Mozaik 24

6.3K 168 6
                                    

"Aku sudah melihat perkembangan kalian sejauh ini. Kalian semakin baik saja. Minggu ini, kalian akan menggabungkan semua latihan kalian. Kecepatan, ketahanan, dan ketepatan. Dan untuk mendukung latihan itu, kalian membutuhkan objek yang bergerak. Maksudku kali ini makhluk yang bergerak," ujar Sindia.

"Hari ini pasti akan sangat melelahkan!" bisik Siman padaku seperti biasanya.

Dia selalu saja mengeluh tapi selalu menjalaninya sebaik mungkin.

"Kalian semua akan berlatih dengan ini!" sahut Sindia membuka kain yang menutupi sebuah kurungan.

"Apa? Ayam?" heran Siman.

"Di dalam kurungan ini ada 12 ekor ayam jantan hitam. Dan kalian harus menangkap satu dari mereka!" kata Sindia.

"Menangkap ayam? Apa tidak salah, Nek?" cibir Siman meremehkan.

"Memangnya kenapa?" tanyanya.

"Bagiku itu mudah sekali!" jawab Siman dengan lantang sambil menyilangkan kedua lengannya.

"Man, apa kau tidak tahu ayam-ayam di desa ini punya kelebihan? Setahun yang lalu Nenek menghukumku karena lupa memberi makan ayam-ayam peliharaannya. Dan kau tahu apa hukumannya? Nenek menyuruhku menangkap semua ayam peliharaannya yang sebelumnya telah sengaja dilepaskan. Butuh waktu satu minggu bagiku untuk dapat menangkap ayam-ayam itu. Itu pun dalam keadaan mati," ujar Shanty pada Siman.

Siman menelan ludah. "Kau pasti bercanda?"

"Kalian dengar apa yang dikatakan Shanty? Sangat sulit untuk menangkap ayam-ayam ini dalam keadaan hidup. Jadi aku akan memberi kalian keringanan. Gunakanlah senjata kalian untuk membunuh ayam-ayam ini. Dan anggaplah ayam-ayam ini sebagai Sandekala!" sahut Sindia.

"Apa kami harus benar-benar membunuh ayam itu? Kan kasihan," Iza tampak murung.

Kami semua terdiam.

Sindia mendekatinya.

"Dengar, Nak! Bila kau tak bisa melakukannya pada ayam-ayam itu, kau tidak akan bisa melakukannya pada para Sandekala," katanya. "Kau mengerti, kan?"

Iza hanya mengangguk.

"Aku beri kalian sedikit waktu untuk memperhatikan ayam-ayam ini. Pilih satu ayam sebagai target buruanmu!" sahut Sindia pada kami.

"Aku akan memilih yang besar itu!" kata Shanty terus memperhatikan ayamnya.

"Aku yang mana, ya?" tanya Winny bingung.

"Hei ada yang paling kecil! Aku yang itu saja, pasti mudah menangkapnya!" kata Siman menunjuk ayam terkecil dari semuanya.

"Baiklah! Kalian sudah memilih buruan kalian? Aku akan melepaskan kurungan ayam ini!" Sindia dengan cepat membuka kurungan ayam itu. "SEKARANG! Jangan sampai buruan kalian lolos!"

Suaranya seketika membuat ayam-ayam kaget dan kabur sebelum sempat kami memperhatikan ayam yang kami pilih.

"Pergi ke mana ayam-ayam itu?" tanya Rhinna keheranan.

"Itu di sana!" sahut Khyun.

"Hah! Itu ayamku! Biar aku yang menangkapnya!" sahut Winny mengejar ayamnya.

Kami berpencar.

Perlahan mengendap-endap di antara belukar.

Aku melihat sesuatu di balik rumput liar itu.

Aku ingat betul ayam yang aku pilih sebagai buruanku.

Si jambul putih.

Perlahan aku mendekatinya.

Kie Light #1: Sandekala (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang