49 - Hukuman.

98 2 0
                                    

WARNING [16+]!
Part ini mengandung adegan penyiksaan dan sedikit +.

Disclaimer : part ini mungkin dapat mengganggu kenyamanan para pembaca. Jika merasa tidak nyaman bisa langsung di skip ke part selanjutnya. Terimakasih.

Happy Reading.

Trianna menggeliatkan tubuhnya, perutnya terasa mual dan kepalanya terasa sangat pusing. Sepertinya ini adalah efek samping dari obat bius yang di berikan oleh Bryan. Entah berapa banyak takaran yang Bryan berikan, tapi yang jelas saat ini kepalanya terasa sangat pusing.

Trianna mencoba untuk membuka matanya perlahan, matanya menyipit untuk melihat kesekeliling dirinya. Dia saat ini berada di dalam ruangan yang gelap, hanya ada dua obor saja yang menerangi tempat itu.

Pandangan Trianna jatuh ke bawah, ruangan ini tidak memakai keramik dan langsung menyentuh tanah. Tercium aroma darah yang kuat di dalam ruangan ini, aroma amis itu menusuk-nusuk indra penciuman Trianna.

'Apakah ini ... ruang bawah tanah?' batin Trianna.

Trianna menarik tangannya, ternyata kedua tangannya sudah di rantai di tiang penyangga. Kemudian Trianna melihat ke arah kakinya yang sepertinya sudah di rantai juga, ia terkejut saat melihat dirinya tidak memakai baju dan hanya memakai pakaian dalam saja.

"Dimana bajuku?!" Trianna memekik terkejut.

Suara derap kaki terdengar di telinga Trianna membuat Trianna langsung terdiam sesaat, sepertinya ada seseorang yang akan datang ke sini. Trianna melihat ke arah pintu kayu satu-satunya yang ada di ruang bawah tanah itu untuk melihat siapa yang akan datang.

Suara itu berhenti tepat di depan pintu, Trianna menajamkan matanya. Tetapi setelah 2 menit berlalu, tidak ada tanda-tanda kalau pintu itu akan terbuka. Trianna mengernyitkan alisnya heran.

"Bryan?" panggil Trianna ragu.

Tidak ada jawaban dari luar. Tetapi setelah itu ia mendengar suara kunci pintu yang terbuka, seketika Trianna merasa jantungnya akan copot.

Seseorang masuk ke dalam ruang bawah tanah itu, kemudian orang itu berjalan mendekati Trianna. Membuat Trianna semakin merasa panik. Orang itu berhenti di hadapan Trianna, Trianna mengangkat kepalanya untuk melihat siapa orang itu.

"Bryan?!" pekik Trianna terkejut.

Bryan hanya diam dengan ekspresi muka yang dingin dan datar, tidak lupa dengan tatapannya yang tajam siap menusuk siapapun yang ada di hadapannya.

"Bryan, kenapa aku di rantai di sini?!" tanya Trianna.

Bryan hanya diam sebelum ia menjawab, "Hukuman. Kau harus di hukum," ucap Bryan dingin.

"Kenapa aku harus di hukum?!" teriak Trianna.

"Cih, kau masih bertanya kenapa kau harus di hukum?" Bryan menatap Trianna tajam. "Aku sudah bilang kepadamu kalau kau ingin pergi dari mansion, kau harus bilang kepadaku dulu."

"Tapi apa yang kau lakukan?! Kau pergi dari mansion tanpa memberitahu diriku dan memilih untuk berbohong kepada penjaga agar bisa bertemu dengan sahabat kesayanganmu itu!"

Oh, no. Trianna sepertinya sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal!

"Sudah dua kali ... sudah dua kali kau melakukan itu Trianna!"

Trianna terdiam tidak membalas, rasa takut kepada Bryan kembali menggerogoti dirinya.

"Dan sekarang, kau harus di hukum." Bryan mengambil sesuatu dari kantung belakang celananya. Itu ... pisau!

"Hey! Mau apa kau dengan pisau itu?!" teriak Trianna.

Bryan tidak menjawab pertanyaan Trianna dan berjalan mendekati Trianna. Bryan melangkah terlalu dekat dengan Trianna, membuat Trianna bisa merasakan nafas Bryan yang bau rokok dan mint.

