La Samba Primadona (Repost) |...

By IndahHanaco

391K 53.9K 2.9K

Ranking : #1 dari 15,1K Chicklit (12-13 Okt 2020) Catatan : ini adalah kisah nyata, ditulis dengan izin si p... More

Saujana Cinta [1]
Saujana Cinta [2]
Saujana Cinta [3]
Black Angel [1]
Black Angel [2]
Les Masques [1]
Les Masques [2]
The Curse of Beauty [1]
The Curse of Beauty [2]
The Curse of Beauty [3]
Fixing a Broken Heart [1]
Fixing a Broken Heart [2]
Run to You [1]
Run to You [2]
Run to You [3]
Everything for You [1]
Everything for You (2)
Everything for You (3)
Beautiful Temptation [1]
Beautiful Temptation [2]
Out of The Blue [1]
Out of The Blue [2]
Rainbow of You [1]
Rainbow of You [2]
Rainbow of You [3]
Cinta Sehangat Pagi [1]
Cinta Sehangat Pagi [2]
Cinta Sehangat Pagi [3]
Cinta Sehangat Pagi [4]
My Better Half [1]
My Better Half [2]
My Better Half [3]
My Better Half [4]
Cinta Tanpa Jeda [1]
Cinta Tanpa Jeda [2]
Cinta Tanpa Jeda [3]
Cinta Empat Sisi [1]
Cinta Empat Sisi [2]
Cinta Empat Sisi [3]
Cinta Empat Sisi [4]
Love Me Again [1]
Love Me Again [2]
Love Me Again [3]
Crazy Little Thing Called Love [1]
Crazy Little Thing Called Love [2]
Crazy Little Thing Called Love [3]
Crazy Little Thing Called Love [4]
Perfect Romance [1]

Les Masques [3]

8.6K 1.2K 34
By IndahHanaco

Aku belum sempat merespons saat seseorang menarik tangan kiriku yang bebas. Kimi. "Marcus, makasih udah nolong Leala," ujar sahabatku.

"Aku nggak ngapa-ngapain, kok!" balas Marcus pelan. Cowok itu melepaskan pegangannya dari lenganku.

Tanpa basa-basi, Kimi menarikku masuk ke sebuah ruangan yang sudah penuh. Sejenak aku ingat segala kecemasanku sejak tadi. Aku mengucap syukur diam-diam karena belum terlambat. Dosenku belum datang.

"Barusan kamu mau ngapain di luar?" Kimi menatapku tajam. Ternyata dia melihat bahasa tubuhku yang "garang" dan siap untuk "berperang" dengan mantan kekasihku. Sayang, aku tidak bisa menjawab pertanyaannya karena dosenku sudah datang. Baru setelah kuliah berakhir, kami bisa leluasa berbincang.

"Kamu lihat gimana noraknya Krishna, kan? Aku nggak nyangka dia sengaja manas-manasin. Bawa cewek untuk dipamerin di depanku," gerutuku panjang. Aku benar-benar tidak menyangka kalau Krishna akan melakukan hal seperti itu. Sama sekali tidak keren.

"Tapi kamu tadi mau ngapain? Berantem di depan umum? Jambak-jambakan sama cewek itu?" Kimi menatapku dengan tatapan mencela. "Kayaknya Marcus pun tau niatmu."

"Jambak-jambakan kayaknya seru juga. Tapi terpaksa batal karena kamu keburu narik tanganku," aku menyeringai.

"Ngapain sih terpancing? Krishna sengaja mau bikin kamu cemburu. Cowok kayak gitu nggak perlu ditanggapi. Buang-buang tenaga aja!"

Aku tertawa geli melihat gelora kemarahan yang memancar dari wajah sahabatku. Sepertinya Kimi jauh lebih emosi dibanding diriku sendiri. Sahabat yang setia.

"Kamu masih sedih, ya?" suara Kimi berubah. Kini, dia tampak cemas dan khawatir.

Aku kembali tertawa. Kami keluar dari ruang kuliah yang mulai kosong.

"Lea..."

"Kamu lucu. Sebentar marah sebentar cemas. Apa menurutmu aku sedih? Nggaklah, semuanya udah lewat. Marah, cuma itu perasaan yang tersisa. Di luar itu, nggak ada."

Kimi tampak lega, seakan baru saja melepaskan beban seberat dunia dari pundaknya.

"Baguslah kalau gitu, aku lega dan senang. Aku nggak rela kamu nangisin cowok kelas teri kayak gitu."

