92. Tidak Ada Jagoan Nomor Satu

2.2K 47 0
                                    

Kedengarannya orang itu menjadi gugup, katanya, "Masa mau tinggal pergi begitu saja!"

"Habis apa yang harus Wanpwe lakukan?" demikian sahut Thian-hi, "Cianpwe tidak mau unjuk diri untuk bicara, terpaksa tinggal pergi saja, urusan boleh kita bicarakan lagi lain kesempatan!"

Orang itu mendengus, katanya, "Jangan kau gunakan alasan itu untuk main ancam terhadap aku ya!"

"Sedikitpun Wanpwe tidak berpikiran begitu," demikian Thian-hi berdiplomasi sambil tertawa, "soalnya aku menurut kehendak Cianpwe supaya aku lekas pulang bukan!"

Baru saja ia selesai bicara mendadak didengarnya kesiur lambaian baju di belakangnya, luncurannya sedemikian pesat jarang ditemui selama ini. Sebat sekali ia berkelebat menyingkir. Tahu-tahu seorang tua yang berbadan kurus kecil sudah muncul dihadapannya.

Mulut orang tua kurus kecil ini mengeluarkan suara aneh, lalu berkata ke arah kapel, "Lotoa, bocah ini rada aneh sedikit, pukulanku kiranya berhasil dihindari olehnya."

Orang di dalam kapel itu mendengus, dilain kejap tampak sesosok bayangan melayang turun bentuk orang tua ini hampir sama dengan orang tua yang terdahulu, cuma raut mukanya tampak sedikit lebih gemuk dan lebih tua. Sejenak ia mengawasi Thian-hi lalu ia tanya, "Naga-naganya kau memang punya banyak kepandaian tulen, hari ini akan kupaksa kau memboyong seluruh kepintaranmu itu."

Mendadak Thian-hi ingat secara reflek tadi ia sudah gunakan langkah Ling-coa-pou untuk meluputkan diri dari sergapan si orang tua kurus kecil ini, tidak perlu dibuat heran bila mereka menjadi takjup dan ingin menjajal kepandaiannya. Cepat ia menjura serta berkata, "Wanpwe Hun Thian-hi, harap tanya nama mulia Cianpwe berdua!"

Orang tua yang rada gemuk menjadi kurang sabar, katanya, "Aku bernama Goan Tiong, dia bernama Goan Liang, orang menyebut kami Ni-hay-siang-kiam, sudah cukup bukan, mari sekarang kau boleh unjuk sejurus dua gebrak kepandaianmu."

Dari samping Goan Liang ikut menyela, "Toako main sungkan apa segala? Makin sungkan kepalanya semakin besar, justru aku tidak percaya kepandaian sejati apa yang dia miliki, biar kujajal dia lagi betapa tinggi kepandaian bocah keparat ini."

Sembari berkata kakinya sudah melangkah ke depan, keruan Thian-hi merasa kaget, melihat gerak gerik kedua orang tua yang begitu gesit dan tangkas tadi, Thian-hi tahu bahwa dirinya bukan tandingan mereka berdua, cepat ia melangkah mundur serta berteriak, "Nanti dulu!"

Goan Liang menghentikan kakinya, tanyanya, "Masih mau ngobrol apa lagi kau?"

Melihat sikap kasar orang Thian-hi jadi gemas dan dongkol, tapi apa boleh buat, sejenak ia merandek lalu katanya, "Cara ini kurang adil! Kalian menindas bocah kecil, berdua main keroyok lagi, apakah kalian tidak takut ditertawakan orang, Ni-hay-siang-kiam yang kenamaan kok mengeroyok bocah kecil?" ~ sebenarnyalah baru hari ini ia pertama kali mendengar nama Ni-hay-siang-kiam ini.

Cepat Goan Tiong mencegah Goan Liang, "Loji jangan main kasar. Ucapan buyung ini memang benar, masa begitu gampang kau hendak menjatuhkan pamor kita selama puluhan tahun?"

Terpaksa Goan Liang mundur pula ke tempatnya semula.

Kata Hun Thian-hi, "Cianpwe berdua mengundang aku kemari entah ada keperluan apa?"

"Konon kabarnya kau bakal menjadi jagoan nomor satu di seluruh kolong langit ini, apalagi sebagai ahli waris Wi-thian-chit-ciat-sek, maka kuundang kau kemari untuk belajar kenal!"

"Kalau hanya untuk keperluan itu, tidak perlulah dilanjutkan persoalan ini, bagaimana ilmu silatku Cianpwe berdua tadi sudah menyaksikan, terpaut terlalu jauh dibanding kalian berdua, kabar angin kenapa harus dipercaya!"

Badik Buntung - Chin TungWhere stories live. Discover now