27 - Dinner.

316 18 0
                                    

Happy Reading.

Mereka semua sudah berkumpul di ruang makan, ruang makan itu sangat luas dengan interior yang mewah memenuhi ruangan itu. Sebuah meja panjang berada di tengah-tengah ruangan itu, di atas meja itu sudah ada makanan yang di hidangkan 5 menit yang lalu. Suasana dalam ruang makan itu hening, mereka memakan makanan mereka dengan khidmat dan tenang.

Setelah makanan utama sudah habis, para pelayan membereskan meja makan dan membawa makanan penutup. Bryan dan Baslano sedari tadi mengobrol tentang bisnis, Trianna hanya terdiam memperhatikan. Sementara Beatrice menatap bosan ke arah keduanya.

"Kenapa kalian tiba-tiba datang ke London?" tanya Beatrice tiba-tiba kepada Bryan dan Trianna.

Trianna ingin menjawab tetapi ia urungkan ketika Bryan lebih dulu menjawab, "Kami akan menikah."

"Mamah tau itu. Kalian 'kan akan menikah hari Sabtu Minggu depan," ucap Beatrice.

"Bukan, tapi kami akan menikah Sabtu besok." Seketika suasana hening. Baslano dan Beatrice menatap ke arah Bryan dengan tatapan terkejut.

"Hah?!" Beatrice menatap tidak percaya, "Maksudmu?"

"Aku memajukan tanggal pernikahan aku dengan Trianna," ucap Bryan datar.

"Kalau Sabtu besok itu waktunya terlalu cepat untuk mengurus acara pernikahan tau!" seru Beatrice membuat Trianna mengangguk setuju, "Tapi ya, gapapa sih, lebih cepat lebih baik." Mendengar itu seketika membuat pundak Trianna merosot ke bawah.

"Untuk persiapan acara pernikahan, Willy sudah mengurus semuanya, dan semuanya sudah siap. Tinggal menunggu hari esok untuk melaksanakan acara pernikahan," ucap Bryan tetap dengan ekspresi datarnya.

Baslano menatap datar ke arah putranya itu, "Lalu? Kenapa kau datang kemari?"

"Aku hanya ingin memberitahu kalian," jawab Bryan. "Nanti pagi kami akan pulang ke Los Angeles."

"Secepat itu?" tanya Beatrice dengan nada tidak suka.

"Iya," jawab Bryan singkat.

"Mamah bahkan belum puas melepaskan rindu kepada menantu mamah," ucap Beatrice sembari menatap Trianna sedih.

"Apa mamah tidak akan datang ke acara pernikahan kami?" tanya Trianna terdengar masih canggung untuk memanggil mamah kepada Beatrice.

"Tentu saja mamah dan papah akan datang! Hari itu adalah hari yang mamah tunggu-tunggu selama 5 tahun ini!" seru Beatrice.

Trianna tersenyum canggung, ia melirik ke arah Bryan yang sedang memperhatikan Trianna dengan ekspresi datar. Berbeda sekali saat Bryan sedang berduaan saja dengan Trianna.

"Sudah malam, sebaiknya kalian istirahat," ucap Baslano sembari berdiri dari kursinya. Bryan dan Trianna ikut berdiri dan menganggukkan kepala mereka. Baslano berjalan meninggalkan ruangan, Beatrice menatap ke arah Trianna sembari tersenyum dan mengucapkan selamat malam, Trianna membalasnya dengan senyuman. Lalu Beatrice mengikuti Baslano di belakang.

Setelah Baslano dan Beatrice meninggalkan ruangan menuju kamar tidur mereka, Trianna menatap ke arah Bryan.

"Aku tidur di mana?" tanya Trianna kepada Bryan.

"Kau tidur di kamarku," ucap Bryan sembari menggenggam tangan Trianna. Trianna ingin protes tetapi Bryan lebih dulu menarik tangannya.

Mereka berjalan sembari bergandengan tangan masuk ke dalam lift, Bryan menekan tombol lift menuju ke kamar miliknya di lantai atas. Tidak butuh waktu yang lama pintu lift terbuka, mereka berjalan keluar dari lift.

