La Samba Primadona (Repost) |...

Av IndahHanaco

391K 53.9K 2.9K

Ranking : #1 dari 15,1K Chicklit (12-13 Okt 2020) Catatan : ini adalah kisah nyata, ditulis dengan izin si p... Mer

Saujana Cinta [1]
Saujana Cinta [2]
Saujana Cinta [3]
Black Angel [1]
Black Angel [2]
Les Masques [1]
Les Masques [2]
Les Masques [3]
The Curse of Beauty [1]
The Curse of Beauty [2]
The Curse of Beauty [3]
Fixing a Broken Heart [1]
Fixing a Broken Heart [2]
Run to You [1]
Run to You [2]
Everything for You [1]
Everything for You (2)
Everything for You (3)
Beautiful Temptation [1]
Beautiful Temptation [2]
Out of The Blue [1]
Out of The Blue [2]
Rainbow of You [1]
Rainbow of You [2]
Rainbow of You [3]
Cinta Sehangat Pagi [1]
Cinta Sehangat Pagi [2]
Cinta Sehangat Pagi [3]
Cinta Sehangat Pagi [4]
My Better Half [1]
My Better Half [2]
My Better Half [3]
My Better Half [4]
Cinta Tanpa Jeda [1]
Cinta Tanpa Jeda [2]
Cinta Tanpa Jeda [3]
Cinta Empat Sisi [1]
Cinta Empat Sisi [2]
Cinta Empat Sisi [3]
Cinta Empat Sisi [4]
Love Me Again [1]
Love Me Again [2]
Love Me Again [3]
Crazy Little Thing Called Love [1]
Crazy Little Thing Called Love [2]
Crazy Little Thing Called Love [3]
Crazy Little Thing Called Love [4]
Perfect Romance [1]

Run to You [3]

7.3K 1K 77
Av IndahHanaco

Perceraian orangtuaku berjalan lancar karena sudah ada kesepakatan di luar persidangan seputar harta gana-gini. Namun tetap terasa getir bagiku karena tidak pernah membayangkan mereka akan menempuh ranjau perpisahan seperti ini.

Mama dan Papa memberitahukan hasil ketok palu pengadilan agama secara bersamaan. Kami bertiga bertemu di sebuah tempat minum kopi trendi, waralaba terkenal di seluruh dunia. Aku duduk berhadapan dengan orangtuaku dan mereka menjelaskan tentang perceraian yang sudah diputuskan. Aku menanggapi dengan dingin dan perasaan kosong. Mama dan Papa juga memintaku untuk kembali ke rumah dan berhenti bekerja. Keduanya menentang keputusanku menjadi SPG.

Tentu saja aku menolak mentah-mentah keinginan itu. Bagiku, Mama dan Papa sudah tidak berhak mencampuri hidupku, mengatur apa saja yang harus kulakukan atau kuhindari. Aku yang memegang kendali penuh atas hidupku.

Usai perceraian itu, aku melanjutkan hidupku dengan baik. Nilai-nilaiku tetap stabil. Aku pun semakin nyaman menjadi SPG. Setelah insiden di hari keduaku saat pameran itu, selanjutnya malah cenderung mulus. Mbak Zoe dan Kimi berhasil membuatku berpikir logis dan menuntaskan pekerjaan di pameran mobil itu. Setelahnya, aku menjajal sebagai SPG aneka produk.

Dalam banyak kesempatan, aku bekerja bersama Kimi. Godaan masih ada, bahkan kian banyak. Jika menuruti kata hati, rasanya aku sangat ingin meninju semua laki-laki genit yang menggangguku.

"Santai aja. Ini risiko kerjaan. Nggak cuma SPG yang ngalamin, tapi profesi lainnya juga. Perempuan memang sering diperlakukan kayak gini. Anggap aja ini sanjungan," canda Kimi ketika aku berbagi cerita tentang kegeramanku itu. "Capek kalau harus dipikirin karena kayak nggak ada habisnya."

"Andai bisa, pengin banget rasanya ngasih pelajaran sama semua laki-laki hidung belang yang ada di dunia ini," gerutuku.

"Nggak usah ditanggapi, pura-pura buta kalau memang perlu. Tolak dengan cara halus tapi tegas. Jangan kasih angin. Laki-laki emang kayak gitu. Berusaha manfaatin setiap kesempatan yang mereka punya. Itu hukum alam."

Kimi selalu menyabarkanku, membantuku untuk lebih santai dan tidak terlalu sensitif. Aku pun kian kebal menghadapi beragam tingkah kurang ajar dari dari kaum adam yang coba menggoda. Aku tak lagi terlalu terganggu dengan godaan verbal. Lain halnya jika ada yang mencoba menyentuhku dengan cara kurang ajar.

