Bagian Dua Puluh Tiga

64.7K 5.2K 99
                                    

"OPER SINI!"

"RON, GUE FREE RON!"

"JANGAN SI LEMPAR KE RAEN, BAHAYA COK!"

Teriakan para pemain beradu dengan penonton. Bahkan riuh itu turut sampai di kursi yang Keana tempati, lantaran para pemain cadangan tak hentinya memberi arahan bagi mereka yang tengah bertanding. Saat dirasa situasinya aman, Keana segera mengeluarkan flashdisk kecil yang pagi tadi Agnes serahkan.

Sebelum beraksi, Keana kembali memantau sekitar. Saat dirasa tak ada yang memperhatikannya, barulah Keana berani menancapkan ujung flashdisk-nya pada ponsel Evron. Selagi Keana memantau keadaan, di seberang sana Agnes tengah bergerak membobol keamanan ponsel dalam genggamannya.

"Wah gila. Kayanya Sebastian punya dendam kesumat sama lo deh Ron, sampe brutal gitu mainnya!"

Keana terkesiap, saat peluit panjang bersambut suara Alaric dan beberapa siswa mulai mendekat.

Sialan!.

Dengan cepat Keana mencabut flashdisk-nya, kemudian menyembunyikannya ke dalam saku. Bertepatan dengan kedatangan Evron, Keana lekas membuka aplikasi game yang sempat ia tinggalkan.

"Lo kenapa? Kok kaya panik gitu?" Heran Evron, salah satu alisnya merangkak saat menyaksikan wajah pucat Keana.

Keana meraba wajahnya dengan sebuah senyum. "Masa sih?"

"Lo panik gara-gara kita ngelawan Abang lo?" Tanya Theodore, langsung mendapat gelengan kepala.

"Gue cuma kaget aja. Gue kan lagi asik main, eh lo semua malah dateng gitu aja. Jadi gue kalah lagi." Alibi Keana, dengan ekspresi malas yang coba ia tampilkan senatural mungkin.

"Oh gitu,"

"Jadi lo kalah berapa kali?" Goda Evron, menarik turunkan kedua alisnya.

"Bacot, gue pergi dulu!"

Keana mendorong ponsel Evron pada si empunya. Setelahnya ia bangkit. Tapi baru beberapa langkah, gerakannya dihentikan oleh suara Evron.

"Lo mau kemana?"

Keana mencebikkan kesal. "Boker, kenapa? Lo mau nganter?!" Sergahnya, emosi.

"Boleh sih kalo diizinin mah," balas Evron, masih dengan senyum jahilnya.

"Bocah sinting!"

Dengan wajah merah padam, Keana menjauh dari lapangan. Sedangkan Evron tampak terkekeh, karena berhasil memancing amarah gadis itu. Senyum Evron mendadak lenyap saat tatapan matanya turun pada ponselnya.

Evron bergumam kecil. "Kalah ya?"

Setibanya di kamar mandi, Keana segera mengambil salah satu bilik yang berada paling ujung. Begitu pintu terkunci, Keana langsung mendudukkan dirinya pada closet dan mulai mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Agnes.

"Gimana hasilnya?"

"Bentar, gue masih nyari tau." Balas Agnes, suaranya seolah menggambarkan jika perempuan itu tengah dirundung kekesalan.

"Ada masalah ya?"

Tebakan Keana rupanya tepat sasaran, karena Agnes membenarkan perkataannya dengan dehaman singkat. Dan seolah tak merasa terkejut sama sekali, Keana mulai mengangkat wajah tanpa menurunkan ponsel yang melekat pada telinganya.

"Masalah apa?" Tanya Keana akhirnya.

"Lo yakin kalo itu hp Evron kan?"

Keana mengangguk mantap. "Yakin kok, soalnya Evron sendiri yang ngasih. Emang ada apa sih?" Tanyanya, mulai was-was jika aksinya gagal atau semacamnya.

SECOND CHANCE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang