Epilog

72.3K 4.5K 151
                                    

Selepas mengantar Keana, Arlo mendapat kabar jika Elysa baru saja mencoba untuk mengakhiri hidupnya. Beruntungnya para sipir berhasil menyelamatkan Elysa sebelum gadis itu benar-benar meregang nyawa. Sayangnya hingga berita ini diturunkan, Arlo menolak untuk mengecek kondisi Elysa. Bahkan telepon yang dilakukan atas permintaan Elysa pun tak ditanggapinya, karena bagi Arlo, ia tak memiliki kuasa untuk memaafkan tingkah Elysa.

Tentu saja tindakan Arlo membuat Elysa geram. Tak hanya berteriak, gadis itu tak segan menyakiti dirinya sendiri sekalipun tubuhnya belum sepenuhnya pulih. Para sipir pun dibuat kewalahan lantaran Elysa terus memberontak, walau salah satu tangannya sudah diborgol pada brankar yang ditempatinya.

"LEPASIN GUE, GUE MAU KETEMU SAMA AYAH!"

"GUE BILANG LEPAS!"

"Selain Lavina, lo adalah salah satu cewek paling menjijikkan yang pernah gue liat."

Kelopak mata Elysa melebar, saat telinganya bersinggungan dengan suara yang terdengar berat dan dingin. Begitu kepalanya menoleh, ia mendapati Evron tengah berdiri didekat pintu dengan tenangnya. Salah satu tangan Evron menyusup masuk pada saku celana, sementara tangan lainnya mulai mengabadikan momen mengenaskan Elysa pada galeri ponselnya.

"Lo?"

"Muka lo jelek banget ya?" Evron tersenyum mengejek, sembari memandangi layar ponselnya.

"NGAPAIN LO KESINI?!"

Evron bergumam tanpa menggeser bola matanya dari Elysa yang menatapnya nyalang. "Ngapain ya?"

"PERGI LO!"

"Padahal gue udah berbaik hati buat ngecek kondisi lo, karena takutnya lo beneran mati terus membusuk di neraka. Kalo lo mati sekarang kan kesannya nggak adil buat Keana," Evron berujar mengejek, tak lupa memamerkan smirk meremehkannya.

"TUTUP MULUT LO!"

Evron memilih menulikan pendengaran. Selagi Elysa berteriak dan berupaya mengusirnya, Evron justru sibuk menggulir layar ponsel. Untungnya sebelum masuk Evron sudah memberi bocoran pada para sipir agar tak masuk ke ruangan Elysa sekalipun gadis itu berteriak histeris. Tentu saja tak mudah untuk meyakinkan para sipir, karena itu Evron harus menyiapkan berbagai alibi dan beruntungnya diterima dengan sangat baik.

"Oh iya, gue denger hari ini nyokap lo dateng ya?"

Bola Elysa sempat membulat, sebelum akhirnya kekehan sarkatisnya melompat keluar.

"Gila, jadi lo ngirim mata-mata buat ngawasin gue. Iya?!"

Evron mengangkat pandangan. "Gue ngeluarin duit buat lo? Cewek yang bahkan nggak berguna buat hidup gue?"

"Mimpi lo ya?" Imbuhnya, mengejek.

Elysa menggertakkan giginya marah, sedangkan Evron kembali hanyut dengan ponselnya. Bahkan Evron tak peduli saat Elysa kembali berteriak histeris, lantaran ia sibuk mencari informasi yang sebelumnya dikirimkan oleh mata-mata kepercayaannya. Cukup lama Evron memperhatikan benda pipih dalam genggamannya, dan begitu mendapatkan apa yang dicarinya, Evron lekas menunjukkannya pada Elysa. Tentu saja ia sengaja menjaga jarak agar ponselnya tidak menjadi sasaran.

"Lo liat, nama bokap lo bukan Arlo Maximilian, tapi Jonathan Rhys. Panggilannya Pak Jon, umurnya baru 43 tahun dan sekarang tinggal di Palembang."

"Dari sini kita juga tau kalo bokap lo udah punya dua anak, dari istrinya yang sekarang. Oh iya, tambahan info aja nih. Nama nyokap tiri lo tuh Stephanie. Dan Adek pertama lo namanya Adele, kalo Adek kedua lo Kelvin." Evron menambahkan dengan tenang.

"Crock of shit!" Umpat Elysa, dengan cepat memalingkan wajahnya yang kian merah padam.

Evron hanya menautkan alis, sebelum kedapatan membuang nafas panjang. Dikarenakan waktu kunjungannya yang terbatas, jadi Evron tak bisa hanya memancing emosi Elysa saja. Tujuan utamanya bukanlah hal kekanakan semacam ini.

SECOND CHANCE (END)Kde žijí příběhy. Začni objevovat