Aku menyuruh kepala desa menyampaikannya pada nenekku," katanya memejamkan mata kembali.

Tanpa sadar dia pun mulai tertidur lelap saat aku menengoknya.

Kie Light #1: Sandekala (TAMAT)Where stories live. Discover now