Bagian Dua Puluh Dua

69.7K 4.7K 55
                                    

"Gue cuma mau mereka memaafkan kesalahan gue, dan gue mau Bang Bas sayang lagi sama gue."

Evron menautkan alis, tak lama tawa sarkatisnya meluncur dan berhasil menarik atensi Keana.

"Gue kecewa banget sama pemikiran bodoh lo!"

"Maksudnya?"

"Walaupun gue nggak ada di sana, tapi gue tau mereka nggak lebih dari sampah. Tapi lo jauh lebih sampah, bisa-bisanya lo pasrah ada dan menganggap semua cuma kesalahan lo doang!"

Evron bangkit dari brankarnya, dengan diikuti tatapan Keana yang enggan pergi dari punggungnya. Laki-laki yang terlihat mengenaskan itu menyambar seragam yang sebelumnya ia lempar ke atas nakas. Sebelum benar-benar menjauh, Evron sempat membalik punggungnya, menghadap Keana yang menatapnya tanpa reaksi berarti.

"Nggak ada asap kalo nggak ada api. Meski gue baru kenal sama lo, tapi gue tau lo baik dan lo berubah sejauh ini gara-gara mereka."

"Kalo lo masih terpaku sama pemikiran bodoh lo, dan pasrah aja sama apa yang Erector lakukan, mereka bisa makin semena-mena!"

Evron menjauh, meninggalkan Keana yang tetap membisu. Tak lama ia menghembuskan nafas panjang, sebelum membuang wajahnya ke arah langit-langit. Mau dipikirkan dari segi manapun, perkataan Agnes dan Evron memang benar. Pemikiran Keana tanpa sadar sudah menyakiti dirinya.

Meski Keana mengatakan ada kemungkinan besar Erector dikendalikan seseorang, namun belum ada memiliki bukti valid yang membenarkan spekulasinya. Bisa jadi Erector melakukan itu karena muak dengan sikap kekanakan Keana, juga rasa cemburu tak beralasannya pada Lavina. Lagipula jiwa Keana kembali ke tiga tahun sebelumnya, dan kesalahan yang ia perbuat belum separah itu.

"Gue boleh tau, kenapa lo mau nyakitin Lavina?" Tanya Agnes, sesaat sebelum dirinya berpamitan pulang.

Keana sempat menoleh, lalu terkekeh kecil sebelum akhirnya membuang tatapan kosongnya ke luar balkon.

Mendesah berat. "Karena Morgan ngilangin cincinnya, seminggu setelah kita tunangan cuma buat menyelamatkan Lavina yang entah kenapa bisa tenggelam. Gue juga liat Morgan ngasih nafas buatan ke Lavina, bahkan nemenin Lavina yang harus di opname dua hari." tutur Keana, tersirat kegetiran dalam suaranya.

Agnes manggut-manggut paham. "Alasan logis. Lo yang tunangannya aja nggak pernah nyentuh bibir dia, tapi Lavina malah bisa seenaknya ngambil hak lo. Jadi menurut gue tindakan lo nggak sepenuhnya salah, cewek letoy itu aja yang nggak tau diri!" Tuturnya, kembali terbakar emosi.

Sesaat Keana mulai mengeluarkan tawanya. Dan sikapnya tanpa sadar membuat senyum Agnes tumbuh, ia juga tak segan mengusap kepala Keana tanpa memedulikan jika gadis itu mulai menaikkan wajah.

"Gue tau lo kuat, tapi pemikiran bodoh lo pada akhirnya cuma bakal nyakitin diri lo sendiri."

"Maksudnya?" Tanya Keana, pura-pura tak mengerti.

"Lo jadi sejauh ini karena mereka, dan mereka yang memulai semuanya. Harusnya bukan lo yang minta maaf, tapi para bajingan itu!"

"Lo mau gue jadi jahat?"

"Kalo itu perlu, gue bakal dukung lo. Walaupun gue baru kenal sama lo, tapi gue tau lo baik. Gue nggak suka penolong gue diinjak sama orang yang lebih rendah!"

Senyum Keana terukir kala ingatan semalam kembali mendatangi kepalanya. Benar, Erector memiliki andil besar dalam perubahan dan kejahatan yang Keana lakukan. Jika ada yang harus menyesal, maka merekalah yang menyesal. Keana tak bisa terus menerus menyalahkan dirinya, karena dia sudah cukup menebus karmanya di masa lalu dengan menjadi lumpuh, kehilangan keluarga dan dipenjara.

SECOND CHANCE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang