Mozaik 6

784 84 2
                                    

Seharusnya di hari Minggu yang cerah ini aku pergi ke pantai. Menikmati keindahan matahari terbenam di ujung lautan. Seperti Flo, Nora, dan keluarganya yang tengah liburan ke pantai White Sand Pier (WHISPER) di Clayraira utara. Tapi, aku tak punya waktu untuk menikmati hari libur sekarang. Aku harus segera mencari apa yang ingin kuketahui dan mendapatkan jawaban dari mimpi-mimpi maupun penampakan yang semakin mengusik kehidupanku saat ini.

Aku menengok ke jendela. Terlihat sebuah motor terparkir di halaman. Terdengar pula riuh rendah suara ibu yang sedang bercakap-cakap dengan seseorang di lantai bawah.

Setelah memakai jaket hitam dan celana jins aku pun langsung turun.

Ian sudah datang menjemput dan duduk di ruang tamu.

"Kita pergi sekarang?"

"Kau belum sarapan?" tanyanya. "Sarapan dulu sana, biar aku tunggu kau di sini, Dane."

"Hm ... baiklah."

"Ini masih pagi. Jangan terburu-buru! Aku tunggu, oke!" balasnya.

Aku pergi menuju dapur.

Ronny sedang menyeduh kopi saat aku mengambil sekotak sereal di atas rak.

Aku tuangkan sereal ke dalam mangkuk dan aku siram dengan susu dingin dari kulkas.

"Mau ke mana, Dane?" tanyanya setelah beberapa lama dalam keheningan yang canggung.

"Aku mau jalan-jalan dengan Ian," jawabku ketika menaruh serealku di meja makan.

Aku lihat wajahnya tidak seperti biasanya. Seperti ingin mengatakan sesuatu tetapi ragu-ragu.

"Ibu dan Ayah mana?" tanyaku basa basi sembari melahap serealku.

"Ayah pergi bersama temannya main golf. Sedangkan Ibu ada di halaman belakang."

Tak ada hal yang bisa kami bicarakan. Sudah berbulan-bulan rasanya kami tidak pernah berada sedekat ini. Bahkan sudah setahun sejak dia kerja di Vereyon dan kami tidak pernah melakukan aktivitas bersama lagi.

Lama kelamaan, aku dan Ronny tidak seperti layaknya kakak adik. Lagi pula tak ada hal yang ingin aku tanyakan lagi. Kami merasa canggung satu sama lain.

Aku tahu Ronny ingin mengatakan sesuatu. Sesekali dia melirikku tapi langsung mengalihkan pandangan dan menyeruput kembali kopinya begitu aku menatapnya balik.

Kuhabiskan sarapanku secepatnya dan hendak beranjak.

"Danny."

"Ya?"

Wajahnya ragu. "Semoga acara jalan-jalanmu menyenangkan. Maaf, aku tidak bisa mengajakmu jalan-jalan seperti dulu."

Aku hanya tersenyum heran sambil mengangguk. Tak biasanya Ronny bicara begitu.

"Sudah siap?" tanya Ian padaku.

"Tentu."

Kami pun segera menuju ke Vereyon.

"Di mana letak desa Nekala yang pertama?" tanya Ian.

Aku buka buku catatanku. Informasi yang kubutuhkan telah kucatat semuanya.

"Di daerah Serengeti. Vereyon barat."

Ian melajukan motornya menembus jalan bebatuan yang menanjak.

Setelah perjalanan beberapa jam akhirnya kami tiba.

Bisa dibilang, desa itu sudah lumayan modern sebab terdapat beberapa rumah yang terbuat dari beton. Keadaan desa itu tidak sama seperti dalam mimpiku. Dalam mimpiku, semua rumahnya masihlah terbuat dari bambu, kayu, dan tambahan kaca. Tapi meski begitu, aliran listrik sudah mencapai desa. Dan ada satu rumah yang unik di desa dalam mimpiku. Rumah itu berbentuk tabung dengan satu jendela di dekat pintunya.

Kie Light #1: Sandekala (TAMAT)Where stories live. Discover now