Bryan berhenti di depan pintu kamar yang cukup besar, lalu ia membuka pintu kamar tersebut. Bryan masuk ke dalam kamar yang sudah lama tidak ia tempati, walaupun hanya beberapa kali ia tempati karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya di Los Angeles.

Trianna masuk ke dalam kamar Bryan, kamar itu di dominasi warna putih dan hitam. Tidak jauh berbeda dengan kamar Bryan di Los Angeles. Pintu kamar di tutup dan di kunci oleh Bryan.

"Kau tidur di sofa, ya?" pinta Trianna. Bryan menoleh ke arah Trianna.

"Itu kasur punya aku," ucap Bryan sembari menunjuk ke kasur yang ada di kamar itu.

Trianna mengangkat satu alisnya, "Terus? Aku yang harus tidur di sofa?"

"Tidak, kita tidur bersama di kasur itu."

"Hey! Kita belum menikah tau!"

Bryan menatap Trianna tidak suka, "Biarkan saja, kita akan menikah satu hari lagi."

"Tidak--"

"Tidak menerima protes di atas jam 9 malam." Bryan tersenyum miring.

Trianna melihat ke arah jam tangannya, "Baru jam 9 lewat 5 menit!"

"Sama saja. Pokoknya tidak menerima protes," ucap Bryan tersenyum tengil.

Trianna menatap Bryan gemas, saking gemasnya Trianna ingin mencubit ginjal Bryan. Bryan sedikit membungkukkan badannya untuk mensejajarkan kepalanya dengan Trianna, mengingat kalau tinggi Trianna hanya setinggi dada Bryan saja.

Bryan mengacak-acak rambut milik Trianna, melihat muka Trianna yang memerah karena kesal membuat Bryan merasa gemas. Kemudian Bryan mencubit pelan hidung mancung Trianna.

"Heh!" Trianna menatap kesal ke arah Bryan. Bryan kembali berdiri tegak, ia berjalan menuju kasurnya lalu merebahkan dirinya di kasur mengabaikan segala ocehan yang keluar dari mulut Trianna.

Trianna yang melihat Bryan sudah memejamkan mata menghentakkan kakinya kesal. Kemudian ia berjalan lemas ke arah kasur lalu merebahkan dirinya di samping Bryan.

'Nyebelin!' batin Trianna. Tidak butuh waktu yang lama, ia sudah terlelap ke dalam mimpinya.

Sementara di luar pintu kamar Bryan, berdiri sepasang suami istri yang sedang mengintip ke dalam kamar Bryan.

"Kok anak kita bisa segemes itu ya, Pah?" tanya Beatrice berbisik.

Baslano memutar bola matanya, "Mana aku tau," ucapnya. Sejujurnya Baslano terpaksa berdiri di depan pintu kamar putranya itu, ia di paksa oleh Beatrice dengan ancaman kalau Baslano tidak mau ikut, Baslano akan tidur di luar.

Beatrice melirik Baslano kesal, kemudian kembali mengintip lubang kecil yang Beatrice buat saat ia mendengar kalau Trianna dan Bryan akan datang ke London.

"Kok mereka langsung tidur sih?"

Baslano melirik ke arah Beatrice, "Kau sepertinya lupa dengan janji anakmu itu."

"Janji apa?" Beatrice menatap Baslano heran.

"Bryan berjanji kalau dia tidak akan merusak perempuan, kecuali perempuan itu sudah resmi menjadi istrinya."

Beatrice kemudian teringat dengan janji putranya 10 tahun yang lalu.

"Sudahlah, mereka pasti merasa lelah karena perjalanan yang jauh. Biarkan saja mereka beristirahat," ucap Baslano lalu berjalan meninggalkan Beatrice.

Beatrice menghela nafasnya, "Baiklah." Kemudian Beatrice berjalan mengikuti Baslano di belakang.

.
.
.

To be content.

Gengs, maaf kalo cerita ini agak gak jelas yaa😭 aku agak bingung hehehe.

Jangan lupa vote, komen, dan follow akun wp akuu yaaaa. Terimakasihhhh.

IMAGINATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang