51. Pertarungan Dua Puluh Jurus

2.3K 48 1
                                    

Thian-hi pura-pura melengak dan angkat pundak keheranan, serunya, "Kalian adalah tokoh kosen dari aliran lurus bukan? Kenapa berkata demikian, aku tiada punya permusuhan atau sakit hati dengan kalian, kenapa pula aku harus menjawab setiap pertanyaan kalian?"

"Sahabat kecil," Pek-bi-siu cukup licin, ia mengubah sikap dan merubah suasana yang semakin tegang ini. "Maksudmu bila ada permusuhan atau ada hutang budi baru boleh mengajukan tanya jawab?"

Thian-hi melenggong, tak tahu ia apakah Pek-bi-siu ada permusuhan atau pernah menanam budi terhadap dirinya, dalam hati bertanya-tanya, namun lahirnya tetap bersenyum, jawabnya, "Boleh dikata begitulah!"

"Kami Thian-bi-siang-kiam tiada sebab takkan mengajukan pertanyaan kepada kau, sebelum ini kamipun pernah sekedar membantu kau mengerjakan urusan kecil saja. Ketahuilah lima ratus pasukan pendam di gedung Siang-kok yang bersenjata lengkap itu, semua berhasil kami tutuk jalan darah penidurnya. Anggaplah perbuatan kami ini sebagai budi kecil belaka!" — habis berkata Pek-bi-siu tertawa lantang, seolah-olah ia sangat bangga akan buah karyanya itu, bahwa sebenar-benarnyalah Thian-hi harus mengetahui bahwa Thian-bi-siang-kiam bukan golongan tingkat rendah yang boleh diajak main-main.

Baru sekarang Thian-hi sadar, "Kiranya adalah perbuatan kalian."

"Bagi kami kejadian itu tidak perlu dibanggakan. tapi sekarang kau boleh menjawab pertanyaan kami bukan?" demikian desak Pek-bi-siu.

"Kiranya Cianpwe berdualah yang turun tangan. Kemaren aku heran kenapa pasukan pendam itu seperti mati kutu, kalau begitu aku harus ucapkan banyak terima kasih pada kalian!"

"Kami sudah menerimanya dan tidak perlu disinggung lagi," kata Pek-bi-siu, "yang penting kau harus menjawab pertanyaan yang kuajukan tadi."

Thian-hi tahu kalau dirinya menjelaskan urusan bakal semakin runyam, Thian-bi-siang-kiam sudah puluhan tahun menetap di Thian-bi-kok, tempat mana saja yang tidak diketahui oleh mereka, maka katanya, "Seharusnya aku menjelaskan. Soalnya aku pernah berjanji kepada seseorang supaya tidak membocorkan rahasia tempat itu, harap Cianpwe berdua maklum dan memberi maaf!"

Giok-hou-sian mendengus, jengeknya, "Jelas kau hanya membual belaka! Menurut aku asal-usulmu kurang jelas, mungkin kau datang dari Tionggoan, betul tidak?"

Bercekat hati Thian-hi, sahutnya tertawa, "Cianpwe main menuduh karena aku tidak sudi menjelaskan dimana aku menemukan buah ajaib itu?"

Giok-hou-sian semakin berang, sebaliknya Pek-bi-siu tertawa, katanya, "Kalau begitu cobalah kau sebutkan nama orang yang melarang padamu itu!"

"Aku tidak tahu siapa namanya, diapun tak mau menerangkan padaku!"

"Usiamu masih muda, tapi berani membual hendak menipu kami berdua," demikian jengek Giok-hou-sian, "masa ada urusan begitu gampang, dia yang kasihkan kau atau kau sendiri yang memperoleh buah ajaib itu?" .

Jelas kelihatan oleh Thian-hi bahwa Pek-bi-siu dan Giok-hou-sian ini masing-masing berwajah warna merah dan putih, karena diberondong oleh pertanyaan terus ia menjadi jengkel, sahutnya dingin, "Apakah Cianpwe berdua anggap pernah menanam budi lantas mendesakku sedemikian rupa? Kenapa sikap kalian begitu kasar dan kurang terhormat?"

Pek-bi-siu merengut membesi, katanya kereng, "Soalnya karena asal usulmu yang tidak jelas jangan kau sangka ilmu silatmu sudah lihay, usiamu masih begitu muda berani memandang rendah orang lain!"

"Jika kalian tiada urusan lain lagi, maaf, aku mohon diri saja, tugas di istana menjadi bebanku, tidak bisa aku meninggalkan dinas terlalu lama!"

Tiba-tiba Giok-hou-sian terloroh-loroh dingin panjang, serunya, "Baru hari ini aku melihat ada seseorang berani bersikap begitu kurang ajar terhadap kami, ingin aku melihat betapa lihay bocah macammu yang belajar sendiri tanpa bimbingan guru ini!"

Badik Buntung - Chin TungWhere stories live. Discover now