Trianna bergetar ketakutan, tatapan Bryan sungguh sangat mengerikan jika ia sedang marah. Bryan yang mengetahui hal itu tersenyum miring.

"Calm down, baby. Ini tidak akan terlalu sakit kok," ucap Bryan tersenyum miring. Trianna semakin panik saat benda tajam itu menyentuh punggungnya.

"Tidak! Jangan Bryan!" teriak Trianna memberontak. Membuat benda tajam itu menggores punggung cantiknya.

"Ahk!" teriak Trianna kembali saat tangan Bryan bergerak untuk melukiskan namanya di punggung Trianna.

Air mata Trianna mengalir menahan rasa sakit dan perih yang ada di punggungnya. Setetes darah jatuh ke tanah.

"Bryan ..."

"Sebentar sayang, ini tidak akan lama."

Tubuh Trianna semakin gemetar menahan rasa sakit dan perih, Bryan yang melihat itu tersenyum miring dan memilih untuk memelankan goresan pisau miliknya. Trianna menggigit bibirnya kuat sampai berdarah menahan dirinya untuk tidak berteriak.

"Jangan gigit bibirmu!" peringat Bryan tajam sambil terus mengukirkan namanya di punggung Trianna yang cantik.

"Bryan ..."

"Iya-iya, ini bentar lagi jadi kok sayang."

Trianna menggelengkan kepalanya, "Tolong ... tolong hentikan ini Bryan! Ini sangat sakit ..."

"Sebentar."

"Bryan ... tolong." Trianna menatap mata Bryan memelas. Tetapi meskipun di tatap seperti itu, Bryan tetap melanjutkan mengukir namanya dengan pisau.

Trianna terisak kecil, hal itu membuat Bryan merasa sedikit tersentuh tapi tetap melanjutkan ukirannya. Sekarang sudah sampai di huruf terakhir namanya.

"Selesai." Bryan tersenyum melihat hasil dari ukiran tangannya.

Trianna berhenti terisak, ia menatap mata Bryan yang sedang tersenyum menatap punggungnya. Kemudian setelah memandangi hasil karyanya beberapa detik, Bryan berjalan ke sebuah meja untuk menaruh pisaunya.

Bryan menatap meja yang ada di hadapannya, saat melihat sebuah cambuk, sebuah ide gila muncul di otak cerdasnya. Tangan Bryan mengambil cambuk berwarna hitam itu, kemudian ia berjalan kembali mendekati Trianna.

Trianna melototkan matanya saat melihat Bryan membawa cambuk.

"Mau apa kau dengan cambuk itu?!" teriak Trianna.

Bryan tersenyum miring, "Hukumanmu belum selesai." Kemudian ia berjalan dan berdiri di belakang Trianna.

Tangan Bryan bergerak mencambuk punggung Trianna yang masih basah dengan darah yang mengalir dari luka goresan.

Ctak!

"Ahk!" teriak Trianna kesakitan.

"Itu hukuman untuk dirimu yang selalu membangkang kepada diriku!"

Ctak!

"Ahk!" Air mata mulai membasahi mata Trianna.

"Itu hukuman untuk dirimu karena sudah bertemu dengan pria lain tanpa memberitahu diriku!"

Ctak!

"Ahk!" Rasa sakit, perih, dan panas terasa di punggung Trianna, membuat Trianna menangis sesenggukan.

"Itu hukuman karena dirimu sudah membuatku merasa cemburu!"

Trianna menangis sembari menggigit bibirnya hingga berdarah, tubuhnya kini sudah bergetar hebat karena kesakitan.

Bryan berhenti, ia menggenggam erat cambuk yang sedang ia pegang. Matanya menggelap dan menatap lurus tubuh Trianna yang sedang gemetar.

Setelah beberapa detik berlalu, Bryan melepaskan cambuk itu dari tangannya kemudian berlari memeluk tubuh Trianna.

"Maafkan aku, maafkan aku ..."

.
.
.

To be content.

Haaaaiii geeenggsss, ini gantung banget asli. Tapi bakal di lanjut di part 50 gengs, dengan plot twist yang bikin kalian terkejut dan terheran-heran (mungkin) hehe.

Jangan lupa vote, komen, dan follow akunn akuuu yaaaa! Terimakasihh gengs.

IMAGINATIONWhere stories live. Discover now