Bagian Empat

90.5K 6.7K 51
                                    

Keana menggigit bibir dalamnya. Apa sekarang waktunya gue untuk membusuk lagi di neraka?. Batinnya, mulai dilanda ketakutan.

Beruntungnya bayangan negatif yang mendera kepala Keana hanya berlangsung singkat. Meski sakit ia berusaha untuk tetap tenang, dan setelahnya ia mengayunkan salah satu kakinya pada aset berharga Kael. Sontak saja aksinya membuat Kael memekik kesakitan, seraya menunduk memegangi tubuh bagian bawahnya.

Keana sendiri langsung luruh di lantai. Sambil terbatuk kecil, ia meraba lehernya yang terasa nyeri luar biasa.

Sial, leher gue sakit banget!.

"Lo ... ,"

Keana melirik sinis ke arah Kael. Ia akui ada begitu banyak kesalahannya di masa lampau. Tapi hal itu tidak bisa menjadi pembenaran atas perilaku Kael. Terlebih keberadaan Keana di sini untuk memperbaiki semuanya, dan menurutnya Kael harus bersikap suportif dengan mendukungnya. Atau setidaknya Kael bisa diam di tempat, menyaksikan bagaimana cara Keana membayar seluruh dosanya.

"Apa?!"

Keana bangkit, hingga tubuhnya kembali sejajar dengan Kael. Tak lama Kael turut menegakkan punggung. Alhasil Keana harus menengadah kepala, lantaran tinggi mereka terpaut lumayan jauh.

"Maksud lo apa, huh?!"

Keana berdecih. Tanpa secuil ketakutan yang tergambar pada wajahnya, ia balik menatap tajam Kael.

"Harusnya gue yang nanya gitu kan? Maksud lo apa?!" Sinis Keana, garis rahangnya turut menegas.

"Udah berani lo sama gue?!"

Keana sempat tersentak kaget kala Kael menyeret kerah seragamnya, hingga membuat Keana melangkah lebih dekat pada laki-laki itu. Bahkan Keana dituntut untuk sejajar dengan wajah merah padam Kael.

"Emang dasar nggak tau malu lo ya. Berani-beraninya lo dateng ke sekolah setelah apa yang lo lakuin ke Lavina?"

Kael menyapu pandangan pada setiap inci tubuh Keana, hingga membuat si empunya membulatkan mata. Terlebih saat seringai Kael ikut terpatri, seakan Keana adalah gadis paling menjijikkan di Universe High School.

"Dari penampilan lo sih gue nggak heran ya, apa lagi lo bisa dengan mudahnya menyuap kepala sekolah!"

Tangan Keana mengepal erat. "Tutup mulut lo!" Desisnya penuh peringatan.

Bukannya menurut, Kael kian mempertajam smirk yang ia gantung. "Kenapa, lo tersinggung, iya?!" Ejeknya.

"Kael!"

Belum sempat Keana angkat bicara, suara salah seorang siswa berhasil menarik atensinya. Ketika keduanya menoleh, mereka mendapati Morgan dan ketiga temannya datang mendekat.

"Lepasin dia!"

Berdecak malas. Sejujurnya Kael enggan menurut, tapi tatapan tajam Morgan menginterupsinya. Akhirnya dengan sangat terpaksa Kael mendorong tubuh Keana ke dinding, hingga membuat gadis itu memekik kesakitan. Tak lama tubuh Keana luruh ke lantai, dan memaksa Morgan untuk berlari mendekat.

"Lo nggak apa-apa?"

Keana melirik jemari kokoh yang mencekal lengannya, lalu tatapannya beralih pada si empunya. Dari jarak sedekat ini Keana bisa mencium aroma parfum Morgan yang pernah menjadi aroma favoritnya. Tapi itu dulu, sebelum akhirnya Morgan memohon pada Keana untuk menyerahkan nyawanya pada Tuhan.

Keana mengerjap pelan. Mungkin buat sekarang ini Morgan masih bisa nolong lo, tapi inget Kea, Morgan adalah salah satu alasan kenapa lo mati.

Morgan itu nggak jauh beda sama Kael. Entah di masa depan, maupun sekarang, isi kepala Morgan cuma tentang Lavina. Bahkan Morgan juga pernah ngangkat tangannya di depan lo kan?!.

SECOND CHANCE (END)Where stories live. Discover now