Bagian Dua Belas

76.8K 5.5K 328
                                    

"KEANA!"

Belum sempat Keana menyadari situasinya, tubuhnya tiba-tiba saja dilempar menuju dinding. Sontak saja Keana harus merasakan nyeri luar biasa, bahkan mulutnya turut mengeluarkan rintih kesakitan.

Meski begitu tak ada tatapan belas kasihan yang disuguhkan untuknya, momen biasa, dan situasi yang sudah biasa ia hadapi. Sambil meraba punggungnya, Keana melirik sinis kehangatan yang Morgan tampilkan.

Morgan menangkup pipi Lavina. "Lo nggak apa-apa?"

Tangis Lavina seketika pecah. Dengan cepat ia memeluk tubuh Morgan, hingga memaksa laki-laki itu untuk mendekapnya dengan erat. Keana sendiri hanya mampu menautkan alis.

Ah iya, gue lupa. Dari dulu nih cewek kan emang gini, pantesan aja dulu dia mati di tangan gue. Keana tersenyum mengejek.

"Morgan," rengek Lavina, suaranya menyatu dengan deru nafasnya yang kian memberat.

Arden berdecih kasar. "Apa gue bilang, nih cewek nggak mungkin berubah gitu aja!" Hardiknya, menatap Keana dengan tatapan mencemooh.

Sambil menyeringai tajam, Keana beranjak tanpa mengindahkan rasa sakit yang menjalari punggungnya. Mungkin dulu ia akan merasa marah dan cemburu saat melihat perlakukan manis Morgan pada Lavina, tapi sayang Keana sudah mengubur dalam perasaan itu tepat di hari kematiannya.

Keana tersenyum manis. "Nggak usah asal ngomong kalo lo nggak tau cerita aslinya!" Ujarnya tenang, namun penuh penekanan.

Arden terkekeh sinis. "Oh ya? Kalo gitu gimana cerita aslinya?" Tantangnya.

"Kalo gue jelasin pun lo berdua nggak bakal percaya kan? Jadi kenapa nggak lo tanya aja tuh cewek?"

"Ya jelas lah, sejak kapan cewek kaya lo bisa dipercaya?!"

Keana tertawa sarkatis. "Emang susah kalo ngomong sama orang bego, yang ada gue ikutan gila. Udah ya, dari pada kepala gue pusing cuma gara-gara manusia modelan kalian, mending kalian lanjutin deh dramanya. Gue juga nggak sudi buat ganggu!"

Keana hendak pergi, namun tangannya langsung dicekal oleh Morgan. Alhasil dirinya dipaksa untuk menghentikan ayunan kakinya, sekaligus memutar wajah menghadap pasangan di depannya.

"Gue mau ngomong sama lo!"

Keana menyentak tangannya. "Najis!"

"Kea, please!"

"Gue nggak punya urusan sama lo!"

"Tapi gue punya!" Tukas Morgan, kembali mencekal jemari Keana dengan erat.

Keana sempat mengalihkan bola matanya pada tangan Morgan, lalu beralih pada sepasang iris yang menatapnya penuh harap. Tanpa melepas genggamannya, Morgan mengurai pelukannya dengan Lavina menggunakan tangan lainnya.

"Gue titip Vina."

"Serius, lo jadi kaya gini cuma gara-gara si bitch sialan ini?!" Ujar Arden, terperangah tak percaya.

Keana menyipitkan matanya. "Aduh, liat aja mulut lo. Mentang-mentang gue cewek terus ngejar-ngejar cowok, lo bisa seenaknya manggil gue jalang. Hebat banget lo?" Desisnya sambil memindai penampilan Arden, dan tindakannya berhasil mendatangkan perasaan tak nyaman dari lawannya.

"Kenapa? Nggak terima?"

Arden berjalan selangkah lebih dekat, dan tanpa memutus tatapan merendahkannya, ia terus memamerkan seringainya.

"Lo kan emang jalang, nggak nyadar juga?!" Bisiknya tajam.

Ingin rasanya Keana menghajar mulut Arden, tapi sayang ia bertekad untuk berubah. Ditambah jika dia ikut terbawa emosi, maka dirinya akan kalah. Keana tak boleh terpancing. Justru dialah yang harus memancing Arden.

SECOND CHANCE (END)Место, где живут истории. Откройте их для себя