Bekerja membuatku melupakan keruwetan yang berasal dari rumah. Meski begitu, hubunganku dengan Mama dan Papa tak membaik. Aku pun tak tertarik mencari tahu kehidupan orangtuaku pasca perceraian. Yang jelas, hingga setahun berlalu, tidak ada tanda-tanda Mama atau Papa berniat berumah tangga lagi.

Aku menikmati ritme hidup yang berbeda. Bekerja di sela-sela aktivitas kuliah. Entah kebetulan atau tidak, kehidupan di kampus menjadi lebih tenang. Teman-teman kuliahku sudah mengalihkan energinya untuk menggoda para mahasiswi baru. Tidak lagi tertarik mengusik seorang Leala.

Penghasilan yang kudapat pun cukup lumayan. Aku tidak lagi bergantung sepenuhnya pada Mama dan Papa untuk masalah finansial. Aku bisa membiayai diri sendiri meski tidak berlebihan. Kelemahannya hanya satu, pekerjaan ini tidak bersifat tetap. Juga bisa dibilang tak bermasa depan. Menjadi SPG, suka atau tidak, mengandalkan penampilan. Ketika umur kian merangkak dan fisik tak lagi menarik, sebaiknya tahu diri.

"Lea, ngerasa nggak sih kalau belakangan ini kamu tegang dan tampak murung?"

Kalimat Kimi itu mengagetkan. Seingatku, hidupku saat ini jauh lebih menyenangkan. Meski tak sepenuhnya pulih seperti semula. Aku memegang pipiku dengan bingung. "Serius?"

Kimi mengangguk. Senyumnya terurai. "Kayaknya karena udah lama nggak punya pacar."

"Hah?" Aku terbahak-bahak setelahnya. "Ketauan banget kamu ngarang."

"Nggak punya pacar itu bikin hidup garing dan nggak sehat," imbuh Kimi sok tahu. "Aku akan bantu kamu nyari pangeran yang pas."

Aku menggeleng. "Nanti-nantilah, Kim. Aku ogah punya pacar, cuma nambah pusing aja."

"Padahal kita bisa kencan ganda kalau kamu punya cowok lho, Lea. Ravel punya banyak teman yang single dan oke."

Aku menolak mentah-mentah usul yang dilontarkan Kimi itu dan melupakan perbincangan kami dengan segera. Bertahun-tahun mengenalnya, sahabatku itu tidak pernah berperan sebagai makcomblang. Hingga Kimi melakukan sesuatu yang tak pernah kuduga.

"Kamu ingat, udah berapa lama kita nggak nonton berdua?"

Pertanyaan yang tidak perlu untuk dijawab. Kami berdua sepertinya terlalu larut dalam pekerjaan dan kuliah. Nyaris tidak punya waktu untuk bersenang-senang. Kalaupun libur, aku memilih untuk tidur di kamar indekos. Kimi tentu saja beda, karena dia memiliki Ravel.

"Apa kamu sering nonton sama Ravel?" tanyaku ingin tahu. Kimi mengangguk.

"Iya, dong! Tapi, tetap aja rasanya beda kalau nonton bareng kamu, Lea. Belakangan ini kita benar-benar sok sibuk, jarang banget bersenang-senang."

Aku bersiul. "Baiklah, demi persahabatan kita yang indah ini, aku setuju nonton bareng kamu. Kapan?" tanyaku setengah menantang.

"Sabtu ini? Kita kan nggak ada kuliah sore. Kerjaan pun nggak ada. Gimana?"

Aku menggumamkan persetujuan. Maka, rencana itu kami wujudkan tiga hari kemudian. Sabtu kali ini Kimi tidak meninggalkanku sendiri.

"Kim, masa mau ke bioskop aja kudu pakai gaun, sih?" protesku melihat Kimi datang dengan gaun cantik selutut.

"Kamu lebih suka pakai jins? Bosan, Lea! Sesekali pakai gaun, kenapa? Lagian modelnya simpel dan nggak heboh. Aku baru beli lho, dan pengin lihat kamu yang pakai. Ayolah, aku juga pakai gaun, kok!"

"Lha, baju baru kok malah dipinjamin ke aku, sih?" protesku. "Aku pakai baju sendiri aja ya, Kim?"

"Nggak boleh! Pokoknya kamu harus pakai ini, Lea. Pas lihat gaun ini dipajang, aku langsung ingat kamu. Aku bisa ngebayangin cantiknya kamu kalau pakai ini."

Kimi tidak bisa dibantah. Meski aku menolak setengah mati, dia selalu memiliki cara untuk memaksaku mengikuti semua keinginannya. Wajahnya begitu riang ketika aku setuju.

"Kamu ini lama-lama makin seram aja. Aku yakin di pembuluh darahmu itu ada gen yang sama kayak Hitler," gerutuku.

"Terserah. Hitler sulit digantikan, suka atau nggak," tangkisnya sambil terkekeh geli.

Kami ke bioskop, sejak awal sudah sepakat akan menonton film aksi yang dibintangi oleh Chris Hemsworth. Aku tidak punya ekspektasi apa pun kecuali harapan akan menghabiskan waktu dengan menonton film yang bagus. Paling tidak, disuguhi wajah menawan aktor asal Australia itu.

Ketika kami memasuki area bioskop, Kimi memegang lenganku. Dia mencegahku melanjutkan langkah menuju loket. Aku pun membalikkan badan menghadapnya sambil menaikkan alis.

"Kenapa? Mau ke toilet? Aku beli tiket dulu sebentar, ya? Studio tiga, kan?"

Kimi malah menggeleng. "Nggak usah. Kita udah punya tiket," ucapnya mengejutkan.

"Hah? Kapan belinya?"

Kimi menunjuk ke satu arah dengan tangan kanannya yang bebas. Aku segera melihat Ravel yang sedang melambai sambil tersenyum lebar. "Ravel di sini juga? Mau nonton bareng kita? Astaga! Berarti aku jadi obat nyamuk?" tebakku tak nyaman.

Kimi malah tergelak. "Aku nggak akan sejahat itu, Lea. Pokoknya, aku lagi berusaha menepati janji. Kalau kamu ngerasa nggak cocok, nggak masalah. Masih banyak waktu untuk ketemu yang pas."

Belum sempat aku mencerna kata-katanya, Kimi sudah menarikku ke arah Ravel. Ternyata Ravel tidak sendiri.

"Kenalin Lea, ini temanku. Reiner."

"Reiner, ini sahabatku. Namanya Leala," Kimi menimpali dengan suara riang.

Aku menyalami lelaki yang lebih tinggi beberapa sentimeter dariku itu. Lelaki itu memiliki kulit sawo matang, hidung bangir, alis tebal, bibir tipis, serta dagu agak persegi yang menegaskan sisi maskulinnya. Aroma parfum Reiner menguar lembut. Meski hanya mengenakan polo shirt hijau dan blue jeans, pakaiannya sudah pasti tidak berasal dari factory outlet. Ada merek ternama yang menyembul di sana-sini.

Baru dua menit kami berkenalan, aku bisa mengambil satu kesimpulan. Reiner adalah laki-laki perayu!

***

"Kim, yakin mau nyomblangin aku sama Reiner? Masa ngasih cowok tipe perayu gitu, sih?" protesku. Kami baru saja kembali ke tempat indekos. Aku mengunci pintu kamar. "Baru kenal beberapa menit, udah berani merayu. Bikin aku merinding."

"Oh, jadi kamu nggak demen sama yang model Reiner gitu?" gurau Kimi. "Kamu pengin yang alim? Lulusan pesantren? Atau yang dingin sama kayak di novel-novel romance?"

"Nggak gitu juga sih, Kim! Aku nggak mau dijodoh-jodohin sama siapa pun. Emangnya menurutmu aku nggak bisa nyari cowok sendiri? Lagian, aku juga belum merasa butuh-butuh amat untuk punya cowok lagi."

Kimi tidak segera merespons karena dia telanjur masuk kamar mandi. Aku menunggu dengan sabar hingga sahabatku ke luar dari sana.

"Reiner orangnya baik, lho! Memang sih, dia agak ... agresif. Tapi itu kan lumrah. Namanya juga cowok. Ravel dan Reiner temenan udah lama."

Aku tidak tersenyum. Entah kenapa, selalu ada yang menggelitik jika ada yang meminta pemakluman atas nama gender. Perempuan atau lelaki, sejatinya sama saja. Tidak ada perbedaan. Orang baik atau berengsek tidak ada kaitan dengan jenis kelaminnya.

Aku tidak pernah suka tipikal cowok yang genit. Yang sudah berani melancarkan jurus-jurus rayuan mautnya meski baru mengenal seseorang. Atau cowok yang masih jelalatan saat menggandeng pasangannya. Itu menunjukkan bahwa dia tidak bisa menghormati cewek yang ada di sebelahnya.

Reiner memenuhi kriteria pria hidung belang, menurutku. Dia mudah memberi pujian yang justru terdengar memuakkan bagiku. Aku tak suka hal-hal semacam itu karena menunjukkan kedangkalan. Setelah melewati banyak pengalaman mengejutkan, komplimen akan kelebihan fisik rasanya menjengkelkan.