Ternyata, acara "pamer" cewek itu tidak hanya terjadi sekali. Hingga beberapa minggu kemudian Krishna masih melakukan hal itu. Membuat kami menjadi pusat perhatian seisi kampus. Gosip panas menyebar cepat.

"Harusnya, begitu aku mutusin Krishna, besoknya aku langsung deketin Marcus aja. Kalau Jordy sih ogah, cowok murahan dianya." Aku tertawa sambil menyikut Kimi. "Lalu, aku pura-pura pisah dari cowok gombal itu gara-gara taruhan mereka. Minimal, aku bisa minta bagian dari taruhan sinting itu," celotehku asal.

"Kalau kejadiannya kayak gitu, kurasa Krishna bakalan bunuh diri," balas Kimi. "Tapi, jadinya malah nggak seru, Lea. Kamu harusnya bikin dia hidup segan mati enggan. Gimana?"

Aku dan Kimi terkekeh geli karena usulnya yang tak jelas itu.

***

Ternyata ledakan petir dalam hidupku masih belum berhenti. Setelah Krishna dan Kimi, masih ada kejutan mengerikan yang menantikan. Kali ini, berita buruk datang dari kedua orangtuaku.

"Lea, Mama dan Papa mau bicara," cetus Mama yang sedang berdiri di ambang pintu kamarku dengan wajah datar. Mama tidak menunjukkan emosi yang berarti. Namun aku sangat yakin, ada sesuatu yang tidak beres. Tidak biasanya Papa dan Mama secara khusus ingin berbincang denganku. Terakhir kali peristiwa ini terjadi adalah empat tahun silam. Ketika itu, kakekku dari pihak Mama meninggal dunia.

"Ada apa, Ma?" Jantungku mendadak berdenyut kencang.

"Papa mau jelasin sesuatu," balas Mama pendek. "Ayo!" Mama melangkah ke ruang keluarga. Aku merasa tercekik saat melihat beberapa koper ada di sana.

"Ada apa ini?" semburku gemetar. Aku menjadi sangat ketakutan. Angin dingin terasa merambati punggungku.

"Duduklah, Lea," suara Papa dipenuhi nada membujuk. Aku seperti melayang, tapi tetap menuruti keinginan Papa. Kutatap wajah kedua orangtuaku berganti-ganti.

"Ma, koper siapa, itu?"

Tidak ada yang memberi jawaban. Mama dan Papa membiarkanku dalam kebingungan. Keduanya bertukar pandang selama beberapa detik.

"Pa, kenapa?" Aku mulai gemetar. Meski tidak tahu apa yang sedang terjadi, aku ditusuk oleh rasa takut. Entah kenapa, aku merasa akan ada yang runtuh di bawah kakiku.

Papa pindah untuk duduk di sebelah kananku, menggenggam tanganku dengan lembut. "Papa akan pindah malam ini juga. Papa dan Mama... akan bercerai."

Tanpa penjelasan, tanpa isyarat, tiba-tiba telingaku dihantam berita mengerikan itu. Aku terperangah, bibirku terbuka, rahangku menegang, tulang belakangku membaja.

"Papa dan Mama mau apa?" Aku merasa telingaku sudah kehilangan fungsinya dengan baik.

Mama berdeham, lalu menggeser tubuhnya ke arahku. Mama mengelus lengan kiriku dengan lembut. Saat melihat wajah orangtuaku, aku tahu masalah ini sudah diputuskan lama. Hanya saja, entah kenapa aku tidak pernah menangkap sinyal ketidakberesan hubungan mereka. Kukira, cinta di antara Mama dan Papa terlalu kokoh untuk diterbangkan badai.

Air mataku meruah tanpa bisa diadang. Aku tergugu dalam kepedihan yang pekat.

"Mama dan Papa udah nggak bisa tetap sama-sama. Kami harus berpisah."

Harus? Siapa yang mengharuskan? "Pa, kenapa jadi kayak gini?" isakku makin kencang. Aku mengguncang lengan Papa.

Papa tertunduk, terkesan menyesal. "Papa dan Mama sudah lama ingin pisah. Tapi kami berusaha mempertahankan semuanya, demi kalian. Sayang, sekarang adalah titik terendah dalam..."

"Pa, kenapa harus bercerai?" tukasku tajam. Suaraku bergetar oleh gelombang emosi dan kecamuk perasaan. Baru beberapa minggu yang lalu aku mendengar Mama berbincang penuh bahagia di telepon dengan Papa. Lalu tiba-tiba saja mereka memutuskan untuk bercerai?

