35. Tiga Iblis Dunia Luar

1.5K 37 0
                                    

Terdengar Sutouw Ci-ko berteriak, "Thian-hi, bagaimana keadaanmu?"

Kabut putih menguap semakin banyak dan tebal di permukaan rawa, seperti air mendidih bergolak keras dan semakin banyak.

Thian-hi mendelong mengawasi depan, tampak olehnya sepasang mata hijau itu menatap tajam tanpa berkedip, tanpa bergerak ia menyahut, "Aku tak apa-apa, tak usah kuatir." Selesai berkata ia berpaling, bayangan Sutouw Ci-ko sudah tidak kelihatan terbungkus kabut tebal.

Karuan kaget ia dibuatnya, teriaknya keras, "Ci-ko cici, dimana kau?"

Beruntun ia memanggil dua kali, baru mendengar sahutan Sutouw Ci-ko, "Thian-hi, aku......" sampai disini mendadak ia melengking tinggi suaranya lantas lenyap.

Melonjak jantung Thian-hi teriaknya cepat, "Ci-ko cici! Kenapa kau?" Beruntun ia berkaok-kaok tanpa mendengar balasan tanpa terasa matanya mengembeng air mata, ia tahu bahwa Sutouw Ci-ko pasti menemui bahaya, siapa nyana dirinya masih bertahan, sebaliknya orang sudah mendahului mangkat,

Thian-hi menjublek di tempatnya, kabut semakin tebal dipermukaan rawa, hampir tangan sendiri tak terlihat lagi. Tapi sepasang mata berkilat hijau dikejauhan sana masih kemilau menatap ke arah Thian hi.

Dengan putus asa Thian-hi menggembor memanggil nama 'Ci-ko', namun tak mendengar reaksi! Dengan murung ia menunduk, Sutouw Ci-ko sudah lenyap, didengar dari lengking suaranya, pasti bukan ambles tersedot ke dalam rawa, mungkin mengalami bahaya lainnya.

Thian-hi pejamkan mata, air mata mengalir deras, selamanya ia jarang menangis, sekarang entah mengapa ia tak kuasa menahan rasa pedih hatinya! Sutouw Ci-ko ikut berkorban demi dirinya, siapakah yang bersalah, dia tidak berdosa!

Biji mata berkilat itu bergerak-gerak, akhirnya sebuah suara, yang rendah dingin berkata kepada Thian-hi, "Kau mau tidak kutolong?"

Begitu mendengar suara manusia, Thian-hi tersentak kaget, dengan terbelalak ia pandang biji mata berkeliat itu, lama dan lama kemudian baru ia menghela napas ringan tanpa bicara.

Orang itu bicara lagi dengan suara rendah seram, "Sungguh besar nyalimu dengan genduk itu berani lari masuk ke dalam Jian-hud-tong. Limapuluh tahun mendatang ini, ada orang masuk tiada orang keluar!"

Thian-hi tidak hiraukan ocehan orang, dia berpikir, "Sutouw Ci-ko sudah mati, dia berkorban demi kepentinganku, jikalau dirinya bisa bertahan hidup, apa pula artinya?"

Orang itu mendengus dengan geram, setelah bungkam sesaat lamanya ia berkata lagi, "Limapuluh tahun lamanya, baru pertama kali ini kulihat kalian berdua kejeblos ke dalam rawa tanpa mati...... Kalau orang lain, tulang belulangnya pun sudah terbakar habis!"

Mendengar ucapan orang tergerak hati Thian-hi, cepat ia tanya, "Kau tahu kemana kawanku itu?"

Orang itu mandah terkekeh dingin tanpa bicara.

"Katakan. Nanti kubiarkan kau menolongku keluar."

Orang itu menyeringai seram, katanya, "Tapi kau kuat bertahan di dalam rawa tanpa terbakar."

"Tak mau ya sudah!" ujar Thian-hi.

Orang itu tunduk menepekur, akhirnya berkata, "Kalau kutolong kau, apa kau mau melakukan segala urusanku?"

"Kau harus beritahu dulu, kemana kawanku tadi."

"Sudah tertolong orang, dia merupakan salah seorang dari kita bertiga yang dapat meloloskan diri selama limapuluh tahun di dalam gua ini."

Thian-hi menjadi girang, tanyanya, "Siapakah dia?"

"Jangan cerewet!" bentak orang itu. "Aku tiada tempo untuk ngobrol dengan kau, syaratku mau kau terima tidak?"

Badik Buntung - Chin TungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang