66. Kalau Begitu..., Ai Asmara......

2.4K 48 1
                                    

"Kau tidak lebih hanya seorang Siaupwe saja. Jangan anggap bahwa kau tiada tandingannya di jagat ini!" demikian maki Pek Si-kiat dengan nada menghina.

Ang-hwat-lo-mo tertawa panjang, pedang di tangan kanan terayun kontan ia lancarkan jurus ciptaan tunggalnya yang ganas yaitu Jan-thian-ciat-te (mencacat langit pelenyap bumi) taburan sinar kuning keemasan seperti lembayung memancar ke tengah udara terus menungkrup ke atas kepada Pek Si-kiat.

Rada terkejut hati Pek Si-kiat menghadapi serangan hebat ini, sekilas pandang saja lantas ia dapat menjajaki bahwa kepandaian dan Lwekang Ang-hwat-lo-mo sebetulnya memang sangat tinggi tak dapat dipandang ringan. Terutama Lwekangnya jauh lebih tinggi dari bayangannya semula, memang tidaklah bernama kosong dan tiada sebabnya bila Ang-hwat-lo-mo diagungkan sebagai gembong iblis yang ditakuti pada jaman ini, dibanding dirinya sendiri kiranya juga cuma terpaut beberapa tingkat saja. Apalagi sekarang Ang-hwat-lo-mo menyerang dengan senjata tajam yang luar biasa menghadapi kedua tangannya yang kosong, jelas dia sudah mengambil keuntungan.

Pek Si-kiat menjadi beringas, seluruh kekuatan Pek-kut-sin-kangnya dikerahkan untuk menghantam dan melawan rangsakan pedang lawan, hawa memutih dari uap pukulan tangannya yang sakti meluber laksana air bah terus melandai ke depan menyongsong pedang lawan, pikirnya bila perlu biar gugur bersama, betapa pun ia pantang mundur.

Sedetik sebelum kekuatan dua belah pihak yang dahsyat itu saling bentur, tiba-tiba Hun Thian-hi bersuit panjang, tubuhnya mencelat tinggi ke atas. Dari samping ia menonton dengan jelas bila kedua belah pihak benar mengadu kekuatan secara kekerasan pasti berakhir dengan sama luka parah kalau tidak sampai meninggal, sudah tentu Thian-hi tidak menghendaki bila Pek Si-kiat sampai terluka parah, maka begitu tubuhnya mencelat mumbul lempang. Serulingnya segera menutuk di tengah antara kedua rangsakan tenaga raksasa yang hampir bentrok itu, dengan jurus Burung bangau menjulang tinggi menembus awan ia pecahkan kekuatan tenaga yang hampir saling bentur itu, berbareng seperti menunggang awan tubuhnya mengikuti gelombang tenaga dua belah pihak yang bocor itu terus jumpalitan turun pada di arah yang berlawanan.

Bercekat hati Ang-hwat-lo-mo sekian lama ia terlongong-longong memandangi diri Thian-hi.

Sementara Thian-hi sendiri juga dirundung keheranan, waktu tubuhnya mencelat tinggi tadi ia sudah memperhitungkan hendak melancarkan sejurus dari kembangan Wi-thian-chit-ciat-sek. tapi serta sudah berlangsung di tengah jalan tanpa disadari ia melancarkan jurus ketiga dari Gin-ho-sam-sek itu ternyata hasilnya juga begitu memuaskan dan di luar perkiraannya, begitu mudah ia memisah suatu bentrokan yang sulit dibayangkan akibatnya sebelumnya. Maka terasa olehnya sendiri bahwa Lwekangnya sekarang sudah maju pula berlipat ganda, tenaganya dapat dikendalikan sesuka penggunaannya.

Dalam pada itu Ce-han-it-ki juga tengah memandang Thian-hi dengan rasa heran. tanyanya, "Apa hubunganmu dengan Soat-san-su-gou?"

Semula Thian-hi melengak mendengar pertanyaan ini. Sudah lama ia tidak dengar orang menyinggung nama Soat-san-su-gou, sekarang Ce-han-it-ki menyinggung nama suci para beliau itu mungkinkah orang ini punya hubungan yang sangat erat dengan mereka?

Soat-san-su-gou tergolong lurus dan bermartabat gagah, betapa tinggi kepandaian silat mereka, rasanya tidak lebih rendah dari setiap hadirin disini. Kebaikan para beliau-beliau itu rasanya hanya guru budiman Kongsun Hong yang memgasuh dan membesarkan dirinya yang bisa membandingi.

Dengan tersenyum ia menjawab, "Entah apa hubungan Cianpwe dengan mereka berempat?"

Mendadak Ang-hwat-lo-mo menghardik murka, rambutnya sampai berdiri dan mata beringas ia menubruk pula, kali ini pedangnya bergerak menyerang dengan jurus Thian-ko-te-wi langit tinggi bumi berputar sasarannya adalah perut Hun Thian-hi.

Laksana ular hidup berlaksa banyaknya yang melenggang dari segala penjuru sekaligus merangsek bersama ke arah Thian-hi. Terangkat tinggi alis Thian-hi, seruling segera diacungkan miring, kontan ia lancarkan sejurus Wi-thian-chit-ciat-sek, seluruh kekuatan rangsakan Ang-hwat-lo-mo kena tergulung berkisar hebat menerpa balik keempat penjuru pula.

Badik Buntung - Chin TungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang