Bagian Satu

144K 8.2K 35
                                    

Teriakan panik dari beberapa orang terdengar menggema, bahkan tak sedikit yang mengabadikan momen langka yang tengah terjadi dalam memori ponsel mereka. Seolah nyawa gadis yang tengah berdiri di ujung roftoop itu tak berharga sama sekali.

Bahkan tak sedikit yang mendukung aksinya untuk melompat. Terdengar gila memang, namun begitulah kenyataannya. Karena kematian gadis itu berarti kebebasan untuk Universe High School.

"Dengerin gue, Kea!"

Kenapa suaranya familiar banget?.

Kelopak mata gadis berambut pendek itu terpejam rapat, tak memedulikan kebisingan di sekitarnya. Hembusan angin yang menyapu anak rambut dan pakaiannya juga tak mampu membuatnya terjaga, seolah momen inilah yang telah ia tunggu.

Seorang laki-laki tampak mengepalkan tangannya. "Lo pikir, dengan mati lo bakal menyelesaikan semuanya. Keana Madeline?!" Hardiknya dengan rahang mengetat.

Mati?.

Dengan gerakan teratur. Gadis 17 tahun itu mulai membuka mata, hingga memperlihatkan sepasang iris cokelat madu yang terlihat lembut nan sayu.

"Lo pikir, semua masalah yang lo perbuat bakal selesai kalo lo bunuh diri?!" Laki-laki itu kembali berujar marah, ketara sekali dari wajahnya yang merah padam.

Tubuh Keana mematung. Dadanya tiba-tiba merasa sesak, bersama kedua kelopak matanya yang melebar.

"Mo ... Morgan?" Keana berujar lirih, persis seperti suara bisikan.

"Maju sekarang, atau gue bakal bikin perhitungan sama lo!"

Keana tak membalas. Rasanya seperti deja vu. Beberapa meter di depannya ada Morgan, pria yang sempat menyodorkan kematian padanya. Tak lama tatapannya bergulir, memperhatikan beberapa siswa yang berdiri tak jauh dari Morgan.

"Kenapa ... ,"

Bibir Keana mendadak kelu, kala wajahnya menoleh ke belakang. Sejenak pandangannya sempat mengabur. Sepertinya ia berada di roftoop sekolah, yang terbentang 25 meter dari tanah.

"Kenapa gue ada di sini?"

Pertanyaan yang Keana tunjukan pada dirinya sendiri itu berhasil membuat perhatiannya kembali terarah pada wajah marah Morgan. Tak lama irisnya berlari pada sosok gadis yang berdiri di belakang Morgan. Gadis berambut panjang yang menatapnya takut, sambil memeluk kedua tangannya yang berbalut perban.

Kedua alis Keana mengeriting. "Lavina, lo masih hidup?" Monolognya, kian dilanda kebingungan.

"Maju sekarang, atau gue bersumpah bakal bikin hidup lo menderita!!"

Lama membisu, tiba-tiba Keana merasa mual luar biasa. Refleks ia membungkam mulutnya sendiri, sementara punggungnya sudah merendah.

Kenapa Lavina masih hidup? Padahal dulu gue udah bunuh dia?.

Takut. Memperhatikan wajah cantik Lavina hanya mendatangkan sesak untuknya. Air matanya juga mulai berjatuhan, kala momen buruk dalam kepalanya kembali terulang.

Kenapa Lavina masih hidup? Kenapa gue di sini? Apa ini neraka?.

Tapi ... .

Keana beralih meraba dadanya yang bergemuruh hebat, lalu memukulnya dengan kuat. Sontak saja aksinya tak hanya membuat Morgan membelalak mata. Tapi seluruh anggota Erector turut melakukan hal serupa.

"Lo kenapa, Kea?!"

Morgan berlari cepat, dan secepat itu mencengkeram kedua bahu Keana hingga membuat tubuhnya kembali menegak. Aksi tiba-tibanya sukses membuat Keana tersentak sadar.

SECOND CHANCE (END)Where stories live. Discover now