76. Pertarungan Murid dan Guru!

2.3K 48 0
                                    

Melihat Ham Gwat mendadak terlongong mematung di tempatnya, tiba-tiba terasa oleh Po-ci keadaan yang membahayakan jiwanya ini, Po-ci menjadi sadar bahwa ucapannya tadi sudah terlalu pagi di katakan sehingga terjadi akibat yang di luar dugaan ini. 

Begitu pedang Bu Bing Loni menyambar ke arah Ham Gwat segera ia berteriak memperingatkan: "Awas!" baru mulutnya berseru, sebuah pikiran berkelebat pula dalam benaknya, secara reflek tangan kanannyapun segera bekerja menarik kelima senar harpanya keras-keras, begitu kelima senar harpanya putus dan mengeluarkan gelombang suara yang nyaring melengking menembus langit menerjang ke depan. 

Sungguh dahsyat dan hebat benar suara kelima senar harpa yang terputus itu.

Bu Bing Loni tidak menduga, tubuhnya bergetar hebat, sedang pedang panjang di tangannya pun terlepas jatuh di atas tanah, sekilas pandangan matanya mendelik berapi-api penuh dendam kebencian ke arah Po-ci, sebat sekali tiba-tiba tubuhnya berkelebat melayang keluar gua dan menghilang.

Po-ci masih duduk bersimpuh di tanah, begitu bayangan Bu Bing lenyap kontan mulutnya terpentang menyemburkan darah segar, badannya pun terus roboh lemas.

Lekas-lekas Ma Gwat-sian dan Ham Gwat memburu maju. dengan raut muka dibasahi air mata Ma Gwat-sian berteriak-teriak, "Suhu! Suhu! Bagaimana keadaanmu?

Perlahan-lahan Po-ci membuka mata, ia tersenyum manis ke arah Ma Gwat-sian, ujarnya, "Nak, aku tidak apa-apa, kau tak usah kuatir!" ~ Lalu ia berpaling ke arah Ham Gwat serta sambungnya, "Lekas kau tengok keadaan ayahmu!"

Sungguh Ham Gwat merasa sesal dan terima kasih pula, tahu dia bahwa Bu Bing Loni pasti terluka dalam yang cukup parah karena serangan getaran suara kelima senar harpa yang putus tadi, kalau tidak masa ia melarikan diri. Tapi luka dalam yang diderita Po-ci rasanya jauh lebih berat pula, demi akulah sehingga orang terluka berat, tapi sikapnya masih begitu baik pula terhadap aku, demikian batin Ham Gwat dengan haru.

Maka dengan penuh keharuan Ham Gwat berkata, "Terima kasih Cianpwe, kelak Wanpwe pasti akan membalas budi kebaikan ini!" — Lalu tersipu-sipu ia berlari ke arah Kiang Tiong-bing dan membuka jalan darah yang tertutuk di tubuhnya.

Mengawasi Ham Gwat tak tertahan lagi mengalir deras air mata Kiang Tiong-bing, tiba-tiba ia peluk Ham Gwat erat-erat, katanya sesunggukan, "Nak! Beberapa tahun ini sungguh kau banyak menderita."

Mendadak Ham Gwat seperti merasai hatinya menjadi kosong, terasa bahwa kekesalan lubuk hatinya selama ini mendadak meledak dan semua membanjir keluar, baru pertama kali ini ia mengalirkan air mata, malah begitu deras dan tak terbendung lagi air mata kesedihan dan kegirangan, serta merta mulutnya berteriak seperti orang histeri, "Ayah! ayah......!"

Ma Gwat-sian terketuk sanubarinya, perlahan-lahan ia menundukkan kepala, tanpa tertahan air matanya pun mengalir juga. Baru sekarang ia mendadak memahami, lambat laun dirinya semakin terpaut menjauh dari rasa kebahagiaan yang didambakan selama ini, berlawanan dengan keadaannya Ham Gwat, ia sedang melangkah menuju ke arah bahagia yang sudah tiba di ambang sanubarinya, ia sadar bahwa ia harus lekas-lekas kembali ke Thian-bi-kok.

Dalam pada itu, Kiang Tiong-bing dan Ham Gwat masih berpelukan dan bertangisan entah berapa lama kemudian. Kiang Tiong-bing tertawa serta berkata, "Nak, sudah jangan bertangisan lagi. Coba kulihat kau!" ~ Lalu ia cekal kedua pundak Ham Gwat dan dipandangnya dihadapan mukanya dengan cermat ia amati wajah Ham Gwat yang ayu rupawan itu, berselang lama baru terdengar pula suaranya tertawa girang, "Duapuluh tahun lamanya, kau sudah tumbuh sedemikian besar, sungguh mirip benar dengan ibumu semasa muda, malah kecantikan ibumu rasanya masih kalah tiga bagian dibanding kau sekarang!"

Pertama kali mendapat pujian dan yang memuji justru ayahnya sendiri Ham Gwat menjadi kegirangan dan malu-malu kucing, lekas ia menunduk dan memukul lengan ayahnya dengan aleman.

Badik Buntung - Chin TungWhere stories live. Discover now