Namun aku kadang melupakan garis hidup. Aku juga selalu mengabaikan ada yang mengatur semuanya. Reiner ternyata menaruh perhatian luar biasa padaku. Menurut penilaianku, dia orang yang ingin segalanya berlangsung cepat. Tidak ada kesempatan untuk sedikit jeda bila laki-laki itu sudah menginginkan sesuatu.

Hanya beberapa hari setelah kami berkenalan, Reiner menjemputku ke kampus. Cowok yang usianya lebih tua lima tahun dariku itu mengajak makan siang. Lalu diikuti dengan pertemuan-pertemuan lain dengan frekuensi tinggi.

Reiner juga rutin meneleponku meski kadang cuma untuk mengucapkan selamat pagi atau selamat malam. Klise, sebenarnya. Reiner hanya mengulangi apa yang pernah dilakukan manusia lain. Andai ada bedanya, cowok itu melakukannya dengan intensitas tinggi. Reiner berusaha menunjukkan bahwa dia sedang benar-benar tertarik padaku. Hingga aku tidak bisa "bernapas" dan berpikir jernih. Hujan perhatian dari Reiner membuatku kelabakan.

Belakangan, Reiner juga mulai mencecarku dengan hadiah. Namun dia tidak memberiku kado mewah yang bisa membuatku tak bersimpati karena seakan sedang "dibeli". Cowok itu sering tiba-tiba datang ke tempat indekosku dengan membawa aneka hadiah. Sebut saja piza hangat, pulpen cantik yang digraver dengan nama depan kami berdua, sandal rumah yang nyaman dan lembut, atau gelang kaki dari perak. Meski aku berkali-kali meminta Reiner untuk tidak datang dengan membawa kado, lelaki itu tak peduli.

Hingga perhatiannya mulai meretakkan pertahananku. Aku pun kehilangan hasrat untuk menolak. Juga kehilangan ingatan tentang sisi "mata keranjang" lelaki itu. Aku seperti terbius karena seorang lelaki menawan sepertinya memberi perhatian luar biasa. Seakan-akan aku menjadi cewek paling penting di dunia Reiner saat ini.

Entah sejak kapan, aku mulai menunggu kado-kado kecilnya. Aku pun akhirnya menyukai hujan hadiah yang diberikannya. Lalu, Reiner mengejutkanku lagi. Sebabnya? Dia mengubah taktik tanpa terduga, mulai memberiku setumpuk benda mewah. Mulai dari jam tangan, tas, sepatu, atau perhiasan. Dia ahli strategi yang cukup sabar sekaligus berbahaya.

Aku tidak mau menerima kado berharga mahal, awalnya. Namun Reiner ternyata pintar membujuk. Hingga aku kehilangan alasan untuk terus terus menolak. Aku tidak pernah menduga jika bisa digolongkan sebagai cewek matre. Namun kenyataan membisikkan hal berbeda. Aku menikmati hadiah mahal dari Reiner. Kekayaan tidak selamanya buruk.

Seumur hidup aku selalu menganggap tabu hubungan seks tanpa nikah. Aku menolak jalinan asmara yang dikotori dengan keintiman fisik yang tak seharusnya. Namun pada akhirnya aku pun takluk.

Ya, aku mulai merasakan sesuatu untuk Reiner. Aku yang tadinya pernah bersumpah hanya akan bercinta dengan suamiku kelak, akhirnya berakhir di ranjang empuk milik Reiner!

Lagu : Bye Bye Bye (*NSYNC)

Fortsätt läs

Du kommer också att gilla

362K 5.7K 6
[Private - hanya dapat dibaca oleh followers] Axela Devaza, gadis penuh rahasia yang kembali datang dengan wujud dan pribadi yang berbeda untuk seb...
271K 28.5K 23
Alya Pradipta, gadis keras kepala yang awam tentang urusan cinta. Kehidupannya seputar kampus dan dunia kerja, tidak ada bau-bau asmara. Hingga di s...
8.3K 782 4
Badass Series NEW VERSION (21+ Romance Comedy) #2BADASSLOVE Casya menyandang julukan problematic child di dalam keluarga Ogawa. Hobi gonta-ganti paca...
Bayi Milik Suami Duda Av Di_evil

Allmän skönlitteratur

368K 17.9K 33
[Follow dulu untuk bisa membaca part yang lengkap] Tarima Sarasvati kira akan mudah baginya menjadi istri bayaran Sadha Putra Panca. Hanya perlu mela...