43 - Pamit.

167 10 0
                                    

Happy Reading.

Sekarang Trianna sedang bersiap-siap, pagi ini ia dan Bryan akan pergi ke bandara. Hari ini Beatrice dan Baslano akan pulang ke London, rencananya Trianna dan Bryan akan berpamitan dengan Beatrice dan Baslano di bandara.

Setelah puas melihat bayangan tubuhnya di depan cermin, Trianna langsung turun ke bawah memakai lift. Tidak butuh waktu yang lama pintu lift terbuka, Trianna berjalan keluar dari lift. Di luar sudah ada Bryan dan Willy yang sedang menunggu Trianna, mereka menunggu Trianna di depan mobil bermerk Bentley berwarna hitam.

Bryan melihat ke arah Trianna yang sedang berjalan menghampiri dirinya. Lalu Trianna berdiri di samping Bryan.

"Kita berangkat sekarang?" tanya Trianna.

Bryan menganggukkan kepalanya, "Ayo kita berangkat." Tangan Bryan menggenggam tangan Trianna.

Willy membukakan pintu untuk tuan dan nyonyanya, tangan Bryan masih menggenggam tangan Trianna sampai mereka berdua masuk ke dalam mobil. Willy menutup pintu belakang lalu membuka pintu depan dan masuk ke dalam mobil.

Mobil berjalan keluar dari mansion langsung menuju ke bandara. Di sepanjang perjalanan Bryan masih tetap menggenggam tangan Trianna, Bryan tidak melepaskan genggaman tangannya. Willy melirik ke arah kaca spion dalam mobil sejenak, lalu kembali fokus menyetir.

"Kau sepertinya sangat suka memandangi gedung-gedung tinggi itu," sindir Bryan.

Trianna menoleh ke arah Bryan, "Iya, gedung-gedung itu sangat tinggi, dan ada yang berbentuk unik membuat gedung itu terlihat menarik."

"Oh, menarik ya?" Bryan mencondongkan badannya mendekatkan diri ke arah Trianna untuk melihat gedung-gedung melalui jendela sebelah Trianna.

Trianna seketika menahan nafasnya ketika jarak antara dirinya dengan Bryan sangat dekat. Bryan terdiam memperhatikan gedung-gedung dari jendela mobil.

"Tidak ada yang menarik," ucap Bryan. Kemudian tatapannya beralih ke arah Trianna yang berada sangat dekat dengannya.

Jantung Trianna seketika berdebar sangat kencang ketika Bryan menatapnya dengan lekat.

"Kau ingin tau apa yang jauh lebih menarik di bandingkan gedung-gedung itu?" tanya Bryan.

Trianna terdiam sejenak, "Apa?" tanyanya dengan suara yang mirip seperti tikus kejepit. Sungguh, jantung Trianna berdebar sangat kencang saat ini.

Mata Bryan menatap ke arah Trianna, kemudian tatapannya turun ke leher Trianna dan tatapannya terjatuh kepada dada Trianna. Bryan terdiam memandanginya.

Trianna menatap was-was ke arah Bryan. Kemudian Bryan kembali menatap mata Trianna, kepala Bryan mendekat ke telinga Trianna.

"Dirimu," bisik Bryan.

Jantung Trianna seketika melompat-lompat, perut Trianna mendadak di penuhi oleh kupu-kupu yang berterbangan. Ingin rasanya Trianna berteriak, tetapi tidak bisa karena saat ini di depannya ada Bryan yang sedang menatapnya.

"Ekhem." Bryan dan Trianna kompak menengok ke arah sumber suara. Willy menengok juga sambil tersenyum, kemudian tatapannya kembali fokus melihat ke depan.

Bryan lupa kalau di dalam mobil ini tidak hanya ada dirinya dan Trianna saja. Lalu Bryan kembali duduk tegap menghadap ke depan di kursinya.

"Pengganggu." Bryan menatap tajam melalui kaca spion di dalam mobil.

Willy tersenyum canggung merasa bersalah, "Maaf, tuan."

Sementara Trianna masih mematung di kursinya, berusaha untuk menetralkan detak jantungnya yang berdetak tidak karuan.

Tidak terasa mereka sudah sampai di bandara, mobil berhenti di area parkir. Willy turun terlebih dulu membukakan pintu untuk Bryan dan Trianna, lalu Bryan dan Trianna turun dari mobil.

Kemudian mereka bertiga berjalan memasuki bandara, Bryan masih setia menggenggam tangan Trianna. Mata mereka melihat-lihat ke sekeliling mencari keberadaan Beatrice dan Baslano.

Di salah satu kursi tunggu, Trianna melihat Beatrice sedang melambaikan tangannya ke arah mereka, di samping Beatrice ada Baslano yang sedang membaca koran dengan kaki di lipat. Bryan dan Trianna langsung berjalan mendekati Beatrice dan Baslano.

Beatrice dan Trianna langsung berpelukan, kemudian Trianna dan Bryan duduk di kursi depan Beatrice dan Baslano.

"Tumben sekali papah tidak memakai pesawat pribadi dan lebih memilih pesawat biasa," ucap Bryan.

Baslano melirik ke arah anaknya sejenak, "Bosan." Lalu tatapan Baslano kembali fokus membaca koran yang ada di tangannya.

"Kapan kalian akan berangkat?" tanya Trianna.

"15 menit lagi," jawab Beatrice, "Bagaimana keadaanmu Trianna?" tanyanya.

"Sudah lebih baik," jawab Trianna tersenyum.

Setelah itu Trianna dan Beatrice lanjut berbincang-bincang, Bryan hanya terdiam menyimak obrolan yang di bicarakan oleh Beatrice dan Trianna. Sementara Baslano masih fokus membaca koran.

Tidak terasa 15 menit sudah berlalu, sekarang Beatrice dan Baslano berdiri untuk pergi memasuki pesawat. Beatrice dan Trianna berpelukan sangat erat.

"Pasti mamah akan sangat merindukan kamu," ucap Beatrice.

Trianna tersenyum, "Trianna juga."

"Jangan lupa makan, jaga kesehatannya ya. Kalau Bryan nakal bilang aja langsung sama mamah ya," ucap Beatrice mengelus-elus rambut Trianna.

Trianna menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Tiba-tiba ia teringat dengan bundanya, ingin rasanya Trianna memeluk bundanya, tetapi tidak bisa. Sekarang Trianna dan bundanya berbeda dunia.

Beatrice berpelukan dengan Bryan, kemudian Beatrice dan Baslano berpamitan untuk pergi. Mereka berdua berjalan di lorong menuju pesawat.

Trianna melambaikan tangannya, "Sampai jumpa!"

Beatrice membalasnya dengan melambaikan tangannya juga sambil tersenyum.

.
.
.

To be content.

Gengs, jujur aku bingung buat ngelanjutin ceritanya😭 maaf ya gengs kalo gk nyambung hehe, maaf juga baru sempet buat update hehe.

Jangan lupa vote, komen, dan follow akun akuuu!! Terimakasihh.

IMAGINATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang