Bagian Tiga Belas

77.3K 5.8K 67
                                    

Dengan wajah tertekuk masam, Keana berjalan cepat menuju area belakang sekolah. Jika suasana hatinya sedang kacau, Keana hanya memerlukan makanan manis untuk mempermanis hidupnya. Dan kebetulan Keana pernah melihat pohon nangka di belakang sekolah, jadi hari ini ia berniat mencuri salah satu nangka itu lalu membagikannya.

"AWAS!"

Wajah Keana menoleh cengo. "Hah?"

Belum juga menyadari apa yang terjadi, Keana merasakan ada pukulan kuat pada wajahnya. Tak butuh waktu lama kesadaran Keana berceceran, sedangkan telinganya menangkap derap langkah disertai teriakan panik.

Keana membisu. Kepalanya yang pening ia paksa untuk mencerna situasi, selagi irisnya terpaku pada langit-langit koridor yang terlihat mengabur.

"Lo nggak apa-apa?"

Keana melirik sekilas, dan setelahnya kesadaran gadis itu benar-benar lenyap. Dan sontak saja hal itu membuat dua siswa laki-laki yang mengerumuni Keana memekik ketakutan, bahkan mereka sibuk saling dorong dan menyalahkan.

"Wah gila, dia mati cuy!" Laki-laki berkacamata itu memekik panik, hingga membuat laki-laki di sampingnya membulatkan mata.

"Jangan asal ngomong anjir, cek dulu, jantungnya gerak nggak!"

"Lo pengin gue di cap cabul?!"

"Muka pedofil kaya lo mah nggak usah mikirin kata-kata orang, buruan di cek, dia masih hidup nggak!" Lelaki dengan rambut di cepol itu menimpali.

"Dih ngapain gue, kan yang bikin dia mati si Evron!"

"Minggir!"

Bak seorang pahlawan, laki-laki pemilik bintik kecil di bawah kedua matanya itu mengangkat tubuh Keana. Dengan langkah tegap ia membopong Keana menuju UKS terdekat. Oh iya, Universe High School memiliki empat UKS berbeda yang tersebar mengikuti arah mata angin.

Selain karena jumlah siswa yang banyak, bangunan sekolah yang terlampau luas juga sering menjadi pertimbangan. Pihak sekolah tak ingin jika siswa dari sisi lain menempuh jarak yang lumayan jauh hanya untuk pergi ke UKS, hal ini juga untuk meminimalisir terjadinya hal-hal tak terduga.

"Woi, UKS-nya sepi." Celetuk laki-laki berkacamata.

"Panggil petugasnya, biar gue yang jagain nih cewek!"

Mengangguk patuh. Keduanya berlari cepat, meninggalkan manusia berbeda gender itu. Selagi menunggu ia berinisiatif untuk menaikkan kepala brankar, agar darah Keana tak menghalangi pernafasannya. Dengan telaten ia menyapukan tisu yang ditemukannya di atas nakas pada hidung Keana.

"Sialan, kenapa gue bisa teledor gini sih anjir!"

Disaat asik membersihkan wajah Keana, dia kembali dibuat menggeram kesal lantaran tisu di atas nakas sudah habis. Padahal ia baru menarik beberapa lembar saja.

"Nih sekolahan mendadak miskin apa gimana sih, sampe tisu aja nggak punya?!"

Berhubung kondisi Keana ada hubungannya dengan dirinya, jadi dia berinisiatif untuk melepas kaos yang dikenakannya.

"Gue tau baunya mungkin nggak enak, tapi gue harap lo nggak keberatan, karena sekolah kita udah mulai bangkrut."

Mendesah berat. Jika tau hal semacam ini akan terjadi, seharusnya sejak awal ia memakai singlet. Mungkin dengan begitu ia tak perlu bertelanjang dada seperti sekarang.

"Untung gue punya banyak baju kaya gini, jadi lo nggak usah merasa bersalah. Biar rasa bersalah ini buat gue aja, secara kan gue yang udah bikin lo kaya gini."

Tak lama berselang, kedua sahabatnya kembali dengan membawa serta seorang dokter pria.

"Kenapa bisa gini?" Tanya sang Dokter, mulai mengenakan stetoskop yang semula menggantung di kedua bahunya.

SECOND CHANCE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang