94. Permusuhan Dua Keluarga

2.2K 43 0
                                    

Hatinya jadi was-was bahwa kebon kembang inipun ternyata diatur dengan bentuk sebuah barisan, kalau tidak, tidak mungkin Goan Tiong dan Goan Liang dapat bergerak sedemikian lincah dan cepat sekali dalam waktu yang sedemikian singkat pula. 

Thian-hi menyadari bahwa untuk menerjang masuk dan menembus langsung ke gedung besar itu sangatlah sukar bagaikan memanjat langit, apalagi bila ia teringat pengalamannya di dalam Thay-si-ciang-soat-lian-mo-tin dulu, ia jadi jeri untuk sembarangan beranjak ke dalam.

Terpaksa ia putar kayun mengelilingi pagar tembok. Diam-diam ia mencari akal cara bagaimana untuk menjebol barisan ini, tapi hakikatnya ia tidak akan memperoleh kunci pemecahannya karena ia sendiri tidak tahu segala seluk beluk mengenai barisan apakah yang dihadapinya ini.

Saking gemas lalu terpikir olehnya, "Bila Ham Gwat ada disini perkembangan selanjutnya tentu gampang di atasi, bukankah Ham Gwat juga bisa menyelami intisari dari rahasia barisan Thay-si-ciang-soat-lian-mo-tin?" semakin dipikir hatinya menjadi gundah, berbagai pikiran menggejolak dalam becaknya. Akhirnya ia menghirup napas dalam-dalam menghilangkan segala pikiran yang membutakan otaknya, dengan seksama ia mulai lagi meneliti keadaan dan kedudukan posisi barisan yang aneh ini.

Sekonyong-konyong sesosok bayangan abu-abu berkelebat di ujung pandangan matanya, sesosok bayangan itu melayang turun dari tengah udara seringan daun melayang jatuh ke tanah dan akhirnya hinggap di atas tembok di sebelahnya.

Waktu menegas lihat seketika hatinya menjadi girang-girang kejut, karena pendatang ini bukan lain adalah Ah-lam Cuncia adanya. Sungguh tak kira bahwa Ah-lam Cuncia bisa muncul dalam saat dan keadaan yang sulit ini. Ini benar suatu hal yang mengejutkan dan menggirangkan pula hatinya. Tapi untuk tujuan apa pula Ah-lam datang kemari?

Sambil tersenyum lebar Ah-lam Cuncia menyapa dulu kepada Hun Thian-hi, "Hun-sicu apa baik-baik saja selama berpisah?"

Cepat-cepat Hun Thian-hi menjura hormat serta tanyanya, "Entah untuk apakah Taysu datang kemari?"

Ah-lam Cuncia menyapu pandang keadaan kebon kembang di dalam tembok lalu tertawa, katanya, "Hun-sicu sampai meluruk kemari apakah karena persoalan kuda hijau itu?" — dengan tawa berseri ia pandang muka Hun Thian-hi.

Dari nada pertanyaan Ah-lam Cuncia, Hun Thian-hi bisa menarik kesimpulan bahwa beliau pun karena urusan itu pula sehingga datang kemari, keruan hatinya rada terhibur, sebagai Suheng dari Ka-yap Cuncia, sebagai angkatan tua yang aneh dan serba misterius bagi dunia persilatan, pasti beliau dengan gampang saja dapat memecahkan rahasia barisan kembang yang rumit ini. Mengandal kepandaiannya, tidak perlu takut lagi menghadapi Goan Tiong berdua.

Belum lagi Hun Thian-hi angkat bicara, keburu Ah-lam Cuncia berkata lagi, "Jikalau Hun-sicu kemari juga karena kuda hijau, maka Loceng menganjurkan supaya Hun-sicu lekas pulang saja!"

"Semula tujuan Wanpwe bukan kuda hijau itu, hendak menolong Ma Gwat-sian. Tapi sekarang urusan sudah menjadi berkepanjangan, mau tak mau kedua urusan ini harus kuselesaikan sekalian!" — lalu ia jelaskan asal mula kejadian ini sampai keadaan yang menyulitkan ini.

Ah-lam Cuncia berpikir sekian lamanya, ujarnya, "Sebab musabab kuda hijau itu terlalu panjang dan rumit untuk dijelaskan. Mo-bin Suseng memang terlalu membawa adatnya sendiri, bekerja tanpa perhitungan sehingga terjadilah keadaan yang menyulitkan ini."

Berdetak jantung Thian-hi mendengar ucapan orang, ditariknya suatu kesimpulan pula bahwa orang yang telah terbunuh oleh pukulannya tempo hari memang benar adalah Mo-bin Suseng bukan Siau-bin-mo-im seperti yang diduganya semula.

Agaknya Ah-lam Cuncia dapat meraba alam pikiran Thian-hi, dengan tertawa welas asih ia berkata, "Orang yang mati itu memang Mo-bin Suseng adanya, sekarang dia sudah ajal maka budi dan dendam sudah himpas sama sekali."

Badik Buntung - Chin TungWhere stories live. Discover now