63. Wi-thian-chit-ciat-sek Hanya Sejurus!

2.3K 53 0
                                    

Waktu Kiu-yu-mo-lo membalik tubuh, tampak daun-daun menghijau di depan sana masih kelihatan, pelan-pelan ia lantas beranjak menghampiri, setelah dekat itulah serumpun hutan bambu, keluar dari hutan bambu ini dihadapannya berdiri tegak sebuah bangunan gedung berloteng. Sejenak ia berdiri menjublek, pikirnya, setelah sampai disini kenapa harus takut-takut masuk kesana. Begitulah ia maju lagi setiba di ambang pintu ia mendongak tempak di atas pintu bertuliskan empat huruf besar

"Thay-si-yu-king" (Alam khayalan)

mencelos hatinya, setitik harapan yang bersemi dalam sanubarinya tadi seketika amblas, kabut berbondong-bondong mengepul dari tanah disekitar kakinya, lambat laun dirinya seperti dibungkus oleh kabut putih yang bergulung-gulung itu, selayang pandang melulu warna putih yang tidak berujung pangkal lagi. Pikirannya Kiu-yu-mo-lo juga menjadi kosong dan seperti memutih sama sekali,

Sekian lama ia menjublek, akhirnya meloso duduk kelelahan. Otaknya sudah berhenti bekerja, yang terasa bahwa sang waktu selalu berhenti di dalam kejap yang sama, dunia ini terasa sepi dan hening seolah-olah tiada kehidupan lagi di mayapada ini, hatinya semakin dikili-kili seperti ingin meronta, rela sudah bila aku mati saja daripada tersiksa macam ini!

Entah berapa lama, keadaan masih seperti itu, sungguh sedih dan rawan sekali batin Kiu-yu-mo-lo, akhirnya ia berteriak-teriak seperti orang gila sesambatan, namun yang didengar hanyalah gema suaranya sendiri dari empat penjuru. Akhirnya ia berhenti berteriak. dengan putus asa ia celingukan ke sekitarnya, 'aku sudah kejeblos ke dalam alam khayal yang menyesatkan pikiran, mungkin selama hidup ini tidak akan bisa keluar lagi.'

Duduk bersimpuh pikiran Kiu-yu-mo-lo sekarang mulai bekerja, tapi kalut dan berpikir secara abnormal. Terpikir olehnya bila dia berhasil keluar pekerjaan apa yang harus dia lakukan. Aku akan bunuh seluruh manusia yang tidak kusenangi, aku harus mendapatkan Ni-hay-ki-tin, menjadi jago silat nomor satu di seluruh kolong langit yang tiada tandingan, barisan macam setan yang menyesatkan ini akan kuhancur leburkan, tidak ketinggalan pencipta dari barisan gaib inipun akan kusiksa sampai mampus......

Begitulah alam pikirannya melayang-layang. Entah berapa lama ia memutar otak, kadang-kadang mulutnya menggeram, tangan menepuk tanah, matanya berkilat menyapu sekelilingnya, tapi yang dilihatnya sama adalah alam keputihan yang menyilaukan pandangan matanya, akhirnya ia menghela napas. Sekarang otaknya terasa kosong pula, yang terpikir tadi melulu hanyalah khayalan hatinya belaka, pikiran yang tidak mungkin dicapai dan dilakukan olehnya.

Kini teringat olehnya akan waktu mudanya. Sejak ia masih bocah mengangkat guru belajar silat sampai dia kelana di Kang-ouw, ganti berganti pengalaman dulu terbayang dikelopak matanya. Heran dia kenapa aku bisa mengenangkan masa lalu, belum pernah aku terkenang akan masa yang telah silam itu tapi masa silam yang penuh kenangan itu sekarang terbayang dalam alam pikirannya.

Hatinya mulai mengeluh dan merasa derita. Terbayang betapa takut hatinya waktu pertama kali ia membunuh orang, dari kelakuan lurus aku semakin terperosok ke jalan sesat dan menyeleweng dari ajaran guru, akhirnya malang melintang sebagai salah seorang dari Si-gwa-sam-mo yang ditakuti. Perbandingan dari awal mula dan babak terakhir ini, perubahan yang begitu cepat betul-betul membuat sanubarinya merasa heran dan kejut.

Dalam Jian-hud-tong tanpa disadarinya ia menetap limapuluh tahun lamanya. Meski dalam waktu yang begitu lama selalu aku berpikir mencari akal untuk meloloskan diri untuk menuntut balas kepada Ka-yap Cuncia, terutama waktu secara tak terduga memperoleh Hian-thian-mo-kip, angan-angan untuk menuntut balas semakin membakar sanubarinya. Tatkala itu aku bertahan untuk hidup dan hidup ini memang untuk menuntut balas, tapi bagaimana sekarang?

Entahlah aku tidak tahu lagi. Di dalam dunia kehidupan yang serba memutih ini, apa pula yang harus kutuntut untuk kubalas? Lambat laun ia menyesal dan putus asa, "Thay-si-ciang-soat-lian-mo-tin tidaklah begitu gampang dibobol atau dipecahkan seperti dugaannya semula, keadaan yang abstrak tidak berbentuk ini, betapapun jauh lebih hebat lebih sukar dihadapi daripada belenggu rantai dari Ka-yap Cuncia. Untuk meloloskan diri harapannya sangat nihil.

Badik Buntung - Chin TungWhere stories live. Discover now