Mozaik 1

3.4K 165 15
                                    

Aku tidak tahu berada di mana sekarang. Seingatku, setelah pulang sekolah aku langsung tidur.

Jika ini mimpi, kenapa lenganku sakit saat aku cubit?

Kedua lenganku dipenuhi cairan hitam. Aku tidak tahu apa itu tapi baunya amis seperti darah.

Mataku mengedar ke sekeliling. Mengerjapkannya beberapa kali hingga pandanganku yang awalnya kabur mulai tampak lebih jelas.

Aku mendapati diriku tengah berdiri di atas bongkahan batu di tengah-tengah hutan belantara yang tidak kuketahui. Pepohonan membentang luas sejauh mata memandang. Tampak acak, berbagai jenis pohon menyesaki setiap celah daratan yang tampak landai ini.

Banyak abu hitam bertebaran di mana-mana. Menutupi setiap dedaunan pepohonan dan membuatnya hitam kelam.

Suara langkah kaki terdengar mendekat. Saat aku mulai mencari asal suara tersebut, sepasang lengan menyeruak di antara pinggang dan lenganku, kemudian memeluk tubuhku dari belakang dibarengi dengan suara sesenggukan yang tak bisa dia tahan.

Aku melepas kedua lengannya yang tengah melingkar di perutku. Menoleh ke belakang untuk meneliti wajahnya dengan saksama. Rambutnya merah sebahu dan tampak acak-acakan. Sama halnya dengan tubuhnya yang kotor—bau amis darah bercampur keringat, lumpur, logam berkarat, dan parfum wanita menguar dari luka-luka di sekujur tubuhnya.

Aku mencoba mendongakkan kepalanya yang sedari tadi menunduk. Wajahnya bersimbah air mata dan bercak darah.

Wajahnya tak bisa aku pandangi dengan jelas.

Tampak samar.

Blur.

Tapi kuyakin bahwa dia adalah seorang gadis.

Mataku memperhatikan detail gadis itu berkali-kali dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tak ada yang bisa kuingat lebih jauh.

Aku tidak bisa memandangi wajahnya dengan jelas lebih dari ini. Yang dapat kurekam dalam kepalaku hanya sosok gadis berambut merah dengan pakaian yang terlalu rumit untuk diingat.

Aku belum pernah sekalipun bertemu dengan gadis itu, tapi, sepertinya dia mengenal baik diriku.

Kedua telapak tangannya yang kasar, meremas kedua tanganku dengan erat.

Dia menggelengkan kepala berkali-kali.

"Danny ... jangan Danny! Aku mohon! Aku mohon jangan tinggalkan aku!" bisiknya parau.

Dengan gemetar dia menggigit bibir bawahnya kuat-kuat hingga setetes darah mengalir di sudut bibirnya.

Siapa dia?

Aku tidak mengerti apa yang sedang dia bicarakan.

Kenapa dia tahu namaku?

Tubuhnya gemetaran hebat dan rasa takutnya tak bisa dia redam sama sekali. Mengalahkan hawa dingin yang merasuk tiba-tiba dan rasa sakit yang menggerogoti sekujur badannya.

Aku ingin bicara padanya tetapi entah kenapa mulut ini tak mau terbuka seakan terkunci oleh waktu.

Tanpa kusadari, sesosok lengan lain telah melingkar di perutku seperti ular.

Kupandangi lekat-lekat.

Lengan itu hitam legam.

Jari-jarinya kurus kering nyaris seperti tulang yang terlapisi sehelai kulit.

Kedua lengannya terbungkus kain hitam compang-camping.

Makhluk aneh entah apa yang berada di belakangku memeluk erat tubuhku. Sedikit sesak tapi entah kenapa pula aku sama sekali tidak berusaha melepaskannya.

Kie Light #1: Sandekala (TAMAT)Where stories live. Discover now