Mozaik 26

3.3K 132 3
                                    

Seperti yang pernah dikatakan Shanty padaku. Aku tak boleh ragu.

Tak ada waktu lagi untuk ragu.

Diibaratkan, jika aku harus membunuh kakakku untuk dapat memunculkan Kinzoku Light maka itu harus aku lakukan.

Ini hanyalah awal dan cerminan akan kematian kami. Bila kami bisa bertahan dalam pertarungan ini berarti kami bisa bertahan saat hari itu tiba.

Sindia pernah bilang bahwa ketakutan, kemarahan, tekad, dan semangat yang kuatlah yang bisa memunculkan cahaya itu. Tapi, tak ada alasan kuat yang bisa membuatku emosi tinggi untuk melawan Ronny.

"Kenapa kalian diam saja? Cepat mulai bertarung!" kata bapak yang menjadi wasit itu.

Saudara-saudara kami semua memperhatikan kami berdua dengan saksama. Mereka diam tanpa kata. Mungkin penasaran siapa yang akan menang dalam pertarungan kakak beradik ini.

"Danny, sebaiknya kita tak perlu melakukan pertarungan ini. Masih ada cara lain, kan?" katanya padaku.

"Kau sendiri dengar cara itu lebih berbahaya dari ini. Kenapa kita tidak coba saja bertarung dulu?" Balasku.

"Sebahayanya cara itu tak mungkin lebih berbahaya dari ini. Aku takut ... melukaimu, Dane! Masalahnya kau adalah adikku, tak masalah jika kau adalah orang lain, itu tak akan membuatku ragu!"

"Benarkah? Kita lihat saja, apa kau bisa melukaiku atau tidak?" kataku sebelum akhirnya mengempaskan CLAS-ku, menghantam LOKA-nya.

"Danny, hentikan! Kita tak perlu melakukan ini!" katanya.

Tak kuindahkan.

Jika aku ingin jadi pahlawan, maka aku tidak boleh mundur dan harus memenangkan pertarungan ini.

Dalam cahaya senja, kami berdua bertarung. Walaupun sebenarnya hanya aku yang menyerang. Kakakku terus saja bertahan dan terus meminta pertarungan ini dihentikan. Tapi aku tidak mau, jika di sini aku mundur, bagaimana dengan nanti?

Perlahan tapi pasti Ronny mulai kesal dengan tingkahku. Begitu pula denganku. Perlahan emosi kami mulai meluap dan kami bertarung dengan sungguh-sungguh.

Suara dentingan pedang kami yang beradu sangat kentara. Menggema ke seantero hutan hitam yang kelam ini.

"Dane, hentikan! Aku tidak mau melukaimu!" katanya terus menahan serangan-seranganku dengan senjatanya.

"Kau belum mengenaiku sedikit pun! Sudahlah jangan banyak bicara!" sergahku sedikit gusar.

Yang aku pikirkan saat ini hanyalah menjadi kuat. Lebih dan lebih kuat dari yang lainnya.

Matahari sudah berada di balik pegunungan dan kegelapan mulai menyelimuti tempat ini.

Kami berdua terus bertarung. Seberapapun aku terus mencoba untuk mengalahkan Ronny dan memunculkan cahaya itu, tetap saja aku tidak bisa.

Di saat aku lengah, LOKA-nya berhasil mengenaiku. Kening kananku terkena sabetan pedangnya. Memang tak begitu dalam, tapi itu cukup membuat keningku terus mengucurkan darah.

"Sudah aku bilang, kan?!"

Aku gusar dengan ini. Bukan karena kakakku berhasil melukaiku tapi karena dia terus saja mengoceh agar pertarungan ini dihentikan.

Aku coba menusukkan CLAS-ku ke arahnya tapi tertahan oleh lubang yang berada di tengah senjatanya itu. Senjataku terkunci oleh senjatanya. Dia tak mau melepaskan senjataku. Malah membuat senjataku semakin terkunci dan tak bisa kutarik keluar.

"Kak, lepaskan senjataku!" kataku gusar.

"Sudah Danny! Kita hentikan ini! Pertarungan ini tak akan membuat kita berhasil mengeluarkan cahaya itu!" katanya dengan raut muka serius dan kesal.

Kie Light #1: Sandekala (TAMAT)Where stories live. Discover now