Bagian Tiga

96.2K 6.9K 53
                                    

Setelah memastikan Keana terlelap, Raven memilih untuk hengkang. Sebelum ini dia memang disibukkan dengan berbagai jadwal operasi, jadi sulit baginya untuk meluangkan waktu. Tapi hal itu tak berarti ketika Raven mendapat kabar yang menyangkut Keana.

Operasi yang harusnya ia tangani harus Raven lempar pada dokter lain. Tugas utamanya kali ini adalah mengecek kondisi Keana, termasuk psikis gadis itu.

"Kita semua sayang sama kamu, Dek. Jadi Abang harap lain kali kamu mau cerita ke Abang, Mama atau mungkin Papa." Raven berbisik lirih.

Setelah menjatuhkan ciuman singkat pada kening Keana, ia memilih undur diri seusai menaikkan selimut yang adiknya kenakan. Begitu pintu tertutup dan tak terdengar derap langkah didekatnya, Keana mulai menggerakkan kelopak matanya. Sejenak ia hanya menatap kosong langit-langit kamarnya.

Menghela nafas lirih. Keana mulai mendudukkan dirinya. Semua ini nyata, dia benar-benar kembali ke masa lalu. Perasaan tak percaya, bahagia, marah dan sesal bercampur aduk dalam dadanya.

"Sekarang gue udah balik, jadi gimanapun caranya gue harus bisa mengubah sikap gue!"

Gigi Keana bergemeletuk marah. "Gue nggak boleh gegabah, untuk sekarang nyawa Papa, Bang Raven dan Lavina jauh lebih penting!" Monolognya, tangannya mengepal erat.

Tanpa membuang waktu, Keana beranjak menuju meja belajar. Berhubung Keana tak memiliki buku kosong, jadi ia mengambil salah satu buku pelajarannya secara random. Beruntungnya sekarang masih awal semester, jadi masih banyak ruang yang Keana lihat.

Pilihannya jatuh pada lembaran terakhir, dan di sanalah ia mulai menuliskan rentetan kejadian yang pernah di alaminya. Sekedar berjaga-jaga agar nantinya Keana tak salah langkah lagi.

"Harusnya hari ini gue lompat dari roftoop sekolah, dan koma selama seminggu," monolog Keana, mulai menarikan ujung penanya pada kertas.

"Setelah koma gue dinyatakan lumpuh seumur hidup, karena itu gue makin benci sama Lavina."

Keana menyipitkan mata, kepala penanya ia ketuk di atas meja. Sayang sekali ingatannya terbilang lemah, ia tak bisa mengingat hal-hal kecil yang mungkin di perbuatanya. Tapi tidak mengapa. Mendesah panjang, Keana kembali menulis inti dari permasalahan yang disebabkannya.

"Harusnya dua bulan setelah sadar gue udah diizinkan sekolah lagi, meski harus menggunakan kursi roda. Dan dari sana gue nggak bisa ganggu Lavina lagi, apa lagi setelah gue dikeluarkan dari Erector."

Keana mengulum bibirnya ke dalam. "Kalo nggak salah setelah itu hubungan gue sama Morgan makin nggak baik, ditambah anak-anak Erector punya bukti kejahatan gue. Harusnya waktu itu gue menjaga jarak dari Lavina supaya mereka nggak melaporkan gue ke pihak berwajib, tapi dengan bodohnya gue malah berusaha mencelakai Lavina, lagi dan lagi."

Perkataan Keana terputus, berganti kekehan miris yang mentertawakan kebodohannya di masa lampau. Padahal dulu Erector sudah memberinya kesempatan untuk bertobat dan memperbaiki diri, tapi dengan bodohnya Keana malah menyalahkan orang lain atas dosa-dosa yang diperbuatnya.

"Ah iya, waktu itu Bang Bas juga ada di pihak Erector. Jadi sebulan setelah gue dikeluarkan dari Erector, gue makin benci sama Bang Bas. Dan setelah itu ... ,"

Nafas Keana seketika tercekat. Tangannya yang gemetar ia tuntun menuju dadanya yang bergemuruh hebat. Maniknya dibuat membelalak saat mengingat rentetan kejadian yang menghancurkan keluarganya.

Saat itu Keana murka, dan berpikir pendek dengan memutus kabel rem di motor Sebastian. Tapi sialnya saat itu Raven memiliki jadwal operasi mendadak, karenanya Raven harus meminjam motor Sebastian agar terlepas dari kemacetan. Di tengah perjalanan Raven mengalami kecelakaan hebat, hingga membuatnya meninggal di tempat.

SECOND CHANCE (END)Where stories live. Discover now