Bagian Sebelas

80.6K 5.4K 46
                                    

Keana bertopang dagu, sedangkan matanya memperhatikan bagaimana papan tulis di depan kelas mulai diisi oleh berbagai rumus. Saat ini raga Keana tengah terjebak di kelas, bersama pelajaran matematika yang sukses membuatnya berdecak beberapa kali.

Sementara perhatiannya beberapa kali lenyap. Ada begitu banyak hal yang mengusik dirinya, termasuk sikap Lavina pagi tadi. Padahal Keana sudah susah payah membuat surat untuk Lavina, dan salah satu poin dari surat itu adalah permintaan untuk bertemu.

Tapi hingga hari berlalu, Lavina sama sekali tak memberi respon. Padahal Keana selalu pergi ke belakang sekolah tiap kali jam istirahat tiba, takutnya Lavina sudah menunggunya. Namun rupanya Lavina tak pernah menunjukkan dirinya.

Keana menggigit kuku jarinya. Gue curiga, jangan-jangan si Morganjing nggak ngasih surat itu lagi!. Batinnya, membelalak mata.

Spekulasi yang mengisi kepala Keana berhasil membuat wajahnya menoleh ke belakang. Seolah sadar jika perhatian Keana tertuju padanya, Morgan turut mengangkat wajahnya pada gadis itu. Dan disanalah tatapan mereka terkunci dalam hening.

Menghela nafas. Sialan, ternyata dugaan gue bener!.

Dengan mata menyalang, Keana mendesis tajam sebelum akhirnya kembali menghadap ke depan.

Tuh cewek kenapa?. Heran Morgan, salah satu alisnya menukik.

Di tengah rasa penasarannya, atensi Morgan teralihkan oleh suara Keana. Begitu wajahnya bergerak, ia mendapati Keana bangkit dari duduknya guna meminta izin untuk pergi ke UKS.

"Kamu jangan bohong Keana, muka kamu aja keliatan seger gitu!" Bu Kamila berujar jengah, mungkin karena ini bukan pertama kalinya Keana melakukan hal serupa.

"Tapi perut saya sakit Bu." Keluh Keana, tak lupa memberikan tatapan memohon yang tak sinkron dengan mata dinginnya.

Bu Kamila menyipitkan mata. "Kamu mau bohongin saya?!"

"Apa untungnya saya bohongin Ibu?"

"Pokoknya kamu nggak boleh ke UKS, saya tau kamu berbohong. Jadi sekarang kamu duduk, atau saya terpaksa bawa kamu ke ruang BK!"

Keana menelan ludah. Padahal ia hanya bisa menemui Lavina saat gadis itu jauh dari Erector, dan kesempatan seperti ini tak bisa ia dapatkan dengan mudah. Terlebih pagi tadi ia tidak melihat keberadaan Elysa, si penjaga Lavina.

Gadis seperti Elysa tidak mungkin melewatkan momen untuk dekat dengan inti Erector, karena sifatnya yang haus akan reputasi. Jadi dekat dengan inti Erector secara otomatis akan menaikkan pamornya. Karena itu Keana yakin jika hari ini penjagaan terhadap Lavina sedikit mengendur, jadi ia harus memanfaatkannya.

"Keana!" Bentak Bu Kamila, suaranya menggema.

Keana menggulir bola mata. Gue nggak boleh nyerah gitu aja!. Batinnya berambisi.

"Tuh cewek gila apa gimana sih?" Komentar Arden, persis seperti bisikan.

Morgan tak menanggapi. Dalam bisunya ia memperhatikan bagaimana Keana coba untuk mendudukkan kembali tubuhnya.

Arden menyeringai lebar. "Gue yakin sih, dia cuma mau caper ke orang-orang. Gimanapun juga dia kan haus sama reputasi,"

Tatapan Arden kini bergeser pada Morgan. "Mungkin dia kaya gini karena lo, Morgan!" Bisiknya, berhasil membuat kepala Morgan berputar ke arahnya.

SECOND CHANCE (END)Where stories live. Discover now