102. Pertarungan Adu Jiwa

2.2K 40 0
                                    

Dalam pada itu serangan Bian-hok Lojin kebetulan sudah menghantam tiba pula dari sebelah belakang. 

Menghadapi serangan bokongan yang dahsyat dari arah belakang ini Leng-bin-Siu-su memutar badan secepat gangsingan terus menerobos miring ke arah kiri, untung ia berhasil menerobos lewat dari gencetan kilasan ujung pedang dan samberan pukulan telapak tangan. Meski jiwanya selamat, ujung pedang Thian-hi toh berhasil memapas kutung lengan bajunya.

Dalam pada itu menyusul Leng-bin-siu-su menjejakkan kedua kakinya menjulang tinggi kebetulan mencapai pedang Bian-hok Lojin yang menancap di atas belandar, waktu ia meluncur turun lagi sambil menenteng pedang kebetulan ia hinggap pula di tempatnya semula...... Dengan beringas ia awasi Thian-hi.

Serangan, jotos dan samberan pedang ketiga lawan ini terjadi dalam waktu yang teramat singkat Bun Cu-giok dan Ce Hun Totiang yang menonton di samping sampai berkeringat dingin dan berdebur jantungnya, baru pertama kali seumur hidup mereka menyaksikan pertempuran yang begitu dahsyat begitu mempesonakan dan tegang.

Si-heng-siu Pek Kong-liang sijago kawakan dari gurun utara pun sulit menekan perasaan hatinya yang tegang dan takjub, alisnya yang putih bertaut dalam. Adalah Bian-hok Lojin mau tidak mau harus mengakui kelihayan dan takjub pada Leng-bin-siu-su yang berhasil meluputkan diri dari gencetan dua pukulan tangan dan sejurus serangan pedang yang hebat itu, setelah berputar-putar menjauh dan berdiri tegak lagi dengan waspada ia awasi Leng-bin-siu-su, berjaga-jaga menghadapi sergapan balasan musuh yang jahat ini.

Sementara Hun Thian-hi juga sudah meluncur turun, tak urung hatinya heran dan terperanjat juga, jurus pedangnya tadi meski lanjutan dari permainannya yang berhasil memapas kutung pedang lawan, tapi perbawanya bukan olah-olah hebatnya. Dari hasil adu kepandaian segebrak ini Thian-hi dapat menilai bahwa kepandaian Leng-bin-siu-su agaknya tidak di bawah Tok-sim-sin-mo.

Bahwa sergapannya tidak membawa hasil malah jiwa yang hampir saja dikorbankan, sungguh membuat Leng-bin-siu-su gusar tak terperikan. Saking marah mukanya sampai pucat bersemu hijau dan berdiri mematung. Ia harus memeras otak cara, bagaimana menghadapi Hun Thian-hi lebih lanjut.

Sin-heng-siu Pek Kong-liang berkata kalem kepada Leng-bin-siu-su Cay Siu, "Kau tidak perlu menjebul jenggot mendelikkan mata, di antara kita tiada seorang pun yang menjadi tandingannya, menurut pendapatku kau terima takluk saja!"

Leng-bin-siu-su Cay Siu menyeringai ejek, belum sempat ia membuka suara Pek Kong-liang sudah berkata pula, "Aku punya cara penyelesaian yang lebih menguntungkan bagi kau, bukankah kau pandang rendah diriku? Sekarang tibalah giliran kita untuk menyelesaikan urusan ini sendiri, kita tentukan satu babak pertempuran, pihak yang menang boleh mengambil Kim-hoan-kiam-boh itu bagaimana pendapatmu?"

Leng-bin-siu-su menyeringai iblis, katanya sambil menetap tajam ke arah Pek Kong-liang, "Kau bukan berkelakar bukan!" — Agaknya ia belum yakin akan kebenaran kata-kata Pek Kong-liang.

Pek Kong-liang tertawa besar, ujarnya, "Kapan kau pernah melihat aku guyon, bicara terus terang mengandal kepandaian permainan pedangmu yang tidak berarti itu, tidak kupandang sebelah mataku, hayolah maju, kau tak usah kuatir!"

"Jangan kau menyesal dan mungkir janji, ya?" Leng-bin-siu-su menegas.

"Pelajaran ilmu dari bola emas itu sudah tercetak dalam otakku, kenapa aku harus takut pada kau. Besarkan nyalimu, cuma aku kuatir kaulah nanti yang bakal terjungkal!"

Mau tak mau termakan juga kata-kata Pek Kong-liang oleh Cay Siu, pikirnya, "Bola emas itu sudah tigapuluh tahun digembol olehnya, bukan mustahil dia sudah apal di luar kepala seluruh pelajaran silat itu. Aku harus waspada!"

Menganalisa situasi yang dihadapi sekarang, pihak Hun Thian-hi jelas tidak kena digertak, kedua kaki Pek Kong-liang sudah cacat, seumpama ilmu silatnya maju berlipat ganda, perbawanya juga pasti banyak berkurang. Apalagi dirinya pun tidak pernah berhenti berlatih selama tigapuluh tahun terakhir ini, meskipun karena luka-lukanya dulu sehingga latihannya belum mencapai titik kesempurnaannya.

Badik Buntung - Chin TungWhere stories live. Discover now