"Papa dan Mama sudah terlalu sering bertengkar. Kami capek. Ini saatnya untuk melanjutkan hidup tanpa harus bersama. Kami nggak sanggup lagi hidup dalam satu atap," suara Papa terdengar dipenuhi tekanan.

Kepalaku seperti diserang oleh ribuan jarum halus beracun. Kedua orangtuaku sudah menikah lebih dari seperempat abad. Sekarang tiba-tiba saja bicara tentang ketidakcocokan?

"Aku nggak setuju Papa pindah!" teriakku.

Mama berusaha menenangkanku. Elusan lembut di punggung tidak mampu meredakan kemarahanku yang sedang menggelora. "Aku nggak mau Papa dan Mama cerai!" tandasku. Air mata masih terus berlompatan.

Andai kedua kakakku ada di sini, tentu situasinya akan jauh lebih mudah. Kini, aku yang paling belia justru harus bertempur dengan kenyataan mengerikan ini. Jika memang sudah cukup lama merasa tak lagi saling cocok, mengapa selama ini mereka bersikap seakan semuanya baik-baik saja?

"Papa dan Mama udah mencoba untuk tetap bersama. Udah mendatangi penasihat perkawinan juga. Tapi kami gagal. Maafkan kami, Nak," pinta Mama dengan suara lembut. Aku menggigit bibir. Mataku mengabur.

"Apa aku nggak layak dipertimbangkan, Ma?" tanyaku pilu.

"Bukan begitu!" sergah Papa. "Kamu dan kakak-kakakmu adalah hal yang paling berarti untuk..."

"Kalau gitu, jangan cerai, Pa!" sergahku cepat.

Mama dan Papa bertukar pandang. Kini aku menyadari kilatan kebencian yang berpendar di mata keduanya.

"Maaf Lea, kami nggak bisa mengabulkan keinginanmu."

Aku mengamuk! Mulai dari menangis histeris hingga melempar remote televisi ke dinding. Tingkahku sungguh mirip balita yang sedang tantrum.

"Aku nggak mau ada yang pisah. Aku mau Papa tetap di sini!" suaraku makin serak. Terlalu lama menangis dan menyumpah bermenit-menit telah membuatku menderita.

"Maafkan Papa..."

Sepertinya hanya itu yang bisa diucapkan orangtuaku. Permintaan maaf yang semu. Seakan-akan dengan meminta maaf maka masalah akan selesai tanpa efek buruk. Padahal, aku sudah menunjukkan gejala yang tidak sehat. Aku sepertinya mulai setengah gila. Papa dan Mama bergantian memberi penjelasan kepadaku tentang alasan mereka berpisah. Entah kenapa, semua terdengar tidak masuk akal bagiku.

"Aku nggak percaya kalau Papa dan Mama udah berencana lama untuk berpisah. Kalau iya, kenapa Mama dan Papa masih bermesraan di telepon? Mama dengan genitnya masih menggoda Papa. Apa itu artinya?" tanyaku menggebu-gebu. Papa menatapku dengan sorot aneh. Terperangah karena mendengar kata-kataku. Rahangnya tampak menegang.

Aku pun terkenang kebiasaan baru Mama. Menelepon di balik kegelapan. Terkikik-kikik penuh semangat. Tiba-tiba hatiku tertusuk oleh rasa dingin yang asing. Orang yang ditelepon Mama itu bukan Papa!

Lagu : Puspa Indah (Chrisye)

Continue Reading

You'll Also Like

1M 112K 28
Menceritakan tentang seorang gadis bar bar yang mati karena tersedak mie. Namun bukan ke surga. melainkan masuk ke dalam sebuah novel. Kajadian ini...
Hostium (END) By Keila

General Fiction

1.1M 55.9K 47
Reanka adalah gadis pendiam dengan sejuta rahasia, yang hidup di keluarga broken home. Di sekolahnya ia sering ditindas oleh Darion Xaverius. Reanka...
118K 25.3K 52
Behind The Salim Series Book #4 Memiliki wajah yang mirip dengan masa lalu buruk keluarga Salim, membuat Sandara harus menerima kenyataan pahit bahwa...
371K 18K 33
[Follow dulu untuk bisa membaca part yang lengkap] Tarima Sarasvati kira akan mudah baginya menjadi istri bayaran Sadha Putra Panca. Hanya perlu mela...